MATA INDONESIA, NEW DEHLI – India dikenal sebagai negara yang mempunyai wilayah-wilayah yang unik dan menyimpan misteri. Salah satunya adalah Desa Malana.
Wilayah ini dikenal sebagai penghasil ganja di India. Desa Malana berada di wilayah Himachal Pradesh, India Utara. Wilayah ini dikelilingi tebing-tebing yang curam dan selalu diselimuti salju.
Selama ratusan tahun sebuah desa kecil bernama Desa Malana yang terletak di kaki pegunungan Himalaya menanam ganja sebagai sumber pemasukan utama. Sehingga nama Desa Mala sudah tidak asing bagi para penggemar mariyuana.
Bahkan, proses pengekstraksian ganja di desa Malana tersebut sudah terkenal bagi para mafia narkoba. Sehingga melalui ganja, nama desa Malana mendunia. Selain itu, mengutip laman Wittyfeed, Malana merupakan wujud demokrasi tertua di dunia menurut penduduk setempat.
Desa ini berada di punggung bukit lembah Kullu yang subur. Desa Malana dulu hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki selama empat hari dari jalan terdekat. Pemandangan Desa Malana dipenuhi tetumbuhan hijau, sungai yang mengalir mengikuti lembah, serta puncak-puncak Deotiba dan Chandrakhani.
Ratusan wisatawan datang berduyun-duyun mendatangi desa ini untuk menikmati ganja. Para perajin meracik Malana Cream, sejenis ganja yang dilinting dan membuat mabuk bagi para pecandu amatir dari seluruh penjuru dunia.
Maka tak aneh, ketika para wisatawan datang ke sini hanya untuk menikmati ganja. Karena itu pulalah reputasi tersebut memicu kedatangan turis asing dan lokal ke desa terdekat di lembah Parvati. Kebanyakan turis datang memang untuk menjajal getah ganja yang segar dan tergolong berkualitas paling baik di dunia.
Banjirnya konsumen mengubah kehidupan desa. Tahun 2016 pemerintah lokal memperkirakan terdapat 240 hektare lahan ganja dengan hasil panen mencapai 12.000 kilogram. Jumlah aslinya diyakini jauh lebih tinggi mengingat banyaknya lahan tersembunyi di kaki-kaki gunung yang sulit dicapai oleh aparat keamanan.
Isolasi dari Wisatawan Asing
Dalam catatan sejarah, pada 326 SM, sejumlah pasukan Alexander dari Makedonia membangun tempat perlindungan di desa ini setelah perang melawan Porus, pemimpin di Punjab, India. Para serdadu sering disebut sebagai leluhur orang-orang Malana.
Artefak-artefak pada masa itu ditemukan, yaitu pedang dalam kuil. Hubungan genetik para serdadu Alexander belum pernah diteliti atau ditemukan. Hal ini membuat penduduk lokal tidak mengetahui asal mitos ini.
Orang-orang di Desa Malani mirip dengan orang Mediterania. Orang Malani ditandai dengan rambut dan mata berwarna coklat terang, hidung mancung dan kulit coklat gandum atau keemasan.
Kebanyakan, orang Malani mengenakan jubah tradisional berwarna coklat terang, topi dan sepatu rami. Sistem demokrasi di desa Malana sangat unik. Sistem ini merupakan salah satu yang tertua di dunia, mirip dengan demokrasi Yunani Kuno. Dalam sistem ini, terdiri dari majelis rendah dan tinggi.
Lembaga tersebut memiliki sentuhan spiritual unik. Di desa Malana, terdapat legenda tentang Jamlu Devta yang menerima anugerah dewa Hindu Siwa. Di desa ini, terdapat dua kuil yang diperuntukkan untuknya dan Renuka Devi, istrinya. Desa ini dihiasi rumah-rumah kayu dengan batu bata.
Terdapat majelis rendah berkumpul, kuil untuk Jamlu Devta. Di kuil ini juga, terdapat pilar pilar kayu yang lebar, pintu-pintu rumit, tulang-berulang, tengkorak dan bagian tubuh binatang kurban yang dipajang di dinding.
Tempat ini tidak boleh disentuh karena memiliki kesucian. Jika melanggar, akan dikenai denda sebesar 3.500 Rupee India. Hal ini ditunjukkan untuk kemurnian desa.
Menolak Foto
Sekarang ini, penduduk Malana menolak difoto. Foto-foto yang diambil para pengunjung dianggap oleh penduduk sebagai hinaan, karena menganggap Malana sebagai desa pedagang ganja saja.
Sehingga sejak saat itu, ketika berbelanja di Malana, maka penjual akan tetap meletakkan barang jualannya di konter dan akan meminta pembeli untuk meletakkan uangnya di sana, tanpa kontak fisik apapun. Di Malana, orang asing memang tidak boleh menyentuh apapun. Termasuk, tidak boleh menyentuh para wanita Malana. Orang-orang desa tersebut sangat protektif terhadap kaum wanitanya.
Reporter : Ade Amalia Choerunisa