Soekarno dan Soedirman Pernah Berselisih Saat Agresi Belanda

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Dua pemimpin besar Indonesia, Jenderal Soedirman dan Presiden Soekarno pernah berselisih paham ketika menghadapi Agresi Militer Belanda pada 18 Desember 1948.

Kekecewaan Soedirman bukan lah hal yang sepele. Ia kecewa atas putusan para pemimpin dalam sidang yang memutuskan tidak akan mempertahankan Yogyakarta dalam serangan itu. Para pemimpin sipil pun tak bergabung dengan Soedirman untuk bergerilya. Hal ini lah yang membuatnya sangat kecewa pada para pemimpin saat itu.

Karena kondisinya yang sedang sakit, Soekarno membujuk Soedirman untuk tetap berada di dalam kota. Ia berjanji akan menghubungi komandan Belanda agar Soedirman dirawat terlebih dahulu. Namun, tawaran itu ditolak mentah-mentah oleh Soedirman.

Di saat-saat genting menghadapi Belanda, Soedirman menghadap untuk menemui Soekarno. Ia meminta agar Soekarno turut bergerilya bersama dirinya.

“Saya minta dengan sangat agar Bung Karno turut menyingkir. Rencana saya akan meninggalkan kota ini dan masuk hutan” katanya.

Namun, presiden pertama Indonesia itu bersikeras untuk tetap tinggal. “Dirman, engkau seorang prajurit, tempat mu di medan perang dengan anak buah mu. Tempat mu bukan pelarian ku. Aku harus tinggal di sini dan mungkin bisa berunding dengan untuk kita memimpin rakyat kita” katanya.

Saat itu, Soekarno yakin jika diplomasi yang sedang direncanakan nya mampu membuat Indonesia mendapat dukungan dari dunia Internasional dalam melawan Belanda. Tetapi, Soedirman menilai jika Belanda sudah mengingkari janjinya, sehingga tidak ada gunanya lagi melakukan diplomasi.

Soedirman pun memperingatkan Soekarno jika Belanda mungkin akan membunuh dirinya. Namun, Soekarno tidak merasa takut. Ia mengatakan jika akan sangat memalukan seorang presiden tertangkap di hutan belantara.

Sementara Soedirman memimpin perang gerilya, Soekarno dan Moh Hatta segera ditangkap oleh pasukan baret hijau Belanda. Namun sebelum ditangkap, Soekarno memberi perintah pada Sjafruddin Prawiranegara untuk melakukan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia.

Tak butuh waktu lama, Yogyakarta berhasil diambil alih oleh Belanda. Untuk menghadapi ini Soedirman mengeluarkan Peirntah Siasat Nomor 1 yang berisi tiga perintah, yakni TNI tak perlu mempertahankan kota-kota besar, mengungsi dalam waktu yang lama, dan perlawanan yang dilakukan adalah gerilya.

Lewat sebuah surat yang ditulis oleh Soekarno dengan penuh hormat kepada Soedirman, ia meminta sang jenderal itu untuk turun dari hutan dan kembali ke Yogyakarta. Dengan berat hati, Soedirman memenuhi permintaan orang nomor satu di Indonesia itu.

Pada tanggal 10 Juli 1949, Soedirman memenuhi panggilan presiden. Pertemuan antar dua pemimpin itu berlangsung sangat mengharukan. Di Istana Presiden Yogyakarta, Soekarno merangkul Soedirman yang mengenakan mantel tipis dan lusuh.

Pelukan hangat Soekarno dan sikap lapang dada Soedirman mengakhiri perselisihan diantara keduanya.

Reporter: Diani Ratna Utami

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Perang Melawan Judi Online: Prioritas Presiden Prabowo Menjaga Moral dan Keamanan Bangsa

Oleh: Gusti Ayu Putri Alviana *) Perkembangan teknologi digital di era modern membawa kemudahan dan membuka peluang bagi aktivitas ilegal yang mengancam...
- Advertisement -

Baca berita yang ini