MATA INDONESIA, JAKARTA – Pada tahun 1910 hingga kekalahan Jepang pada Perang Dunia II tahun 1945, seluruh Semenanjung Korea telah diambil oleh pasukan Jepang.
Berakhirnya perang dunia II atas menyerahnya Jepang, terbentuklah Korea Utara dan Selatan. Diawali perang dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet. Terbitlah sebuah perjanjian yang bernama Zona Demiliterisasi Korea (DMZ), salah satu perbatasan yang mengerikan di dunia.
Zona Demiliterisasi Korea adalah sebuah jalur yang melintasi semenanjung korea yang berfungsi sebagai perbatasan antara Utara dan Selatan Korea. Zona ini sisa peninggalan perang dingin dengan penjagaan militer yang ketat.
Zona Demiliterisasi Korea ini masih eksis di dunia. Dapat dikatakan zona yang berbahaya, karena potensi konflik dan baku tembak antara militer Korea Selatan dan Korea Utara bisa terjadi kapan saja. Sampai saat ini DMZ masih dijaga ketat dan menjadi ‘area terlarang’. Artinya tak sembarang orang dapat memasuki wilayah tersebut. Kecuali, telah mendapatkan izin dari pemerintah dan pimpinan militer setempat. Tetapi Korea Selatan dan Korea Utara tak bertanggung jawab, jika orang yang memasuki wilayah tersebut menjadi korban saat terjadi konflik.
Perpisahan antara Korea ini berada di garis 38, yang secara kasar membagi Semenanjung Korea menjadi dua. Ada pula dua wilayah batasan administrasi antara Uni Soviet menduduki bagian utara, sementara Amerika Serikat menduduki bagian Selatan. Uni Soviet dan Amerika Serikat tak bisa menyatukan kembali negara tersebut. Sehingga pada tahun 1948 kedua negara mendirikan dua pemerintahan yang terpisah.
Setelah itu, Korea Utara mencoba untuk menyerang Selatan. Penyerangan ini berhasil dibendung oleh Korea Selatan. Namun, di antara dua tetangga ini menimbulkan bekas luka. Perang Korea bukan diakhiri dengan perjanjian damai, melainkan membuat kesepakatan gencatan senjata. Perbatasan antara kedua Korea ini dinamai Zona Demiliterisasi Korea (DMZ). Permusuhan ini diturunkan hingga ke putra Kim II Sung, yakni Kim Jong II setelah kematian ayahnya.
Mengutip Wikipedia, “Baik Utara maupun Selatan tetap bergantung pada negara sponsor mereka dari tahun 1948 hingga pecahnya Perang Korea. Konflik itu, yang merenggut lebih dari tiga juta jiwa dan membagi Semenanjung Korea menurut garis ideologis. Dimulai pada tanggal 25 Juni 1950, dengan invasi Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK) sepenuhnya melintasi paralel ke-38, dan berakhir pada tahun 1953 setelah intervensi internasional mendorong bagian depan perang mundur. Dalam Perjanjian Gencatan Senjata 27 Juli 1953, DMZ dibentuk saat masing-masing pihak setuju untuk memindahkan pasukan mereka mundur 2.000 m (1.2 mil) dari garis depan, menciptakan zona penyangga selebar 4 km (2.5 mil). Garis Demarkasi Militer (MDL) melewati tengah DMZ dan menunjukkan dimana garis depan saat perjanjian ditandatangani.”
Perjanjian gencatan senjata menjelaskan berapa banyak personel militer dan jenis senjata apa yang diizinkan di wilayah tersebut. Prajurit dari kedua sisi boleh patroli di dalam DMZ, tetapi mereka tidak boleh melintasi Garis Demarkasi Militer. Namun, tentara Republik Korea yang bersenjata berat patroli di bawah pengawasan polisi militer. Serta telah memahami setiap baris gencatan senjata. Dari kekerasan yang terjadi telah menewaskan lebih dari 500 tentara Korea Selatan, 50 tentara AS dan 250 tentara dari Republik Demokratik Rakyat Korea di sepanjang tahun 1953 dan 1999.
Di wilayah DMZ terdapat sebuah desa yang dikenal dengan Desa Perdamaian. Desa perdamaian merupakan pemukiman yang telah diizinkan oleh komite gencatan senjata untuk tetap berada dalam batas wilayah tersebut. Penduduk desa ini diatur dan dilindungi oleh Komando Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada tahun 2008, desa tersebut berpenduduk 218 jiwa. Penduduk desa perdamaian ini keturunan langsung dari orang-orang yang memiliki tanah sebelum Perang Korea 1950–1953.
Reporter: Azizah Putri Octavina