Ipik Gandamana, Bupati Bogor Pertama yang Doyan Tutut Sawah

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Mungkin pembaca tak banyak yang tahu mengenai sosok Ipik Gandamana. Lelaki kelahiran Purwakarta, 30 November 1906 ini tumbuh besar di Banten ini merupakan seorang Pahlawan dan merupakan bupati pertama yang memimpin Kabupaten Bogor.

Ipik Gandamana, merupakan anak dari Raden Sumawinata. Pria dengan nama lengkap Raden Ipik Gandamana Sumawinata ini lama menempuh pendidikan di Banten.

Mulai dari Europeesche Lagere School (ELS) atau Sekolah Rendah Eropa setingkat sekolah dasar, Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) atau Pendidikan Rendah setingkat

SMP, Opleiding School Voor Indische Ambtenaren (OSVIA) A dan B atau Sekolah Pendidikan Pegawai Pribumi.

Ipik menikah dengan Nyi Raden Endah Soe. Bersama perempuan kelahiran 1911 ini, Ipik dikaruniai empat orang putra-putri. Mereka adalah Dade Suparsih Gandamana, Uce Sukaesih Ganda mana, Adang Gandamana dan Hamini Gandamana.

Itu sepintas mengenai kehidupan pribadinya, sedangkan untuk perjalanan karirnya ia memulai kedinasannya sebagai CA (candidate ambtenar) di zaman pendudukan Jepang dan ditempatkan di Bogor selama dua tahun, Kemudian menjadi Mantri Polisi di Cikijing, menjadi Mantri Kabupaten Jakarta tahun 1931.

Lalu Patih Bogor tahun 1946, Bupati Bogor 1948-1949 merangkap Bupati Lebak serta menjadi Gubernur Jabar (1956-1960).

Namun, kiprahnya sebagai bupati Bogor yang selalu menjadi sorotan hingga saat ini. Karena saat dia menjabat di wilayah Bogor dalam kondisi yang mencekam dan menegangkan, karena tentara Belanda telah menyebar di Bogor termasuk mata-matanya dan menyebarkan politik adu domba (de vide impera).

Beberapa kali Ipik Gandamana dibujuk untuk bergabung dengan Belanda, dengan berbagai macam cara termasuk iming-iming jabatan menjadi patih Bogor di lingkungan pemerintahan Belanda Recomba, namun beliau tetap menolak dan membela Pemerintah Republik Indonesia.

Pada tanggal 21 Juli 1947 pihak Belanda mengadakan serangan serentak (Blitzkrieg) yang dikenal dengan agresi militer Belanda I dan dilanjutkan dengan agresi Militer II tahun 1948 menyerang seluruh wilayah Bogor yang mengakibatkan R.Ipik Gandamana mengungsi ke Cipanas (Lebak), Cileuksa, Kembang Kuning, Lebak Huni, Pangradin, dan sekitar hutan-hutan wilayah pinggiran Jasinga.

Saat dalam pengasingan, Ipik Gandamana menerima tugas dari Pemerintah RI untuk menyusun pemerintahan Kabupaten Bogor darurat dan beliau ditetapkan menjadi Bupati Bogor, kemudian diangkat lagi oleh wakil Gubernur Jawa Barat untuk merangkap menjadi Bupati Lebak.

Perjalanan panjang Ipik Gandamana dalam mengemban amanah, selain berkaitan dengan penyusunan pemerintahan darurat Kabupaten Bogor tidak pernah berhenti, walaupun harus menghuni sel di penjara Paledang, karena tidak mau bekerjasama dengan pemerintah Belanda/Recomba.

Nah, menariknya dari sosok Bupati pertama ini adalah, selama di dalam penjara Beliau sangat menyukai Tutut (sejenis keong kecil sawah) atau yang lebih dikenal dengan “Daging Pangenyot” sebagai pelengkap lauk pauk. Sosok R. Ipik Gandamana patut dicontoh dan diteladani bagi generasi selanjutnya di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor.

Dirinya banyak berjasa dalam membangun Kabupaten Bogor. Walaupun ia sudah tiada, namun namanya selalu dikenang masyarakat. Sisa perjuangannya dulu saat ini masih berdiri kokoh, berupa kantor bupati yang dia tinggali selama hidupnya saat terjadi gencatan senjata antara pasukan TNI dengan tentara Belanda.

Kantor itu saat ini menjadi benda cagar budaya yang di lindungi dan selalu dijaga kelestariannya. Kantor yang hanya bertembok kayu ini berada di sekitar kaki Gunung Halimun, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Perjuangkan Kesejahteraan Buruh dan Petani, Dani Eko Wiyono Siap Maju Calon Bupati Sleman Melalui Jalur Independen

Mata Indonesia, Sleman - Alumni aktivis 98 sekaligus aktivis yang selalu menyuarakan aspirasi buruh/pekerja Daerah Istimewa Yogyakarta, Dani Eko Wiyono ST. MT ini bertekad maju bakal calon bupati Sleman dalam Pilkada Sleman nanti. Dani menilai, hingga saat ini, mayoritas kehidupan buruh masih sangat jauh dari kata sejahtera. Buruh masih dianggap hanya sebagai tulang punggung ekonomi bangsa tanpa diperjuangkan nasib hidupnya.
- Advertisement -

Baca berita yang ini