MATA INDONESIA, JAKARTA – Pada 11 September 2001, Amerika Serikat, khususnya di New York City dan Washington DC diguncang empat serangan bunuh diri pada pagi hari.
Sebanyak 19 teroris dari kelompok militan Al Qaeda membajak empat pesawat jet penumpang, lalu menabrakkan dua di antaranya ke menara kembar World Trade Center di New York.
Kurang dari dua jam, menara itu rubuh. Setelah itu pesawat ketiga menghantam Pentagon di Arlington, Virginia. Sementara pesawat keempat gagal melakukan aksinya setelah jatuh di Pennsylvania. Dalam rangkaian peristiwa ini, sekitar 3.000 jiwa meninggal dunia dan menjadi tragedi serangan teroris terburuk di dunia.
Hanya dalam hitungan jam, FBI langsung merilis nama-nama pembajak. Didapati salah satunya yang berperan sebagai komandan, yakni Mohamed Atta dari Mesir.
Atta meninggal dunia dalam serangan tersebut. Ia adalah orang yang mengemudikan salah satu pesawat yang ditabrakkan ke gedung kembar WTC.
Dari data yang dihimpun, Atta pernah menjadi mahasiswa arsitektur di Universitas Kairo, lalu pindah ke Universitas Hamburg di Jerman.
Saat berada di Jerman, Atta mulai terpapar ajaran Islam garis keras dan konservatif. Ia secara rutin menjadikan apartemennya sebagai pertemuan untuk merancang aksi teror.
Ia lalu bergabung dalam sebuah pelatihan di sebuah kamp yang dijalankan Al Qaeda, pada 1999. Setahun kemudian, ia dan seorang teman dari Hamburg, Marwan al-Shehhi, mengikuti sekolah penerbangan di Florida, sembari merencanakan serangan.
Dari penelurusan data tentang Atta, didapatilah nama Osama bin Laden dan keterlibatan Al Qaeda yang berbasis di Afghanistan.
Pada 27 September 2001, FBI mengeluarkan gambar 19 perampas beserta informasi kewarganegaraan dan nama-nama lain yang mungkin digunakan oleh mereka. Diketahui, 15 di antaranya berasal dari Arab Saudi, UEA dan Lebanon, serta Mesir.
Dalam majalah The American Spectator tahun 2006, disebutkan bahwa Atta dan 18 kawannya beraksi atas perintah Khalid Sheikh Mohammed bekerja sama dengan Osama bin Laden.