Tak Banyak yang Tahu, Inilah Makna Sebenarnya Hari Bahasa Ibu

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Belum banyak yang tahu, ternyata setiap tanggal 21 Februari terdapat sebuah perayaan hari besar internasional bernama Hari Bahasa Ibu. Peringatan ini telah diakui oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) sejak tahun 1999 dan mulai dirayakan sejak tahun 2000. Namun apakah arti dari Hari Bahasa Ibu sebenarnya? Apakah ada kaitannya dengan kasih sayang seorang ibu?

Merujuk dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak lahir melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungannya.

Dari penjelasan tersebut maka dapat diketahui bahwa bahasa ibu sebenarnya adalah bahasa daerah yang tumbuh di suatu wilayah tertentu, dan diajarkan baik oleh masyarakat ataupun orang terdekat seperti keluarga kepada keturunan atau generasi penerusnya.

Misalnya seperti orang yang lahir dan dibesarkan di lingkungan Jawa, maka bahasa Jawalah yang pertama kali akan dipelajarinya. Sedangkan untuk pengetahuan bahasa nasional dan internasional, biasanya akan ditunjang melalui pendidikan formal. Hal ini adalah salah satu upaya untuk melestarikan budaya bahasa tradisional setempat.

Mengutip dari laman resmi UNESCO, gagasan untuk merayakan Hari Bahasa Ibu Internasional adalah inisiatif Bangladesh. UNESCO percaya akan pentingnya pengetahuan dan pelestarian keragaman budaya dan bahasa untuk menumbuhkan rasa hormat dan toleransi antar sesama manusia.

Meski begitu, data hasil survei UNESCO menunjukkan hasil yang menyedihkan. Setidaknya terdapat 40 persen populasi manusia di dunia tidak memiliki akses pendidikan untuk mempelajari bahasa ibu mereka. Hal ini akan membuat keberagaman bahasa semakin terancam bahkan cenderung menghilang secara perlahan.

Mengutip dari laman resmi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), proses globalisasi telah membuat keanekaragaman budaya di dunia memudar. Hal ini dapat membuat peluang, tradisi, ingatan, cara berpikir dan ekspresi yang unik dari setiap daerah yang berbeda dapat menghilang.

Berdasarkan data PBB, terdapat setidaknya 43 persen dari sekitar 6000 bahasa yang digunakan di dunia terancam punah. Hanya beberapa ratus bahasa yang benar-benar telah mendapat tempat dalam sistem pendidikan dan domain publik, dan kurang dari seratus digunakan di dunia digital.

Bahasa adalah instrumen paling kuat untuk melestarikan dan mengembangkan warisan budaya, baik berwujud ataupun tidak berwujud. Hari Bahasa Ibu Internasional diperingati setiap tahunnya untuk mempromosikan sebagian dari peninggalan sejarah peradaban manusia sehingga keberadaannya tidak punah.

Bahasa adalah dasar dari segala jenis komunikasi, dan komunikasilah yang memungkinkan terjadinya perubahan dan pengembangan dalam kehidupan masyarakat.

Bahasa memainkan peran penting dalam pembangunan. Bahasa dapat memperkuat kerjasama antara dua pihak serta dapat mencapai pendidikan yang berkualitas untuk semua lapisan masyarakat.

Hari Bahasa Ibu ini pertama kali diusulkan oleh pria asal Bangladesh bernama Rafiqul Islam yang tinggal di Vancouver, Kanada. Rafiqul mengirimkan surat kepada Sekjen PBB dan mendesak lembaga perdamaian dunia tersebut untuk mengambil tindakan penyelamatan pada bahasa-bahasa di dunia yang jumlahnya kian menipis.

Pada 21 Februari 1952, masyarakat Bangladesh telah terlibat konflik dengan masyarakat Pakistan terkait penggunaan bahasa nasional di negara Asia Selatan tersebut. Sebagian besar penduduk Pakistan berasal dari Bangladesh, sehingga mereka menuntut penggunaan bahasa Bangla sebagai bahasa nasional daripada bahasa Urdu yang digunakan saat itu.

Masalah ini kemudian memicu pemberontakan hingga memakan korban jiwa. Peristiwa ini pun masuk dalam catatan sejarah hingga akhirnya diperingati sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional. (Marizke/R)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Komitmen Pemerintah Wujudkan Kemandirian Ekonomi Papua Melalui Lumbung Pangan Nasional

*) Oleh : Ratna Juwita Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto telah menunjukkankomitmen kuat untuk melakukan pembangunan Lumbung Pangan Nasional di Kabupaten Merauke, Papua. Melalui program ini, diharapkan Papua tidak hanyamenjadi daerah yang mandiri dalam hal pangan, tetapi juga menjadi motor perekonomian yang memberikan dampak positif bagi seluruh masyarakat.  Sejak diluncurkan, program Lumbung Pangan Nasional yang berbasis di KabupatenMerauke ini mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak. Salah satunya adalahtokoh masyarakat adat Papua, Bonefasius Muenda, yang mengungkapkan bahwaPresiden Prabowo Subianto memiliki perhatian besar terhadap pembangunan di Papua. Menurut Muenda, upaya pemerintah untuk menjadikan Merauke sebagai Lumbung Pangan Nasional mencerminkan niat tulus Presiden Prabowo untuk menyejahterakanmasyarakat Papua. Hal ini tidak hanya terlihat dari kebijakan yang digulirkan, tetapijuga dari langkah konkret yang telah diambil untuk membangun infrastrukturpendukung, membuka lapangan pekerjaan, serta mendorong keterlibatan masyarakatdalam proses pembangunan. Menurutnya, program ini akan memberikan dampak langsung terhadap ekonomimasyarakat setempat, yang selama ini lebih banyak bergantung pada sektortradisional dan terbatas pada kegiatan pertanian subsisten. Melalui Lumbung Pangan Nasional, Merauke akan menjadi daerah yang tidak hanyamengelola hasil pertanian untuk kebutuhan lokal, tetapi juga untuk mendukungketahanan pangan nasional. Dengan lahan yang subur dan potensi besar dalamsektor pertanian, Merauke menjadi pilihan ideal untuk menjadi pusat produksi pangan, baik untuk konsumsi lokal maupun ekspor. Kemudian, Presiden Prabowo juga akan membangun sejumlah infrastrukturpendukung berupa dermaga di Wanam dan jalan sepanjang 135 kilometer dariWanam ke Muting. Infrastruktur tersebut akan memberikan akses bagi petani untukmengangkut alat-alat pertanian dan hasil panen. Dengan kondisi lahan yang rata dan berawa,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini