Tentara Bayaran Sudah Ada dari Zaman Firaun Ramses II

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Di masa sekarang, keberadaan tentara bayaran dibutuhkan bagi orang, lembaga atau pemerintahan. Keberadaan mereka yang kerap hadir di berbagai medan perang untuk menyabung nyawa demi uang ternyata sudah ada sejak zaman dulu.

Mungkin lebih tua dari catatan yang bisa dirujuk, keberadaan tentara bayaran mulai dikenal di Mesir sekitar tahun 1200-an SM. Raja Mesir, Firaun Ramses II adalah penguasa pertama yang menggunakan jasa tentara bayaran untuk mengalahkan musuhnya.

Saat itu, Ramses II merekrut pasukan bayaran ini dari sejumlah suku yang terlatih dalam memainkan pedang dan tombak. Firaun Ramses II membutuhkan mereka untuk menginvasi daerah Hittite yang diperintah Raja Mawatalis.

Keduanya bertemu dalam Pertempuran Kadesh (Battle of Kadesh) pada 1294 SM. Chariot (kereta perang) dan pasukan berkuda merupakan kasta tinggi dari ketentaraan pada masa itu. Hal ini karena faktor manuver dan kemampuan bergerak lebih cepat.

Sedangkan infanteri atau pasukan pejalan kaki, dengan unit-unit seperti pemanah, tombak dan petarung jarak dekat dengan kampak atau pedang, berasal dari orang-orang kasta rendah atau petani yang dibekali pendidikan militer seadanya.

Pertempuran Kadesh melibatkan 6.000 kereta perang dari kedua belah pihak. Sedangkan untuk urusan kelas dua infanterinya, Ramses II menggunakan tentara bayaran dari orang-orang Palestina yang jumlahnya kurang lebih 10.000 orang serdadu.

Pasa masa kejayaan Kerajaan Assyria yang mempersatukan Mesopotamia (Irak sekarang) pada 1100 SM-600 SM, Assyria sering menggunakan tentara bayaran dari suku Akkad (Suriah). Suku ini termashyur sebagai petarung tangguh satu lawan satu dan sebagai penghantam flank serta perusak kolom rapat lawan.

Pada 700 SM-371 SM, tentara bayaran masih digunakan saat terjadi Peloponnesian War. Keberadaannya ditandai oleh negara Yunani yang menggunakan jasa tentara bayaran dalam menghadapi perang antar kota.

Walaupun banyak tentara bayaran yang gugur di medan perang, bayaran tetap bayaran. Bayaran tersebut dikelola oleh komandan tentara bayaran yang kemudian diberikan kepada pasukannya yang masih hidup dan yang sudah mati melalui keluarga masing-masing.

Saat itu pasukannya terkenal dengan sebutan Hoplites (infanteri barat dan elite), sebagai pasukan andalan. Hoplites dipersenjatai tombak bermata besi sepanjang tiga meter, perisai bulat Hoplon berdiameter satu meter serta pedang sebagai senjata kedua.

Setiap serdadu pada beberapa barisan terdepan dilengkapi baju zirah yang terbuat dari perunggu. Baju ini tidak lain untuk melindungi dada dan perut serta tulang kering.

Satu kesatuan Hoplites berisi antara 300 sampai 400 serdadu. Termasuk didalamnya pembawa panji-panji unit pasukan dan peniup terompet. Kedua fungsi ini sebagai tanda keberadaan unit pasukan dan tanda-tanda tertentu untuk mengubah formasi tempur.

Hoplites bermanuver lambat karena berat. Mereka solid dalam kolom rapat dan menekan musuh seperti landak menyeruduk, saling melindungi yang disebut dengan istilah Phalanx.

Tombak mereka harus dipegang di tangan kanan, terhunus ke depan pada baris pertama dam Hoplon di tangan kiri untuk melindungi rekan di sebelahnya. Baris kedua menempatkan tombak di bahu serdadu di depannya dan seterusnya makin tegak lurus. Alhasil susunan tombak mirip landak marah.

Lambatnya Hoplites dalam bermanuver diimbangi unit Peltast (infanteri ringan dan pengganggu). Unit ini mirip armor. Namun banyak pula yang telanjang dan lincah untuk melemparkan tombak pendek, panah, atau ketapel.

Peperangan menjadikan lapangan pekerjaan mereka. Hal ini berbeda manakala saat damai di mana menciptakan pengangguran bagi Hoplites yang tangguh dan berpengalaman. Dari sinilah, para komandan lapangan dari kelas bangsawan mulai berpikiran menjual jasa mereka bagi yang membutuhkan.

Reporter : Rama Kresna Pryawan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Survei Elektabilitas Bakal Calon Walkot Jogja yang Bertarung di Pilkada 2024, Sosok Ini Mendominasi

Mata Indonesia, Yogyakarta - Menjelang Pilkada 2024 di DIY, sejumlah lembaga survei sudah bergeliat menunjukkan elektabilitas para bakal calon Wali Kota dan juga Bupati. Termasuk lembaga riset Muda Bicara ID yang ikut menunjukkan hasil surveinya. Lembaga yang diinisiasi oleh kelompok muda ini mengungkap preferensi masyarakat Kota Jogja dalam pemilihan Wali Kota Jogja 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini