Soeharto yang Memperkenalkan Batik ke Dunia Internasional

Baca Juga

MATA INDONESIA,  JAKARTA – Tepat hari ini, Sabtu, 2 Oktober 2021 adalah hari batik nasional. Batik adalah kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain itu. Pengolahannya melalui proses dengan cara tertentu yang memiliki kekhasan budaya lokal.

Batik merupakan warisan dunia milik Nusantara. UNESCO menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisandan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) pada 2 Oktober 2009 oleh UNESCO.

Sejak keputusan itu, maka setiap tanggal 2 oktober diperingati sebagai Hari Batik Nasional.

Awalnya, batik hanya digunakan untuk pakaian raja, keluarga kerajaan, para pekerja di dalam kerajaan. Karena pekerja di kerajaan tinggal di luar keraton, mereka sering membawa pekerjaan membatik ke luar kerajaan.
Tak lama kemudian banyak masyarakat yang meniru membuat batik. Awalnya, kegiatan membatik ini hanya dikerjakan oleh perempuan saja untuk mengisi waktu senggang lalu berkembang menjadi pekerjaan tetap perempuan pada masa itu. Saat ini, membuat batik dapat dilakukan oleh siapa saja. Tidak ada yang dapat memastikan kapan batik tercipta, tetapi batik sudah ada sejak zaman Majapahit silam dan terus berkembang pada raja-raja selanjutnya.

Zaman Majapahit

Batik yang yang tumbuh di kerajaan Majahit dapat ditelusuri di daerah Mojokerto dan Tulungagung. Pada waktu itu, daerah Tulungagung terkenal dengan nama daerah Bonorowo. Daerah itu dikuasai oleh seorang yang benama Adipati Kalang, yang tidak mau tunduk kepada kerajaan Majapahit.
Saat itu Majapahit sedang berkembang. Adipati Kalang kemudian tewas dalam aksi polisionil yang dilancarkan oleh Majapahit di sekitar desa yang sekarang bernama Kalangbret. Keluarga kerajaan Majapahit dan tentaranya kemudian menetap di wilayah Bonorowo dan membawa kesenian batik ke wilayah tersebut.
Pada akhir abad ke 19, terdapat beberapa orang pengrajin batik mulai muncul di Mojokerto. Saat itu, bahan-bahan yang dipakai untuk membatik hanya kain putih yang ditenun sendiri dan menggunakan bahan-bahan tradisional. Pada akhir perang dunia pertama, batik cap mulai dikenal di mojokerto yang diperkenalkan oleh pedagang Cina bersamaan dengan masuknya obat-obat pewarna batik dari luar negeri. Meskipun batik dikenal sejak jaman Majapahait, namun batik mulai menyebar sejak pesatnya perkembangan batik di daerah Solo dan Yogyakata, pada zaman kerajaan di daerah ini.
Hal itu tampak dari perkembangan batik di Mojokerto dan Tulungagung yang dipengaruhi corak batik Solo dan Yogyakarta.

Zaman Penyebaran Islam

Perkembangan batik saat zaman penyebaran islam dapat ditelusuri di Jawa Timur, khususnya di daerah Ponorogo. Konon, di daerah Batoro Katong, terdapat seorang keturunan dari kerajaan Majapahit yang bernama Raden Katong yang merupakan adik dari Raden Patah.
Batoro Katong inilah yang membawa agama Islam ke Ponorogo. Selanjutnya, di Ponorogo, di daerah Tegalsari terdapat sebuah pesantren yang diasuh oleh Kyai Hasan Basri. Kyai Hasan ini menjadi menantu raja di Keraton Solo pada saat itu. Istrinya yang berasal dari Solo yang membawa seni batik keluar dari keraton menuju ke Ponorogo.
Di samping itu, banyak pula keluarga kraton Solo belajar di pesantren milik Kyai Hasan. Batik di kancah internasional.

Internasional

Batik mulai dikenal oleh masyarakat luar negeri sejak diperkenalkan oleh presiden kedua Indonesia, Soeharto pada pertengahan tahun 80-an dengan memberikan batik sebagai cinderamata bagi tamu-tamu negara.
Tak hanya itu, Presiden Soeharto juga mengenakan batik saat menghadiri konferensi PBB yang membuat batik semakin terkenal. Sejak pengukuhan batik menjadi warisan budaya Indonesia pada tanggal 2 Oktober 2009 silam, perkembangan batik di Indonesia makin pesat.
Berbagai macam batik dengan motif-motif baru serta corak dengan warna yang lebih menarik semakin bertambah. Pada awal kemunculannya, motif batik terbentuk dari simbol-simbol yang bernuansa tradisional Jawa, Islami, Hinduisme, dan Budhisme. Seiring dengan perkembangan teknologi, pembuatan batik pun juga tidak terbatas dengan menggunakan canting atau biasa disebut batik tulis. Batik cap yang dibuat menggunakan cap atau alat semacam stempel muncul untuk mempercepat waktu pembuatan batik. Namun, batik cap kurang diangap memiliki nilai seni dan dihargai dengan murah dibandingkan dengan batik tulis.

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini