MATA INDONESIA, KIEV – Ukraina mengabaikan ultimatum Rusia untuk menyerahkan kota pelabuhan timur, Mariupol. Sebagai akibatnya, Rusia mengintensifkan serangan udara di kota tersebut.
Mariupol yang terkepung pun kini menjadi “abu tanah mati,” kata dewan kota ketika pertempuran jalanan dan pemboman berkecamuk di kota pelabuhan tersebut. Sementara warga yang berhasil melarikan diri menggambarkan kota itu bak neraka.
Ratusan ribu warga diyakini terperangkap di dalam gedung, tanpa pasokan makanan dan air yang cukup, pun dengan listrik atau pemanas ruangan. Baik warga sipil dan tentara Ukraina berada di bawah tembakan Rusia, kata gubernur regional Pavlo Kyrylenko.
Pasukan Rusia dan unit separatis yang didukung Rusia telah menguasai sekitar setengah dari kota pelabuhan itu, yang biasanya menampung sekitar 400 ribu orang, kata kantor berita Rusia RIA, mengutip seorang pemimpin separatis.
Namun dalam pidato dini hari, Presiden Volodymyr Zelenskyy memberikan harapan untuk negosiasi, yang hanya menghasilkan sedikit kemajuan sejak invasi dimulai pada Kamis, 24 Februari 2022.
“Ini sangat sulit, terkadang konfrontatif. Tapi selangkah demi selangkah kami bergerak maju,” kata Presiden Zelenskyy, melansir Japan Times, Rabu, 23 Maret 2022.
Invasi Rusia ke Ukraina telah memaksa lebih dari 3,5 juta warga mengungsi, membawa isolasi ekonomi Rusia yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan menimbulkan kekhawatiran konflik yang lebih luas yang terpikirkan selama beberapa dekade.
Mariupol telah menjadi fokus perang sejak Presiden Vladimir Putin mengirim pasukannya melintasi perbatasan untuk melakukan apa yang disebutnya “operasi militer khusus” untuk mendemiliterisasi Ukraina dan menggantikan kepemimpinannya yang pro-Barat.
Kota pelabuhan itu terletak di Laut Azov dan pengepungannya akan memungkinkan Rusia untuk menghubungkan daerah-daerah di timur yang dikuasai oleh separatis pro-Rusia dengan semenanjung Krimea, yang dianeksasi oleh Moskow tahun 2014.