Ide Karang Taruna Berasal dari Kampung Melayu Jakarta

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Ingat Karang Taruna, ingat panitia acara 17 Agustusan. Itulah gambaran bagi siapapun yang menanyakan soal Karang Taruna. Padahal, organisasi masyarakat ini banyak berperan dalam berjalannya kegiatan sosial di daerah masing-masing. Misalnya dalam kegiatan kerja bakti, atau mengelola usaha kecil menengah (UKM) skala rumahan.

Biasanya, program-program ini menjadi salah satu tujuan ormas ini dengan membawa nama Desa maupun Rukun Warganya. Tapi adakah yang tahu apa dan darimana asal muasal Karang Taruna?

Mengutip dari berbagai sumber, pada tahun 1960 hingga 1970, bangsa Indonesia melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satunya dalam bidang sosial. Salah satu peran aktif warga terutama anak muda untuk membantu pemerintah dalam pembangunan adalah Karang Taruna. Nah, ide organisasi tingkat kecil ini pertama kali lahir pada 26 September 1960 di Kampung Melayu, Jakarta, sebagai hasil dari proyek masyarakat Kampung Melayu, yaitu Yayasan Perawatan Anak Yatim dengan Jawatan Pekerjaan Sosial/ Departemen Sosial.

Saat itu latar belakang pembentukannya karena banyaknya anak-anak yang menyandang masalah sosial antara lain seperti anak yatim, putus sekolah, mencari nafkah membantu orang tua. Masalah tersebut tidak terlepas dari kemiskinan sebagian masyarakat saat itu.

Sukses membangun organisasi Karang Taruna, Dinas Sosial DKI Jakarta (Jawatan Pekerjaan Sosial/Departemen Sosial) mencoba menerapkan pola ini di berbagai wilayah di Jakarta. Sayangnya pertumbuhannya saat itu terbilang lambat. Tahun 1969 baru terbentuk 12 Karang Taruna. Hal ini karena peristiwa G 30 S/PKI sehingga pemerintah memprioritaskan untuk mewujudkan stabilitas nasional.

Salah satu pihak yang berjasa mengembangkan ormas ini adalah Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin (1966-1977). Pada saat menjabat Gubernur, Ali Sadikin mengeluarkan kebijakan untuk memberikan subsidi bagi tiap Karang Taruna termasuk yang di Kampung Melayu. DKI juga membantu pembangunan Sasana Krida Karang Taruna (SKKT). Selain itu Ali Sadikin juga menginstruksikan Walikota, Camat, Lurah dan Dinas Sosial untuk memfungsikan Karang Taruna.

Tahun 1970 Karang Taruna DKI membentuk Mimbar Pengembangan Karang Taruna (MPKT) Kecamatan sebagai sarana komunikasi antar Karang Taruna Kelurahan. Sejak itu perkembangan Karang Taruna mulai terlihat marak. Pada 1975 dilangsungkan Musyawarah Kerja Karang Taruna. Pada moment tersebut Lagu Mars Karang Taruna ciptaan Gunadi Said untuk pertama kalinya dikumandangkan.

Tahun 1980 dilangsungkan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Karang Taruna di Malang, Jawa Timur. Dan sebagai tindak lanjutnya, pada tahun 1981 Menteri Sosial mengeluarkan Keputusan tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Karang Taruna dengan Surat Keputusan Nomor. 13/HUK/KEP/I/1981 sehingga Karang Taruna mempunyai landasan hukum yang kuat.

Tahun 1982 penetapan lambang Karang Taruna dengan Keputusan Menteri Sosial RI nomor.65/HUK/KEP/XII/1982, sebagai tindak lanjut hasil Mukernas di Garut tahun 1981. Dalam lambang tercantum tulisan Aditya Karya Mahatva Yodha (artinya: Pejuang yang berkepribadian, berpengetahuan dan terampil)

Pada tahun 1983 Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengeluarkan TAP MPR Nomor II/MPR/1983 tentang Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Salah satunya menempatkan Karang Taruna sebagai wadah pengembangan generasi muda.

Pada 1997, terjadi krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi. Bahkan dengan cepat menjadi krisis multi dimensi. Hal ini berimbas pada perkembangan Karang Taruna, dan berpuncak pada saat pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid membubarkan Departemen Sosial.

Bubarnya departemen yang membawahi Karang Taruna, membuat organisasi ini banyak yang mati suri dan menurun bahkan cenderung terhenti aktivitasnya. Klasifikasi Karang Taruna juga menurun, walaupun masih ada Karang Taruna yang tetap eksis.

Hingga 2004, sejak Kementerian Sosial dihidupkan kembali, Karang Taruna kembali menjadi organisasi kepemudaan.

Hingga saat ini Karang Taruna pun mulai kembali berkembang di masyarakat. Meski kurang populer di perkotaan, di beberapa wilayah di pedesaan masih banyak Karang Taruna yang eksis dan tumbuh seiring pertambahan jumlah anggotanya. Beberapa mulai fokus mengembangkan UKM dan beralih ke bisnis.

Reporter: Fiolita Dwina Astari

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Bersinergi Menjaga Netralitas Pemilu Demi Pilkada yang Berkualitas

Jakarta - Netralitas aparatur sipil negara (ASN) menjadi perhatian utama dalam menjaga kualitas Pilkada Serentak 2024. Badan Pengawas Pemilu...
- Advertisement -

Baca berita yang ini