MATA INDONESIA, JAKARTA – Khadijah, merupakan istri pertama dari Nabi Muhammad SAW. Ia adalah orang yang pertama kali memeluk islam. Tak hanya itu, dirinya yang tanpa pamrih membantu suaminya untuk menyebarkan agama Islam menjadi inspirasi bagi wanita di era modern ini.
“Dia benar-benar luar biasa. Bahkan perempuan modern pun ingin mencapai apa yang dia capai 1.400 tahun yang lalu.” Ujar Asad Zaman, seorang imam dari kota Manchester, Inggris, saat menggambarkan Khadijah, perempuan yang lahir pada abad ke-6 di Arab Saudi.
Tidak seperti biasanya pada zaman itu, Khadijah lah yang memilih dan melamar suami keduanya. Usianya saat itu 40 tahun, sedangkan calon suaminya yang bernama Muhammad berusia 25 tahun dan berasal dari keluarga sederhana.
Kisah cinta ini bukanlah sekedar kisah cinta biasa melainkan menjadi asal mula agama terbesar kedua di dunia, Islam.
Mengutip BBC, Robert Hoyland, seorang profesor sejarah Timur Tengah Kuno di Universitas New York, mengaku kesulitan menggambarkan Khadijah karena informasi yang didapatkan mengenai dia ditulis bertahun-tahun setelah Khadijah meninggal dunia. ”Kebanyakan sumber menunjukkan bahwa Khadijah adalah seorang perempuan dengan “ambisi jiwa yang bebas, dan kemauan yang sangat kuat,” kata Hoyland. Salah satunya menolak untuk menikahi sepupunya karena dia ingin menjadi orang yang memilih pasangannya sendiri.
Ini mengherankan. Di zaman tersebut, ketika perempuan di Arab sulit menentukan pilihannya, Khadijah malah sebaliknya. Tak hanya itu, sebagai putri seorang pedagang, Khadijah mengubah bisnis keluarganya menjadi sebuah kerajaan dagang. Setelah ayahnya meninggal dalam pertempuran, dia mengambil alih bisnis.
“Dia jelas terbiasa berdiri di atas kaki sendiri,” kata sejarawan dan penulis Bettany Hughes. Menurutnya kemampuan bisnis Khadijahlah yang kelak membawanya ke jalur yang pada akhirnya mengubah sejarah dunia.
Khadijah mengelola bisnisnya dari Mekah (Arab Saudi), dan usahanya membutuhkan banyak karavan untuk mengangkut barang ke dan dari kota-kota terbesar di Timur Tengah. Meskipun sebagian dari kekayaannya berasal dari keluarganya, Khadijah menghasilkan banyak hartanya sendiri.
Khadijah juga merekrut stafnya sendiri dengan memilih orang-orang dengan keterampilan khusus untuk kepentingan bisnisnya. Saat itu Khadijah mendengar ada seorang anak muda yang punya reputasi sangat jujur dan pekerja keras. Saat Khadijah pertama kali bertemu, ia pun tertarik dan kemudian merekrutnya menjadi pegawai yang membawa salah satu karavannya.
Sikap dan pekerjaan yang dilakukan anak muda itu membuat Khadijah mengagumi keuletannya. Seiring berjalannya waktu, Khadijah sangat terkesan dengan anak muda. Anak muda itu bernama Muhammad, seorang yatim piatu yang dibesarkan oleh pamannya Abu Thalib.
Khadijah pun melamar Muhammad untuk menjadi pasangannya. Mereka kemudian memiliki empat anak, meskipun hanya anak-anak perempuannya yang bertahan hidup sampai dewasa. Beberapa tahun setelah pernikahannya, Muhammad berkelana ke pegunungan sekitar Mekah untuk beribadah.
Muhammad SAW menerima wahyu dari Tuhan melalui Jibril, malaikat yang pernah mengumumkan kepada Maria bahwa dia akan menjadi ibu Nabi Isa. Melalui inilah Alquran, kitab suci Umat Islam, diturunkan kepada Muhammad.
Dikatakan bahwa ketika Muhammad menerima wahyu pertama, dia merasa takut karena tidak mengerti apa yang terjadi. “Dia tidak bisa mengerti apa yang dia alami. Dia tidak memiliki titik acuan, karena tidak dibesarkan dengan pemahaman tentang monoteisme, tentang Tuhan,” kata Fozia Bora.
Muhammad SAW memutuskan untuk bercerita pada satu-satunya orang yang paling dia percaya yaitu Khadijah. Khadijah mendengarkan dan menenangkannya. Secara intuitif, dia mengira ini hal yang baik, dan menghibur suaminya.
Dia bahkan meminta nasihat dari seorang kerabat yang memiliki pengetahuan tentang agama Kristen. Orang itu adalah Waraqah bin Naufal yang kemudian menghubungkan wahyu Muhammad dengan yang diterima oleh Musa. “Dia (Waraqah) tahu kitab suci sebelumnya,” Bora menjelaskan, Menurutnya, hal itu semacam konfirmasi keaslian wahyu Muhammad.
“Kita tahu bahwa ketika dia mulai menerima wahyu Alquran, Muhammad bahkan meragukan dirinya sendiri. Tapi Khadijah meyakinkannya bahwa dia sebenarnya adalah seorang nabi,” kata Leila Ahmed, seorang pakar agama Islam yang mengajar di Universitas Harvard, AS.
Banyak ulama setuju bahwa, karena Khadijah adalah orang pertama yang mendengar wahyu yang diterima Muhammad, dia harus diakui sebagai Muslim pertama dalam sejarah.
Bora berpikir bahwa hal itu justu memberikan Muhammad banyak kepercayaan diri untuk mulai menyebarkan pesan dan membuatnya merasa seperti dia punya suara.
Sejarawan Bettany Hughes berkata pada tahap ini, Muhammad menantang para tetua suku dan memutuskan untuk berkhotbah di depan umum: “Hanya ada satu Tuhan, Allah. Menyembah Tuhan yang lain adalah musyrik,”
Menurut Foiza Bora, ketika Muhammad mulai menyebarkan ajaran Islam, dia dipojokkan oleh banyak warga Mekah yang menentang kepercayaan hanya pada satu Tuhan. “Tapi Khadijah, memberinya dukungan dan perlindungan yang sangat dia butuhkan saat itu,” ujar Bora.
“Selama 10 tahun berikutnya, Khadijah menggunakan koneksi keluarganya dan semua kekayaannya untuk mendukung suaminya dan mendanai penyebaran agama yang baru lahir,” kata Hughes. Khadijah mencurahkan segala daya-upaya untuk mendukung suaminya dan Islam.
Tapi pada tahun 619, dia jatuh sakit dan meninggal dunia. Setelah 25 tahun bersama, Muhammad merasakan kesedihan yang luar biasa. “Dia tidak pernah benar-benar pulih dari kematian Khadijah,” kata Prof Hoyland.
“Yang luar biasa dari sumber-sumber pada waktu itu adalah bagaimana mereka menyebut Khadijah sebagai sahabat terbaik Muhammad, bahkan lebih dari para sahabat terdekatnya, seperti Abu Bakar atau Umar,” ujar profesor itu.
Akhirnya, Muhammad menikah lagi, dan kali ini dia berpoligami.
Fatima Barkatulla, seorang sarjana Muslim dan penulis buku anak-anak tentang Khadijah, mengatakan bahwa sebagian besar dari apa yang kita ketahui tentang Khadijah berasal dari hadis. “Jelas sekali nabi menceritakan padanya kisah tentang Khadijah, dan dia menceritakan apa yang terjadi di awal wahyu, ketika dia menjadi seorang nabi,” kata Fatima Barkatulla.
Bagi Foiza Bora, mempelajari sejarah Khadijah sangat penting untuk mematahkan mitos bahwa pada komunitas Muslim awal, perempuan dikurung di rumah. Muhammad tidak meminta Khadijah untuk berhenti melakukan apa yang diinginkannya. Katanya, Islam memberi lebih banyak hak dan keunggulan bagi perempuan saat itu.
“Bagi saya, sebagai sejarawan dan sebagai Muslim, Khadijah adalah sosok yang menginspirasi, seperti Fatimah [salah satu putrinya bersama Muhammad] dan Aisyah, di antara perempuan lainnya,” kata Foiza Bora.
Bagi Bora apa yang dilakukan Khadijah merupakan hal yang sungguh luar biasa. “Mereka adalah tokoh intelektual, aktif secara politik, dan memainkan peran besar dalam menyebarkan agama dan membentuk masyarakat Islam,” ujar cendekiawan itu.
Reporter: Muhammad Raja A.P.