MATA INDONESIA, JAKARTA – Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme sudah lama ada di zaman kolonial, tepatnya saat Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) menguasai Indonesia.
Persekutuan dagang asal Belanda yang berdiri pada 20 Maret 1602 ini akhirnya bangkrut karena praktik KKN para pejabat dan pegawainya. Tak kurang sekelas Gubernur Jenderal, pimpinan tertinggi Belanda di Indonesia saat itu tak kuasa untuk memberantas praktik KKN di VOC.
Salah satunya adalah Christoffel Van Swoll.
Awalnya Van Swoll terpilih menggantikan Abraham Van Riebeeck pada tahun 1713. Van Swoll yang lahir di Amsterdam tahun 1663 sebelum menjadi gubernur jenderal adalah asisten dalam dinas VOC. Van Swoll menjabat sebagai Gubernur Jenderal VOC dari tahun 1713 sampai ia meninggal pada 12 November 1718.
Selama 5 tahun ia menjabat ia mencoba untuk memberantas praktek manipulasi di tubuh VOC. Ia kesulitan mengawasi para pejabat VOC yang menghalalkan segala cara seperti melakukan korupsi, pemungutan liar (Pungli) untuk mendapatkan pemasukan tambahan. Pemerasan, penyelundupan, dan juga perdagangan swasta mereka lakukan karena para pejabat dan pegawai VOC ini gajinya kecil. Padahal mereka harus menghidupi keluarganya di Belanda.
Praktik ini tidak hanya berlaku bagi pejabat-pejabat kecil. Namun juga sekelas pejabat tinggi sekelas Gubernur Jenderal.
Sebagian Gubernur Jenderal saat itu hanya bergaji 700 Gulden. Mereka bisa menjadi orang kaya baru setelah selesai dari jabatannya.
Salah satu contohnya adalah Gubernur Jenderal Joan Van Hoorn yang menjabat pada tahun 1704. Van Hoorn bisa menjabat sebagai Gubernur Jenderal VOC karena ada praktik nepotisme mertuanya. Seusai ia menjabat sebagai Gubernur Jenderal, Van Hoorn kembali ke Belanda membawa tak kurang dari 10 juta Gulden. Hasil yang sangat besar untuk Gubernur Jenderal yang menjabat hanya selama 5 tahun dengan gaji 700 Gulden.
Integritas dan sikap keras Van Swoll pun menghadapi praktik seperti berjalan di tempat. Meski ia terkenal jujur, Van Swoll tak bisa memberantas praktik KKN anak buahnya. Para bawahannya cenderung mengabaikan dan tak peduli akan kehadiran dia.
Ia pun stress dan jatuh sakit sampai meninggal saat ia menjabat sebagai gubernur jenderal.
Reporter: Desmonth Redemptus Flores So