Ini Alasan Desa Linggarjati Jadi Lokasi Perundingan Indonesia-Belanda

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Linggarjati adalah sebuah desa yang berada di  Blok Wage, Dusun Tiga, Kampung Cipaku, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Ya, dalam sejarah bangsa Indonesia, Linggarjati memang menjadi  lokasi dalam sebuah perundingan antara Indonesia dan Belanda. Perjanjian ini kemudian terkenal sebagai Perjanjian Linggarjati. Perjanjian ini memiliki nilai diplomasi yang sangat besar, karena pemimpin Indonesia saat itu menginginkan adanya pengakuan kemerdekaan Indonesia pasca proklamasi 17 Agustus 1945 dari negara lain.

Latar belakang perjanjian karena datangnya pasukan Inggris yang mendadak mendapat boncengan dari Belanda ke Indonesia. Karena Jepang menetapkan ‘Status Quo’ di Indonesia. Penetapan Status Quo akhirnya menimbulkan konflik antara Indonesia dengan Belanda, yang memicu terjadinya peristiwa 10 November di Surabaya.

Sebagai penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia, akhirnya pemerintah Inggris turun tangan untuk membantu penyelesaian konflik Indonesia dengan Belanda. Pemerintah Inggris meminta kedua negara tersebut melakukan perundingan di Hooge Veluwe pada 14 –  15 April 1946.

Namun, perundingan tersebut gagal lantaran Indonesia meminta Belanda untuk mengakui kedaulatan atas Pulau Jawa, Madura, dan Sumatera. Polemik pun kembali muncul disini karena Belanda hanya mau mengakui kedaulatan Indonesia atas Pulau Jawa dan Madura saja.

Akhirnya, pada Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirim Lord Killearn ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Dua bulan setelahnya, yakni 7 Oktober 1946, dibuka lah perundingan antara Indonesia dan Belanda yang berlokasi di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta.

Perundingan tersebut menghasilkan persetujuan gencatan senjata pada 14 Oktober 1946. Kemudian perundingan kembali berlanjut pada 11 – 15 November 1946 di Linggarjati.

Pihak-pihak yang terlibat dalam Perjanjian Linggarjati adalah Sutan Syahrir (perwakilan Indonesia) bersama AK Gani, Mohammad Roem, dan Susanto Tirtoprojo. Kemudian Wim Schermerhorn (perwakilan Belanda) dan HJ van Mook, Max van Poll, dan F de Boer. Dan Lord Killearn, pihak Inggris yang menjadi penengah dan penanggung jawab.

Para Peserta Perjanjian Linggarjati
Para Peserta Perjanjian Linggarjati

Mengenai lokasi Perjanjian Linggarjati, rencananya perundingan ini di Jakarta. Namun, Pemerintah Indonesia menolak lantaran Belanda sudah menguasai Jakarta. Kemudian lokasi pindah ke Yogyakarta. Giliran Belanda menolak lantaran kota tersebut adalah ibukota sementara Republik Indonesia.

Akhirnya sebagai jalan tengah, lokasi perjanjian jatuh pada sebuah gedung di Desa Linggarjati, yang merupakan usulan dari Sutan Syahrir. Hal ini karena lokasi tersebut memiliki suasana yang sejuk dan nyaman.

Adapun isi dari Perjanjian Linggarjati adalah sebagai berikut:

  1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Pulau Jawa, Madura, dan Sumatera.
  2. Tentara Belanda harus meninggalkan wilayah Republik Indonesia selambat-lambatnya tanggal 1 Januari 1949.
  3. Kedua negara, Belanda dan Indonesia sepakat dan akan bekerja sama membentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS), yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia (RI).
  4. RIS harus bergabung dengan negara-negara persemakmuran di bawah Kerajaan Belanda.

Perjanjian Linggarjati resmi dan sah oleh Indonesia dan Belanda pada 15 November 1946 di Istana Merdeka, Jakarta. Dan baru di tandatangani secara sah oleh kedua negara tersebut pada 25 Maret 1947.

Reporter: Intan Nadhira Safitri

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Perjuangkan Kesejahteraan Buruh dan Petani, Dani Eko Wiyono Siap Maju Calon Bupati Sleman Melalui Jalur Independen

Mata Indonesia, Sleman - Alumni aktivis 98 sekaligus aktivis yang selalu menyuarakan aspirasi buruh/pekerja Daerah Istimewa Yogyakarta, Dani Eko Wiyono ST. MT ini bertekad maju bakal calon bupati Sleman dalam Pilkada Sleman nanti. Dani menilai, hingga saat ini, mayoritas kehidupan buruh masih sangat jauh dari kata sejahtera. Buruh masih dianggap hanya sebagai tulang punggung ekonomi bangsa tanpa diperjuangkan nasib hidupnya.
- Advertisement -

Baca berita yang ini