Sedih, Pantai Ikonik di Bali Tertimbun Puluhan Sampah Plastik Setiap Hari!

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Menurut para ahli, pantai-pantai terkenal di Bali seperti pantai Kuta dan Legian tertimbun hingga 60 ton sampah plastik setiap hari. Lebih buruk lagi, ini menjadi kenyataan tahunan karena pola cuaca seperti musim hujan dan pengelolaan limbah yang tidak efisien yang mengarah ke krisis polusi laut di seluruh dunia.

Hanya dalam periode dua hari di bulan Januari, sekitar 90 ton sampah dikumpulkan di pantai Kuta, Legian, dan Seminyak, di mana pihak berwenang sedang berjuang untuk menangani sampah tersebut. Pengusaha lokal, pekerja hotel, dan penduduk desa berkumpul untuk membantu pembersihan.

Menurut kementerian pariwisata, pada 2017, Bali dikunjungi hampir 5,7 juta pengunjung terutama dari Cina dan Australia. Masuknya wisatawan serta sistem pengelolaan sampah yang buruk di pulau itu adalah beberapa alasan di balik krisis plastik ini.

Selain itu, biasanya pada musim hujan, pantai-pantai Bali di barat daya rentan menumpuk sampah plastik karena hujan dan angin yang bertiup setiap tahun dari barat ke timur.

“Kami telah bekerja sangat keras untuk membersihkan pantai, namun sampah terus berdatangan. Setiap hari kami mengerahkan personel, dan truk kami. Lebih dari 30 ton sampah telah dipindahkan pada 1 Januari dari pantai-pantai di Kuta, Legian dan Seminyak dan jumlahnya berlipat ganda menjadi 60 ton pada 2 Januari,” kata Wayan Puja dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Badung.

Di kesempatan lain, Puja mengemukakan kekhawatiran lebih lanjut tentang sumber sampah yang ternyata tidak seluruhnya berasal dari Bali. “Kami telah memeriksa, mempelajari, dan mengambil gambar sampah dan kami menyadari bahwa plastik ini tidak berasal dari Bali,” ucapnya.

Bali telah berjuang dengan krisis plastik selama bertahun-tahun, pemerintah pun telah mendeklarasikan ‘darurat sampah’ pada tahun 2017. Tahun 2019, sebuah proyek bernama River Watch yang dijalankan oleh outlet media lokal Make A Change World berusaha untuk melawan sampah plastik dengan memasang 100 tempat sampah di sungai-sungai Bali.

Dr Denise Hardesty, ilmuwan peneliti utama di lembaga sains CSIRO Australia dan pakar polusi plastik global, mengatakan masalahnya semakin buruk setiap tahun. Hardesty telah bekerja dengan peneliti pencemaran laut di Indonesia dan telah dibawa sebagai salah satu ahli dalam rencana aksi pemerintah.

“Terdapat ‘jumlah luar biasa’ plastik yang saat ini dikumpulkan dari pantai dan semakin buruk setiap tahun. Ini bukan hal baru dan itu terjadi setiap tahun, serta telah berkembang selama dekade terakhir. Sampah-sampah itu kemungkinan besar tidak menyebar jauh dan akan ada banyak pantai lain di kepulauan Indonesia yang mengalami nasib serupa,” katanya.

“Meningkatnya jumlah pencucian plastik sejalan dengan peningkatan produksi plastik secara global. Pantai-pantai di seluruh dunia mengalami peningkatan sampah, tetapi di beberapa negara, kami menemukan pengaruh musiman yang jauh lebih kuat. Kelompok masyarakat dan individu menjadi lebih aktif dalam mencoba mengurangi penggunaan plastik dan ada serangkaian pendekatan yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut,” tuturnya.

CSIRO juga berencana mengembangkan teknologi penanggulangan sampah plastik di Indonesia yang memanfaatkan kecerdasan buatan dan kamera jarak jauh yang mampu melacak sampah dan mengidentifikasi titik-titik rawan.

“Masalah sampah ini tidak hanya mengganggu wisatawan tetapi juga penduduk setempat. Saya khawatir mimpi presiden menjadikan Bali sebagai destinasi wisata terbaik akan sirna jika pantainya kotor. Itu sebabnya penduduk setempat bekerja sama setidaknya dua kali seminggu untuk membersihkan sampah,” kata salah satu pengusaha asal Pulau Dewata, Gde Wirata.

Untuk mengatasi lebih lanjut krisis polusi plastik dan dampaknya terhadap lingkungan dan ekonomi, pemerintah Indonesia meluncurkan strategi nasional pada April 2020.

Sementara tahun ini, Indonesia mulai menggunakan satelit untuk melacak sampah laut. Dalam temuan mereka, mereka mengamati bahwa sampah telah datang dari ibu kota Jakarta, sekitar 1.100 kilometer jauhnya.

Dr Gede Hendrawan, Kepala Pusat Penginderaan Jauh dan Ilmu Kelautan Universitas Udayana Bali, menjelaskan penyebab penumpukan plastik yang terus menerus: “Masalah terbesar sebenarnya adalah penanganan sampah di Indonesia belum efektif. Bali baru mulai menata ulang, juga Jawa baru mulai.”

Tahun 2019, peraturan baru disusun oleh pemerintah yang mencakup biaya limbah untuk pengunjung luar negeri ke pulau Indonesia. Gubernur Bali, Wayan Koster, juga menyerukan tindakan serius untuk membersihkan pantai.

“Pemkab Badung harus memiliki sistem penanganan sampah di Pantai Kuta yang lengkap dengan peralatan dan sumber daya manusia yang memadai sehingga mereka dapat bekerja dengan cepat untuk membersihkan sampah yang terbawa ke pantai. Apalagi, di musim hujan saat ada turis yang berkunjung, sistem penanganan sampah harus bekerja 24 jam sehari. Jangan menunggu besok,” tutur sang gubernur.

Setelah Negeri Tirai Bambu, Indonesia adalah pencemar laut terbesar kedua di dunia. Meski demikian, kedua begara ini bekerja keras untuk mengurangi sampah plastik laut hingga 70 persen tahun 2025 dan menghilangkannya pada tahun 2040.

 

Reporter: Sheila Permatasari

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Mewujudkan Asta Cita Presiden Melalui Hilirisasi untuk Kemandirian Industri Indonesia

Oleh : Naura Astika )* Indonesia, dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, memiliki potensi besar untuk menjadi negara industri...
- Advertisement -

Baca berita yang ini