Monarki Berakhir Saat Runtuhnya Penjara Bastille

Baca Juga

MATA INDONESIA, PARIS – Udara lembab musim panas di Kota Paris, 14 Juli 1789 membuat suasana kota mode ini mencekam. Sebastien Hardy, pemilik toko di Rue Saint Jacques yang tak jauh dari Penjara Bastille menuliskan dalam catatan hariannya mengenai situasi panas di Paris.

Hardy mencatat, ribuan orang turun ke jalan. Isu beredar massa akan menyerbu penjara Bastille, yang menjadi simbol keangkuhan dan tirani kerajaan. Bernard Rene Jourdan, komandan utama penjara Bastille, menginstruksikan bawahannya untuk memperkuat amunisi dengan tambahan 250 barel mesiu. Ia tahu persis bahwa kekuatan pertahanan Bastille sangat lemah. Dan ini membuat massa yang sudah beringas ingin segera menyerbu penjara ini.

Penjara Bastille awalnya bukan berfungsi untuk penjara. Melainkan sebagai benteng pertahanan untuk melindungi sisi timur Paris dari serangan pasukan Inggris dan Burgundi saat berlangsungnya perang seratus tahun. Pembangunan Benteng ini pada tahun 1370, awalnya adalah hanya berupa gerbang besar yang terdiri dari tembok tebal dan dua menara setinggi 75 kaki.

Namun pada tahun 1383, Bastille berkembang menjadi benteng berbentuk persegi panjang yang terdiri dari delapan menara dengan tinggi 100 kaki. Di sekitar benteng ini ada parit setinggi 80 kaki. Penjara Bastille baru berfungsi sebagai penjara saat pemerintahan Raja Louis XIII.

"<yoastmark

Penjara yang memiliki 8 menara dengan dinding setinggi 25 meter (80 kaki) ini, hanya mampu menampung 50 tahanan saja. Sama halnya seperti penjara-penjara lainnya, penjara Bastille menahan para pelaku kriminal seperti pencuri, pemalsu data, orang yang menentang pemerintah atau Raja, dan tindakan kriminal lainnya.

Penjara Bastille juga memiliki fasilitas khusus seperti apartemen, untuk para tahanan yang mampu membelinya. Fasilitas khusus tersebut berada di lantai atas, sedangkan untuk para tahanan lainnya yang tidak mampu membeli fasilitas mewah tersebut ditempatkan di ruangan bawah tanah basah dengan rahasia oubliette.

Namun sebagian besar tahanan di penjara Bastille terdiri orang-orang  kelas atas yang menentang Raja Louis XIV.

Serbuan Siang Hari

Sebelum menyerang Bastile, para sans-cullotes—golongan ketiga dalam hierarki masyarakat Prancis—menyerbu Hotel des Invalides. Charles-François Virot, gubernur Paris menyerah tanpa perlawanan berarti. Ia sudah mengukur kekuatan rakyat yang tak mungkin terbendung lagi. Hanya satu korban jiwa dalam penyerbuan itu.

Penyerbuan Hotel des Invalides punya tujuan khusus yaitu merebut berbagai amunisi dan senjata yang cukup banyak jumlahnya. Dari sana, rakyat bergerak ke Bastille. Di hari kerusuhan itu, penjara Bastille hanya dihuni 7 orang narapidana. Mereka adalah kriminal biasa yang ditangkap karena pelanggaran ringan. Empat orang merupakan penipu dan pemalsu dokumen, dua orang mengalami gangguan kejiwaan, dan satu orang lagi adalah kriminal kelas teri.

Sebagian dari para penyerbu ini tak tahu kenapa Bastille menjadi sasaran serangan. Karena itu, sebenarnya tak ada yang tahu persis apakah penyerbuan Bastille akan menghasilkan kemenangan bagi sans-cullotes. Pada sore hari, ratusan sans-cullotes yang bersenjatakan pedang dan peralatan perang lain berkumpul di sekitar Bastille. Pasukan penjaga penjara optimistis dapat membendung massa

Bernard Rene Jourdan, komandan utama penjara Bastille memerintahkan anak buahnya untuk mengancam rakyat dengan 10 pon mesiu yang siap ditembakkan dengan meriam. Namun Jourdan lupa, ia hanya punya 80 orang tentara yang sudah tua. Jumlah massa terus bertambah banyak. Mereka curiga bahwa di dalam bangunan itu sebenarnya kosong dan penjaganya kurang. Massa mengirimkan dua orang utusan untuk masuk. Seorang deputi, Thuriot de la Rozière, datang dan menginstruksikan Jourdan untuk mencari jalan terbaik agar tak terjadi pertumpahan darah. Namun instruksi ini ditolak dengan dalih menunggu perintah langsung dari istana Versailles, kediaman Louis XVI.

Instruksi yang diharapkan tak pernah datang. Karena Raja Louis XVI punya jadwal pergi berburu. Lewat pukul 2 siang, tensi semakin meninggi dan jumlah massa kian banyak. Delegasi lain tiba di Bastille. Mereka adalah anggota komite tetap  dipimpin Delavigne dan Abbe Fauchet yang berharap mampu meredam ketegangan dengan membujuk Jourdan menyerahkan persenjataan kepada milisi yang mewakili seluruh rakyat Paris. Namun tawaran ini lagi-lagi ditolak. Akhirnya bentrok fisik pun terjadi.

"<yoastmark

Kala itu, massa memaksa bergerak dari area luar penjara menuju ke dalam dengan rusuh. Tak ada penembakan meriam . Tapi ketika massa sudah di dalam, terjadi tembak-menembak sengit antara penjaga dengan penyerbu. Segala upaya untuk meredam situasi yang terlanjur kacau. Jourdan tak berdaya. Setelah kehabisan tenaga dan amunisi, ia mengibarkan bendera putih tanda menyerah. Massa kemudian merampas sisa meriam dan mesiu.

Atas seruan seorang koki bernama Desnot, massa membawa Jourdan ke Hotel de Ville untuk mendapatkan peradilan dari beberapa tokoh masyarakat. Namun, belum sampai di de Ville, massa yang muka dengan sikap Jourdan kemudian membunuhnya. Massa mengarak kepalanya keliling kota Paris.

Awal Revolusi

Peristiwa kerusuhan Bastille ini menjadi penanda mulainya Revolusi Prancis. Setelah roboh, penjara Bastille pun tak pernah di bangun kembali. Kemenangan rakyat Prancis kemudian semakin sah ketika Louis XVI dan istrinya, Marie-Antoinette, mendapat hukuman berupa penggal kepala dengan guillotine pada 1793. Kemarahan rakyat Prancis terhadap raja cukup beralasan. Keadaan ekonomi mencekik rakyat. Mereka hidup susah dengan keadaan negara yang bangkrut. Di situasi yang mencekik itu, rakyat harus melihat pemimpin mereka hidup enak. Raja Louis XVI terkenal karena boros.

Belum dengan sistem pemerintahan yang menyusahkan. Orang kaya semakin berjaya. Sedangkan rakyat biasa harus bayar pajak tinggi padahal mereka juga miskin. Sebagai golongan ketiga, mereka meminta dua golongan di atas mereka untuk ikut bayar pajak. Raja Louis menolak permintaan tersebut.

Waktu itu, sulitnya ekonomi berimbas ke banyak hal. Harga pangan naik dan hasil panen buruk. Harga roti melejit tinggi. Belum lagi waktu itu mereka tidak punya banyak sisa panen sedangkan persediaan mereka mulai habis. Karena keadaan ini, rakyat menderita. Banyak orang kelaparan dan menganggur.

Keadaan yang sudah berantakan makin parah. Raja Louis XVI dan Ratunya, Marie Antoinette malah berusaha kabur. Rakyat yang sudah marah semakin berapi-api. Mereka mengurung pemimpin negara di penjara.

Dengan berbagai kondisi yang tidak mengenakan, akhirnya, mereka tidak tahan lagi. Melihat kesuksesan revolusi Amerika, mereka ingin hal yang sama. Mungkin perlawanan bisa membawa sebuah perubahan yang baik.

Banyak kekacauan terjadi di Juli 1789. Penjarahan hingga pembakaran berlangsung di sejumlah tempat. Sebenarnya tentara sudah turun untuk menenangkan massa tapi gagal. Yang ada, rakyat semakin marah.

Puncaknya, penyerbuan penjara Bastille.

Penulis: Deandra Alika Hefandia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Kondusifitas Kamtibmas Pilkada Papua 2024 Terjamin, Aparat Keamanan Mantapkan Kesiapan

PAPUA — Kondusifitas keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Papua 2024 terjamin, seluruh jajaran...
- Advertisement -

Baca berita yang ini