MATA INDONESIA, MASSACHUSETTS – Di Amerika, Timothy Dexter, pengusaha yang hidup di tahun 1800 an adalah lelucon dan contoh orang yang mendapatkan keberuntungan.
Banyak kisah menarik yang kemudian menjadi legenda Lord Dexter, sebutan Timothy. Salah satu yang menarik dari sekian banyak kisah tersebut adalah pemalsuan kematian Dexter. Hal ini dilakukan Dexter karena ingin melihat reaksi orang-orang terdekatnya.
Dexter mempersiapkan semuanya dengan rapih. Ia keluar kota dan kemudian memberi kabar kepada keluarga dan teman-temannya bahwa dirinya meninggal. Seorang pria, ia bayar untuk menjadi pendeta. Ia pun menyewa beberapa orang untuk mengusung keranda mayat yang menyerupai dirinya. Kuburan pun disiapkan di depan rumah, supaya ia bisa melihat langsung siapa saja yang datang.
Tak disangka, 3.000 orang hadiri di pemakamannya. Ia bersembunyi dan melihat satu demi satu ekspresi para pelayat. Betapa kagetnya dia, ketika melihat istrinya tidak bersedih melihat jenazahnya ketika dikuburkan. Dexter masuk ke rumah dan kemudia menuju dapur. Disana ia kemudian memukul istrinya. Teriakan istrinya membuat para pelayat mendatangi rumah Dexter. Mereka pun kaget, Dexter ternyata segar bugar dan istrinya berteriak-teriak karena dipukuli.
Lord Timothy Dexter memang unik dan penuh dengan keberuntungan. Ia sebenarnya lahir dari keluarga miskin pada abad 18 di Malden, Massachusetts. Dexter hanya bersekolah sebentar dan putus sekolah karena tidak ada biaya. Di usia 8 tahun dia membantu kedua orang tuanya menjadi petani. 6 tahun berlalu ia pindah ke Boston untuk belajar berdagang dan saat itu ia magang di sebuah toko pembuat baju kulit selama tujuh tahun lamanya, Setelah ia merasa cukup atas ilmu yang dipelajari, ia mulai membangun usahanya sendiri dan menjadi seorang pembuat baju kulit.
Pada malam Boston Tea Party dia bertemu seorang perempuan bernama Elizabeth Frothingham, seorang janda empat anak yang berumur lebih tua dari Dexter. Perempuan ini memiliki uang dan memiliki toko kulit yang ditinggalkan almarhum suaminya. Segera saja Dexter menikah dengan perempuan ini dan pindah ke rumah besar milik Elizabeth di Boston. Dexter saat itu berusaha menjual apa saja untuk menghasilkan uang. Tak disangka apapun yang ia jual pasti laku dengan harga tinggi walaupun sebetulnya kesuksesan yang ia peroleh tidak jauh dari keberuntungan yang ia dapatkan.
Selain menjadi pedagang dan pembuat baju kulit, kekayaan Dexter berawal saat Perang Saudara Amerika. Seorang kawannya berusaha menipu dia dengan menyuruh membeli mata uang kontinental (uang yang berlaku di wilayah selatan) sebanyak-banyaknya. Dengan lugu ia menghabiskan uang tabungannya untuk membeli banyak uang kontinental. Ternyata keluguannya berbuah hasil. Pemerintah Amerika Serikat justru menaikan uang kontinental diluar kurs yang berlaku. Akibatnya Dexter pun mendadak kaya.
Dexter pun kemudian membeli dua buah kapal yang digunakan untuk kelancaran bisnisnya. Tujuan kapal ini ke Hindia Barat (Indonesia) dan Eropa.
Karena dia tak berpendidikan, naluri bisnisnya sering dianggap aneh. Namun Dexter meskipun lugu justru dia lebih cerdik dibandingkan kawan-kawannya. Misalnya dia disarankan kawannya untuk mengirimkan penghangat tempat tidur ke Indonesia. Ternyata sampai di Hindia Barat, penghangat tempat tidurnya laku keras karena digunakan untuk industri Molase.
Selain itu, suatu saat orang-orang bercanda dengannya untuk mengirim batu bara ke Newcastle Inggris. Dexter ternyata melakukannya. Padahal Newcastle dikenal sebagai daerah penghasil batu bara nomer satu di dunia. Siapa sangka, saat kapalnya tiba di Newcastle, ternyata di daerah itu sedang terjadi pemogokan penambang. Alhasil, batu bara yang dikirimkan olehnya dibeli mahal oleh para pengguna Batu Bara di Newcastle.
Pada kesempatan lain, seorang kawannya mengatakan bahwa dia bisa menghasilkan uang dengan mengirimkan sarung tangan ke daerah di Kepulauan Laut Cina Selatan. Saat kapalnya tiba di sana ternyata bersamaan dengan keberangkatan Kapal Portugis yang sedang mencari sarung tangan untuk dijual ke Cina.
Dexter juga menjual Alkitab ke kawasan Hindia Timur, kucing-kucing liar ke Karibia. Ternyata alkitabnya diborong para misionaris yang sedang membutuhkan alkitab. Tak hanya itu Pemerintah Karibia juga sedang dipusingkan dengan hama tikus yang menyerang kawasan pertaniannya.
Akhirnya Timothy Dexter dikenal sebagai pebisnis ulung. Kekayaanya berlimpah. Dia membeli rumah besar di Newburyport. Ia mendekorasi rumahnya di Newburyport dengan menara, hiasan Elang Emas di atap rumahnya dan membangun taman dengan patung-patung orang terkenal seperti George Washington , William Pitt , Napoleon Bonaparte , Thomas Jefferson, dan dirinya sendiri.
Itu bertuliskan, “Saya yang pertama di Timur, yang pertama di Barat, dan filsuf terbesar di Dunia Barat”. Dexter juga membeli perkebunan di Chester, New Hampshire.
Hubungan Dexter dengan istrinya semakin memburuk setelah kejadian pemalsuan kematiannya. Dia pun tidak mau memberikan warisan kepada anak-anak tirinya.
Pada usia 50, Dexter menulis buku A Pickle for the Knowing Ones yang isinya soal keluhan dia tentang politisi, pendeta dan istrinya. Buku itu berisi 8.847 kata dan 33.864 huruf, tetapi tanpa tanda baca dan dengan ejaan dan kapitalisasi yang tidak lazim.
Bukunya laku keras hingga dicetak sampai delapan kali.
Di usia yang sudah tua, Dexter menjadi peminum. Namun sekali lagi dia masih memiliki naluri bisnis. Pengarang Irving Wallace mencatat Dexter justru menemukan kekayaannya saat dia mabuk. Dia tidak pernah minum di pagi hari dan tidak pernah berbisnis di sore hari.
Dexter meninggal pada usia 59 pada 26 Oktober 1806. Ia wariskan uangnya untuk perawatan orang miskin di Newburyport.
Reporter : Ananda Nuraini