MINEWS, JAKARTA-10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan. Tanda dimana kisah para pejuang yang berhasil mengorbankan dirinya merebut tanah air Indonesia dari para penjajah.
Di era modern ini, Pahlawan tidak lagi seseorang yang berperang melawan penjajah dengan senjata. Namun, Pahlawan yang memang memiliki kemampuan berperang membesarkan serta membawa kemajuan suatu intansi yang ia pimpin.
Salah satunya Pahlawan di pemerintahan, yang berhasil mengembangkan perusahaan yang di pimpinnya. Ia adalah Karen Agustiawan, wanita yang pernah menjabat sebagai dirut Pertamina periode 2009-2015.
Dirinya merupakan orang pertama yang menahkodai perusahaan pelat merah itu. Sebagai pemimpin wanita pertama, Karen terbilang cukup sukses membawa Pertamina mendunia selama kepemimpinannya.
Sosok Karen mulai menjadi sorotan perusahaan migas dunia sejak ia berani melakukan pembelian aset milik Conoco Philips di Aljazair pada Desember 2012 lalu.
Tak sampai disana, pada 2013, ia membawa Pertamina pertama kali masuk ke dalam deretan 500 perusahaan dengan pendapatan terbesar di dunia versi majalah Fortune.
Sejarah itu merupakan sebuah kebanggaan sebab, masuk dalam daftar FORTUNE Global 500 merupakan sebuah simbol keberhasilan perusahaan. Selain itu, ditahun yang sama Pertamina berhasil berpendapatan total 71,1 miliar dolar AS. Dengan peningkatan laba sebesar 11 persen.
Selanjutnya, ditahun 2014 Karen kembali membawa Pertamina menduduki posisi 123 dan mengalahkan perusahaan dunia lainnya seperti, PepsiCo diurutan 137, Unilever 140, Google 162 dan Caterpillar diurutan 181.
Wanita kelahiran 19 Oktober 1958 ini juga pernah masuk ke dalam daftar 50 wanita pelaku bisnis paling kuat di Asia versi majalah Forbes tahun 2011. Tak main-main ia bahkan menduduki urutan teratas.
Keputusannya meninggalkan Pertamina ditahun 2014 sempat menjadi sorotan. Lantaran banyak kabar yang beredar penyebab ia mundur karena adanya tekanan politik dari pihak tertentu.
Setelah mundur dari jabatannya, ia kemudian hijrah ke Amerika dan mengajar di Harvard University. Namanya tak pernah lagi disebut dimedia dalam waktu yang lama.
Sampai namanya kembali terdengar saat kasus dugaan korupsi investasi Pertamina di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009 menguap. Karen didakwa terbukti memperkaya orang dalam investasi tersebut.
Ia dianggap melakukan investasi tanpa adanya pembahasan dan persetujuan dengan pihak komisaris Pertamina. Atas tuduhan itu, Karen dituduh merugikan negara sebesar Rp 568 miliar.
Namun ada yang menarik dari proses peradilan Karen. Salah satu anggota hakim bernama Anwar sempat memaparkan dissenting opinion atau pendapat yang berbeda dengan hakim lainnya.
Anwar menganggap Karen tidak menyalahgunakan wewenang karena, keputusan yang diambil perusahaan memang seharusnya dilakukan oleh pihak direksi bukan komisaris. Keputusan Karen untuk berinvestasi pada Blok BMG merupakan sebuah risiko bisnis.
Meskipun begitu, wanita lulusan Teknik Fisika ITB ini tetap divonis 8 tahun kurungan. Padahal Karen sendiri merasa tidak merugikan negara sepeser pun dari investasi tersebut.
Karirnya yang cemerlang dan membawa Pertamina mendunia, berbanding terbalik dengan apa yang ia dapatkan sekarang. Karen boleh dianggap sebagai pahlawan Pertamina yang membawa perusahaan pelat merah tersebut menjadi raksasa seperti sekarang. (Hutri Dirga)