MATA INDONESIA, JAKARTA-Rudy Hartono Kurniawan lahir dengan nama Nio Hap Liang adalah salah satu mantan pemain bulu tangkis Indonesia yang namanya pernah diabadikan dalam Guiness Book of World Records pada tahun 1982 karena berhasil membawa Indonesia meraih juara All England delapan kali dan memenangkan Thomas Cup sebanyak empat kali.
Rudy Hartono yang juga pernah dinobatkan sebagai salah satu Asian Heroes kategori Athletes & Explorers versi Majalah Time ini merupakan anak ketiga dari 9 bersaudara dengan ayah Zulkarnaen Kurniawan. Dua kakak Rudy, Freddy Harsono dan Diana Veronica juga pemain olahraga bulu tangkis meskipun baru pada tingkat daerah.
Rudy Hartono merupakan salah satu pemegang rekor dunia dengan meraih 8 gelar juara All England dengan tujuh diantaranya beruntun. Ia blak-blakan membuka kunci kesuksesannya itu.
Rudy Hartono meraih gelar juara All England untuk pertama kalinya pada usia 18 tahun. Ia meraih predikat sebagai maskot turnamen tertua bulutangkis pada tahun 1968.
Sejak saat itu, ia rutin meraih gelar juara All England yang dimulai dari 1969-1974. Tanpa meraih gelar di All England pada tahun 1976.
“Selama saya sukses merebut 8 gelar All England, paling berkesan itu yang pertama dan ketujuh. Kalau yang pertama itu jelas, karena belum pernah juara dan perjuangan bisa main di All England itu sulit. Dan kalau yang ketujuh itu karena bisa menyamakan rekor tunggal putra (7 gelar) sebelumnya dari pemain Denmark, Erland Kops,” ujar Rudy Hartono.
Namun, apa yang diraihnya saat itu tidak mudah, karena butuh perjuangan ekstra. Keterbatasan, kesulitan dan perjuangan yang dilakoninya pun bisa dijadikan inspirasi oleh para pemain generasi yang tengah berkiprah saat ini.
Latihan fisik, teknik dan strategi menjadi dasar dirinya untuk maju dan berkembang. Karena pada saat menorehkan pretasinya di kancah dunia, ia berlatih sendirian tanpa didampingi pelatih pada tiga tahun pertamanya tapi bisa juara. Makanya kemandirian seorang pemain itu harus tinggi, karena saat di lapangan semua yang putuskan si pemain itu sendiri.
“Waktu itu, kejuaraan sangat kurang. Jadi ada banyak waktu untuk berlatih. Berangkat turnamen tanpa pelatih. Tapi, itu melatih diri saya untuk melakukan apa yang harus dilakukan,” kata Rudy.
Melihat lawan-lawan yang berpengalaman, pemain Eropa yang memiliki tenaga lebih besar dan kelincahan tangan yang lebih, maka dirinya mulai mengasah fisik lebih cepat, memiliki kekuatan yang lebih prima serta daya tahan harus lebih lama.
Saat itu dirinya memanfaatkan perubahan gaya bermain pemain tunggal putra dunia. Yang awalnya dari mengunggulkan bermain indah menjadi ke pola menyerang.
Dirinya saat itu melakukan penyerangan cepat, karena memiliki fisik yang diunggulkan saat itu. Tak hanya itu, dirinya juga sudah memulai tiga tahun lebih awal. Sementara, lawan lawan baru mulai setelah tiga tahun kemudian. “Saya start lebih dulu, itu keuntungan,” katanya.
Permainan cepat yang ia lancarkan kepada lawan-lawannya sukses membuat dirinya juara sebanyak delapan kali di All England.
“Saya memiliki strategi bagaimana membuat lawan out of position. Saya buat lawan ngejar bola, jangan sampai nunggul bola. Itu bisa terwujud kalau saya lebih cepat ketimbang lawan,” katanya.
Kunci keberhasilan lainnya di lapangan adalah dia selalu memperkuat pikiran dan imannya dengan berdoa. Rudy memegang teguh prinsip manusia yang berusaha, tapi Tuhan yang memutuskan.