3.000 Ekor Ternak di Bantul Terserang PMK, Paling Tinggi di Kapanewon Pleret

Baca Juga

MATA INDONESIA, YOGYA-Kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) Kabupaten Bantul mengalami kenaikan yang pesat dalam beberapa waktu terakhir.

Berdasarkan data hingga Selasa, 12 Juli 2022, Dinas Ketahan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Bantul, menyebut hampir tiga ribu hewan ternak di Kabupaten Bantul terkena PMK.

“Data pertanggal 12 Juli 2022 pukul 23.59 WIB, total ada 2.956 hewan yang terkena PMK,” kata Kepala DKPP, Joko Waluyo, Kamis 14 Juli 2022.

Dari total 2.956 hewan ternak yang terkena PMK tercatat sebagian besar berasal dari sapi dimana terdapat 2.701 ekor.

“Paling banyak sapi ada 2.701 ekor, kalau kambing ada 24 ekor, domba 224 ekor, dan kerbau 7 ekor,” katanya.

Joko mengatakan bahwa hingga saat ini tercatat 15 ekor sapi yang mati, sedangkan jumlah sapi yang sembuh terdapat 569 ekor dan kambing sebanyak 144 ekor.

“Total ada 713 yang sembuh dari sapi dan domba. Untuk yang mati ada 15 sapi dan yang potong paksa ada 76 sapi,” katanya.

Joko menambahkan, dari 17 Kapanewon se-Bantul, Kapanewon Pleret terindikasi virus PMK terbanyak sejauh DKPP mencatat. Hewan yang paling banyak terkena PMK dari Kapanewon Pleret, yaitu 960 kasus.

Oleh DKPP tercatat, hewan sapi menjadi yang terbanyak dari kasus PMK di Kapanewon Pleret, yaitu sebanyak 814 ekor dari 960 kasus.

“Untuk yang sembuh ada 287 sapi dan 110 kambing, sedangkan yang mati ada 6 sapi,” katanya.

Selain Kapanewon Pleret, zona merah PMK juga ada di Kapanewon Pundong yaitu sebanyak 615 kasus. Jumlah ini meningkat pesat dari data per Senin 11 Juli 2022.

Sementara sebanyak 300 dosis vaksin tahap pertama yang telah didistribusikan untuk hewan ternak. DKPP telah mengirim ke 8 kapanewon se-Bantul.

“Untuk vaksin baru diberi 300 dosis dan ini belum merata di Bantul karena kita kekurangan dan masih menunggu vaksin lagi,” kata Joko.

Reprter: Abraar

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Judi Daring Ancam Ekonomi Keluarga: Saatnya Literasi dan Kolaborasi Jadi Senjata

Oleh: Ratna Soemirat* Fenomena judi daring (online) kini menjadi salah satu ancaman paling serius terhadap stabilitassosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi digital yang membawakemudahan hidup, muncul sisi gelap yang perlahan menggerogoti ketahanan keluarga dan moral generasi muda. Dengan hanya bermodalkan ponsel pintar dan akses internet, siapa pun kini bisaterjerumus dalam praktik perjudian digital yang masif, sistematis, dan sulit diawasi. Pakar Ekonomi Syariah dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Satria Utama, menilai bahwa judi daring memiliki daya rusak yang jauh lebih besar dibandingkan bentukperjudian konvensional. Menurutnya, sasaran utama dari perjudian daring justru kelompokmasyarakat yang secara ekonomi tergolong rentan. Dampaknya langsung terlihat pada polakonsumsi rumah tangga yang mulai bergeser secara drastis. Banyak keluarga yang awalnyamampu mengatur pengeluaran dengan baik, kini harus kehilangan kendali keuangan karenasebagian besar pendapatan mereka dialihkan untuk memasang taruhan. Satria menjelaskan, dalam beberapa kasus, bahkan dana bantuan sosial (bansos) yang seharusnyadigunakan untuk kebutuhan pokok keluarga justru dihabiskan untuk berjudi. Hal ini, katanya, bukan lagi sekadar persoalan individu, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan ekonominasional. Ia menegaskan, ketika uang yang seharusnya digunakan untuk makan, biaya sekolahanak, atau keperluan kesehatan malah dipakai untuk berjudi, maka kerusakannya meluas hinggapada tingkat sosial yang lebih besar. Masalah ini juga diperparah dengan munculnya fenomena gali lubang tutup lubang melaluipinjaman online (pinjol). Banyak pelaku judi daring yang akhirnya terjebak utang karena tidakmampu menutup kerugian taruhan. Satria menilai bahwa bunga pinjol yang tinggi justrumemperparah keadaan dan menjerumuskan pelakunya ke dalam lingkaran utang yang sulitdiakhiri. Dalam banyak kasus, kondisi ini menyebabkan kehancuran rumah tangga, konflikkeluarga, hingga perceraian. Efek domino judi daring, katanya, sangat luas dan tidak hanyamerugikan pelakunya saja. Selain aspek ekonomi, Satria juga menyoroti persoalan perilaku konsumsi yang tidak rasional di kalangan masyarakat. Ia menilai bahwa budaya konsumtif yang tinggi membuat masyarakatlebih mudah tergoda dengan janji palsu “cepat kaya” yang ditawarkan oleh situs judi daring. Contohnya, jika seseorang rela mengeluarkan uang untuk rokok meski kebutuhan rumah tanggaterbengkalai, maka godaan berjudi dengan iming-iming hasil instan menjadi semakin kuat. Menurutnya, perubahan pola pikir masyarakat menjadi kunci utama untuk membentengi diri daribahaya ini. Lebih jauh, Satria menegaskan bahwa penanganan judi daring tidak cukup hanya denganpendekatan represif, seperti pemblokiran situs atau razia siber. Ia menilai langkah tersebutmemang penting, tetapi tidak akan menyelesaikan akar masalah tanpa adanya peningkatanliterasi ekonomi dan kesadaran digital masyarakat. “Permintaan terhadap judi daring itu besar, sehingga selama ada permintaan, pasokan akan terus bermunculan,” ujarnya dalam wawancara. Pemerintah, katanya, harus berani menyentuh aspek edukasi publik dengan memperkuat literasidigital, keuangan, dan moral agar masyarakat memiliki ketahanan terhadap jebakan dunia maya. Upaya memperkuat literasi digital dan kesadaran publik kini mulai mendapat perhatian dariberbagai pihak, termasuk dunia akademik. Salah satu contoh nyata datang dari UniversitasLampung (Unila) melalui inovasi bertajuk Gambling Activity Tracing Engine (GATE...
- Advertisement -

Baca berita yang ini