Perseteruan Inggris Melawan Roman Abramovich

Baca Juga

MATA INDONESIA, LONDON – Dua hal yang diingat saat membicarakan Roman Abramovich. Pemilik klub sepakbola Chelsea dan Konglomerat asal Rusia yang dekat dengan Presiden Vladimir Putin.

Dua hal inilah yang membuat Roman menjadi bahan pembicaraan dimana-mana. Apalagi, saat negaranya Rusia menyerang Ukraina dan tiba-tiba saja ia dikabarkan diracun oleh kelompok garis keras di Rusia karena kedekatannya dengan Putin.

Seluruh Dunia pun menyoroti kasus keracunan Roman. Apalagi, taipan Rusia ini  berada di urutan 137 orang paling kaya di dunia dengan harta bersih sebesar 13,9 miliar dolar AS. Angka tersebut jika dikonversi dalam mata uang rupiah setara dengan Rp 199,46 triliun (kurs Rp14.350).

Hidup Susah

Roman lahir di Saratov, di wilayah barat daya Rusia, beberapa ratus kilometer dari perbatasan dengan Ukraina, pada 24 Oktober 1966. Roman terlahir dari pasangan Arkady Abramovich dan juga Irina Otrowski Abramovich.

Sebelum menjadi seorang konglomerat, Roman adalah seorang pria yang banyak merasakan pahit getirnya kehidupan. Ketika ia masih berusia dua tahun, ibunya Irina Otrowski Abramovic meninggal dunia karena penyakit bakteremia. Ibunya sempat aborsi saat Roman berusia satu tahun. Aborsi dilakukan ibunya karena hidup miskin. Dua tahun kemudian. Roman juga ditinggalkan pula oleh sang ayah yang meninggal dunia karena kecelakaan ketika bekerja di perusahaan konstruksi.

Sejak saat Itu, Roman tinggal bersama kakek neneknya di Lithuania. Roman hidup serba hemat dan suhu musim dingin di titik terendah. ”Sejujurnya saya tidak bisa menyebut masa kecil saya buruk,” ujarnya kepada Guardian.

Dia meninggalkan bangku sekolah pada usia 16 tahun, bekerja sebagai mekanik dan berdinas sebagai tentara Rusia sebelum jualan mainan plastik di Moskow.

Dia meninggalkan bangku sekolah pada usia 16 tahun, bekerja sebagai mekanik. Ia juga melamar menjadi tentara Rusia sebelum jualan mainan plastik di Moskow.

Roman Abramovich (paling kiri) bersama teman-temannya saat berusia 20 Tahun di Moskow
Roman Abramovich (paling kiri) bersama teman-temannya saat berusia 20 Tahun di Moskow

Dia beralih ke bisnis parfum dan deodoran. Kepintaran Roman terlihat. Ia perlahan-lahan membangun pundi-pundi kekayaannya karena pintu keterbukaan dibuka lebar-lebar oleh pemimpin Uni Soviet saat itu, Mikhail Gorbachev, yang memungkinkan lebih banyak ruang bagi pengusaha.

Keruntuhan Uni Soviet, dan karenanya ada kebijakan negara atas berbagai aset mineral, memberikan lebih banyak peluang. Di usia 20, Roman Abramovich mendapat keberuntungan.

Di tahun 1988 Roman Abramovich pernah mendirikan sebuah pabrik boneka. Dari bisnis tersebut, usahanya meluas ke berbagai sektor seperti minyak, peternakan babi, dan investasi. Kemudian pada awal 1990-an sampai 1995, Abramovich sudah berhasil melikuidasi 20 perusahaan dan mendirikan lima perusahaan dagang. Saat itu, Roman berkonsentrasi pada perdagangan minyak.

Kemudian pada tahun 1995-1996, Roman Abramovich juga berhasil mendirikan 10 perusahaan lain. Di tahun tersebut Roman juga bekerja sama dengan Boris Berezovsky dalam pembelian saham pengendali perusahaan minyak Sibneft sebesar USD 100 juta, yang pada waktu itu bernilai sekitar USD 150 juta.

Namun setelah akuisisi, nilai Sibneft semakin melonjak. Kemudian di tahun 2005, Roman menjual 73% sahamnya di Sibneft kepada perusahaan gas raksasa Gazprom seharga USD 13 miliar. Dari penjualan saham tersebut, Roman mendapatkan keuntungan yang cukup tinggi.

Roman kemudian terlibat dalam “perang aluminium” pada 1990-an. Di mana kaum oligarki – mereka yang meraih kekayaan berlimpah dan kekuatan politik setelah runtuhnya Soviet – bertarung untuk menguasai industri yang luas ini. Namun ia memilih mundur karena takut dengan persaingan yang kejam. ”Setiap tiga hari, seseorang dibunuh,” ungkap Abramovich. Ancaman terhadap keselamatannya membuatnya enggan terlibat.

Politik

Sebagai seseorang yang kaya raya, Roman pun dekat dengan politisi. Dia menjadi sekutu Presiden Boris Yeltsin dan pemain di kancah politik Moskow pasca-Soviet. Ia bahkan memiliki apartemen di Kremlin untuk sementara waktu.

Ketika Yeltsin mengundurkan diri pada 1999, Roman Abramovich memilih mendekati mantan agen intelijen KGB Vladimir Putin. Pilihannya tak salah. Putin menjadi penguasa Rusia.

Vladimir Putin dan Roman Abramovich
Vladimir Putin dan Roman Abramovich

Roman adalah salah satu figur pengusaha yang cukup ulet Ia tidak mau bila hanya duduk-duduk dan berdiam diri saja, la bergerak agresif dan mengisi kekosongan waktunya dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat. Salah satunya adalah dengan membantu di Chukotka, sebuah kawasan miskin di daerah Siberia, Rusia. Pada waktu itu Roman mendirikan sebuah yayasan amal untuk membantu rakyat kecil di Okrug.

Berkat dedikasinya yang cukup tinggi terhadap rakyat kecil, Roman pun sempat menjadi gubernur di kawasan tersebut pada tahun 2000. Banyak hal yang sudah Roman lakukan ketika ia menjabat sebagai gubernur di daerah tersebut seperti membangun rumah sakit, berbagai macam tempat pendidikan, dan masih banyak lagi.

Roman melakukan semua dengan cinta. Ia pernah merasakan bagaimana sakitnya hidup tidak ada uang. Tidak ada jaminan kesehatan dan lain sebagainya. Modal dasar tersebutlah yang kemudian membuatnya ingin melakukan yang terbaik untuk masyarakat di Chukotka. Tak heran masyarakat Chukotka menyukai Roman. Itulah sebabnya mengapa masyarakat Chukotka kembali memilih Roman sebagai gubernur pada tahun 2005.

Tahun 2008 Roman mengundurkan diri sebagai gubernur. Ia fokus menjaga kepentingan bisnisnya sekaligus menikmati kekayaannya dengan memborong lukisan, perumahan dan kendaraan mewah.

Pindah ke London

Roman tertarik dengan sepak bola. Namun entah kenapa ia malah memilih pindah ke London dan membeli klub Chelsea pada Juni 2003. Untuk memiliki Chelsea, Roman mengeluarkan uang yang cukup banyak yaitu lebih dari 440 juta euro. Sejak kecil, Roman memang sudah sangat menyukai sepakbola.

Kekayaan Roman Abramovich mampu mendongkrak Chelsea meraih lima kali juara Liga Primer, dua juara Liga Champions dan lima Piala FA. Ia tak segan-segan mengelontorkan uang untuk membeli pelatih dan pemain terbaik.

Kekayaan Roman memang luar biasa. Di Inggris, ia punya rumah mewah dengan 15 kamar tidur di Kensington Palace Gardens di London barat, yang bernilai lebih dari 150 juta Poundsterling; sebuah flat di Chelsea; sebuah peternakan di Colorado; dan rumah liburan di French Riviera, Prancis.

Yacht miliknya – Solaris dan Eclipse – termasuk yang terbesar di dunia. Ia juga memiliki jet pribadi dan empat kapal pesiar yang luar biasa mewah.  Bloomberg, memperkirakan kekayaan Roman Abramovich sebesar USD  13,7 miliar, dan menempatkannya sebagai orang terkaya ke 128 di dunia. Sedangkan Forbes menyebutkan kekayaannya mencapai USD 12,3 miliar, serta menempatkannya di urutan ke-142.

Selain menjadi pemilik Chelsea, Roman juga mendirikan sebuah akademi sepakbola nasional. Melalui akademi tersebut tersebut, Roman berharap bisa mencetak bibit-bibit pemain sepakbola baru. Akademi tersebut juga sudah berhasil membuat 15 lapangan yang sangat besar di Rusia.

Diincar Inggris

Sejak membeli Chelsea, sebenarnya Pemerintah Inggris sudah mengincar Roman. Kecurigaan pemerintah Inggris karena Roman melakukan pencucian uang. Namun selama proses penyelidikan, tak satupun bukti yang bisa menjerat Roman.

Rumah mewah milik Roman Abramovich di London
Rumah mewah milik Roman Abramovich di London

Nah, saat Rusia menyerang Ukraina, Pemerintah Inggris akhirnya punya alasan untuk membekukan aset dan bisnis Roman. Inggris menyita Rumah Roman yang indah di London. Termasuk sejumlah karya seni dan klub Chelsea FC. Pemerintah Inggris yang tak tahu berterimakasih menudingnya terlibat dengan Putin dalam invasi Rusia ke Ukraina.

Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss mengatakan hubungan dekat antara Roman dengan Putin ia harus bertanggung jawab atas nasib rakyat Ukraina.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini