M Natsir Satukan Nilai Islam dengan Demokrasi

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA- Seorang ulama, politisi, dan perjuang kemerdekaan Indonesia, yakni Mohammad Natsir. Ia juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia. Lalu, bagaimana sosok Natsir?

Natsir dikenal sebagai tokoh intelektual islam yang mampu menyatukan nilai islam dengan demokrasi melalui konsepnya yakni ‘Demokrasi Teistik’. Konsep tersebut menjunjung tinggi demokrasi, tetapi tetap mementingkan nilai-nilai ketuhanan.

Mohammad Natsir lahir pada 17 Juli 1908, di Alahan Panjang, Lembah Gumati, Kabupaten Solok, Sumatra Barat. Ayahnya bernama Idris Sutan Saripado seorang juru tulis kontrolir di Maninjau yang kemudian menjadi penjaga tahanan di Bekeru, Sulawesi Selatan. Sedangkan ibunya bernama Khadijah yang merupakan keturunan Chaniago.

Natsir dilahirkan dari keluarga yang taat terhadap aturan agama. Sejak kecil ia gemar mengaji dan menuntut ilmu agama. Ia memiliki 3 orang saudara kandung yang bernama Yukinan, Rubiah dan Yohanusun.

Pemimpin partai politik Masyumi ini, mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat Maninjau selama 2 tahun. Lalu ia pindah ke Hollandsch-Inlandsche School (HIS) di Padang. Selain belajar di HIS, Natsir juga belajar di Madrasah Diniyah pada malam hari. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).

Ketika di MULO ia bergabung dengan organisasi pemuda, yaitu Jong Islamieten Bond (JIB) dan Pandu Nationale Islamietische. Natsir dipercaya untuk menjadi ketuas JIB Bandung sejak tahun 1928 hingga 1932.

Politisi ini juga memperdalam ilmu agamanya di Bandung dalam bidang tafsir Alquran, hukum islam dan dialektika. Kemudian Nastsir juga berguru pada Ahmad Hassan yang kelak menjadi tokoh organisasi Persatuan Islam.

Pada September 1950, ia diangkat sebagai Perdana Menteri Indonesia kelima. Hal tersebut tak berlangsung lama, karena ia mengundurkan diri dari jabatannya pada 1951 setelah salah paham terhadap Presiden Soekarno. Dampak  perselisihan tersebut, akhirnya Natsir dipenjarakan oleh Soekarno.

Dalam dunia pendidikan, Natsir mendirikan Pendidikan Islam (Pendis). Tujuan Natsir mendirikan Pendis sebagai respons terhadap menjamurnya lembaga pendidikan sekuler di Bandung, menurutnya lembaga tersebut membawa kerusakan apabila tidak diimbangi dengan nilai-nilai agama. Ia menjabat sebagai direktur Pendis selama 10 tahun terhitung sejak 1932.

Di dunia politik, kariernya pasca kemerdekaan diawali sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) tahun 1945 hingga 1946. Kemudian ia diangkat menjadi ketua Masyumi hingga partai tersebut dibubarkan. Tumbangnya orde lama membuat Natsir tetap dianggap sebagai pemimpin yang disegani sekaligus ‘dikhawatirkan’ oleh pemerintah orde baru.

Adapun pendapat Natsir dalam sebuah jurnal yang dipublikasikan Universitas Sumatera Utara, ia berpendapat bahwa agama harus dijadikan pondasi dalam mendirikan suatu negara. Dalam hal ini agama bukan semata-mata suatu sistem peribadahan. Islam lebih dari sebuah sistem tersebut, yang merupakan suatu kebudayaan atau peradaban yang sempurna.

Di kancah internasional Natsir pernah menjabat sebagai presiden Liga Muslim se-Dunia (World Muslim Congress) dan ketua Dewan Masjid se-Dunia.

Mohammad Natsir juga aktif menulis dan aktif di dunia jurnalistik. Karya tulisan pertamanya diterbitkan di berbagai majalah Islam. Ia juga menuliskan ratusan artikel dan kurang lebih 45 buku. Tulisannya lebih fokus pada politik dan tentang Islam.

Saat di Bandung ia menikahi Nurnahar dan dikaruniani 6 orang anak. Selain senang dengan dunia politik dan ajaran Islam, ia juga senang memainkan biola.

Pada tahun 1993 Mohammad Natsir menghembuskan nafas terakhirnya di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Ia meninggal pada 6 Februari 1993 dan dimakamkan sehari setelah ia meninggal dunia. Walaupun di orde baru dan orde lama ia sering dicap sebagai pemberontak, namun Natsir adalah cendekiawan yang berjasa mengembangkan pemikiran demokrasi di Indonesia.

Reporter: Azizah Putri Octavina

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Memperkokoh Kerukunan Menyambut Momentum Nataru 2024/2025

Jakarta - Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024/2025, berbagai elemen masyarakat diimbau untuk memperkuat kerukunan dan menjaga...
- Advertisement -

Baca berita yang ini