Hanya Sekejap Baghdad Luluh Lantak oleh Serbuan Mongol

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Pagi itu, 10 Februari 1258, pecah suara teriakan sangat keras dari arah pintu gerbang Kota Baghdad. Deru suara kuda dan debu bercampur aduk dari kejauhan seperti angin topan yang siap menerjang. Tak ada yang menyangka, bahwa topan itu adalah malaikat-malaikat yang akan mencabut nyawa penduduk Baghdad.

Hanya dalam sekejap, ribuan tentara Mongol menerobos masuk ke Kota Baghdad. Tak ada ampun, tak ada perlawanan. Semua orang di Baghdad sibuk menyelamatkan diri. Namun Pasukan Mongol sepertinya menikmati ketakutan penduduk Baghdad. Hanya ada dentingan dan tebasan pedang dan suara darah bercampur aduk. Musnah dalam sekejap.

Sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam, kehancuran Kota Baghdad menjadi malapetaka yang mengerikan. Serbuan pasukan Mongol pimpinan Hulagu Khan telah membumihanguskan sentral literatur Islam terbesar pada Zaman Kejayaan Islam.

Bangsa Mongol menguasai kota Baghdad selama 40 hari. Di tujuh hari pertama mereka melakukan huru-hara dengan merobohkan masjid, mengambil seluruh harta di istana, dan memusnahkan perpustakaan. Tak hanya itu selama 40 hari itu, bangsa Mongol  merampas hartra penduduk, membunuh cendekiawan, membunuh imam-imam masjid, membunuh penghafal Al Quran. Hingga masjid, sekolah, dan segala aktivitas keilmuan berhenti total.

Dalam kejadian tersebut terdapat banyak sekali korban. Beberapa sejarawan berbeda pendapat mengenai jumlah korban. Ada yang mengatakan 800.000 jiwa. Ibnu Katsir mengatakan 1.800.000 jiwa. Banyaknya korban-korban yang meninggal tersebut rata-rata tidak dikuburkan, melainkan didiamkan saja hingga membusuk.

"<yoastmark

Terkepung

Rakyat Baghdad pun tak bisa melarikan diri keluar. Hal ini karena Hulagu Khan menempatkan pasukannya di kedua sisi Sungai Tigris, membagi mereka untuk membentuk manuver penjepit di sekitar kota. Awalnya Pasukan Khalifah Abbasiyah memukul mundur serangan pertama dari pasukan Mongol yang menghantam pasukan utama dan menyerang dari barat, tetapi mereka kalah pada pertempuran berikutnya.

Baiju, seorang Panglima Mongol, menghancurkan beberapa tanggul dan membanjiri tanah di belakang pasukan Khalifah Abbasiyah, mengepung mereka. Akhirnya, banyak pasukan khalifah yang terbunuh dan kemudian tenggelam.

Pasukan utama Mongol tiba dan kemudian mengepung kota mulai dari 29 Januari, membangun palisade dan parit, serta mengerahkan mesin kepung dan katapel tempur. Pertempuran ini tidak memakan waktu lama bagi pasukan Mongol. Pada tanggal 5 Februari, mereka berhasil menembus tembok pertahanan kota.

Barulah pada 10 Februari 1282, pasukan Mongol tanpa ampun menyerbu dan membunuh siapapun yang ditemui.

Pasukan Mongol
Pasukan Mongol

Akibat pembataian itu, ratusan ribu mayat tanpa kepala berserakan dan tumpang tindih memenuhi jalan-jalan, parit-parit dan lapangan. Berbagai bangunan megah dan indah runtuh. Semua bangunan kota termasuk istana emas hancur oleh pasukan Mongol. Perpustakaan yang merupakan gedung ilmu menjadi puing-puing bangunan dan jutaan buku-buku yang ada di dalamya dibakar. Air Sungai Tigris berubah menjadi hitam karena tinta ribuan manuskrip yang dilempar ke dalamnya. Bahkan, hanya tersisa beberapa orang saja yang berhasil selamat.

Peristiwa penyerbuan bangsa Mongol itu ke Kota Baghdad adalah puncak dari sengketa yang telah dimulai sejak tahun 1218.

Gudang Ilmu

Kota Baghdad dibangun oleh khalifah Abbasiyah kedua, Al-Mansyur (754 – 775) pada tahun 762. Setelah mencari-cari daerah yang strategis untuk ibu kota kerajaannya, Al-Mansyur menjatuhkan pilihan pada Baghdad yang terletak di pinggir Sungai Tigris.

Sejak awal berdiri, Kota Baghdad sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuaan dalam Islam. Itulah sebabnya, Philip Khuri Hitti, seorang orientalis dan Islamolog ternama, menyebutnya sebagai kota intelektual. Menurutnya, di antara kota-kota dunia, Baghdad merupakan professor masyarakat Islam.

Al-Mansyur memerintahkan penerjemahan buku-buku ilmiah dan kesusastraan dari bahasa asing, seperti India, Yunani kuno, Persia, dan Suriah. Para peminat ilmu dan kesusastraan dari berbagai wilayah pada zaman itu pun segera berbondong-bondong datang ke Kota Baghdad.

Setelah pemerintahan Al-Mansyur berganti, Kota Baghdad menjadi lebih masyhur lagi karena perannya sebagai pusat perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam. Banyak ilmuwan dari berbagai daerah dan keyakinan datang ke kota itu untuk mendalami ilmu pengetahuan serta mengembangkan bakat keilmuan.

Masa keemasan Kota Baghdad terjadi pada zaman pemerintahan khalifah Harun Ar-Rasyid (786 – 809) dan anaknya, Al-Ma’mun (813 – 833). Dari kota inilah memancar sinar kebudayaan dan peradaban Islam ke seluruh dunia. Kebesarannya tidak terbatas pada negeri Arab, tetapi meliputi seluruh negeri Islam. Baghdad ketika itu menjadi pusat peradaban dan kebudayaan terbesar di dunia. Ilmu pengetahuan dan sastra berkembang sangat pesat. Banyak buku filsafat yang sebelumnya sudah mati,  hidup kembali dengan penerjemahan ke dalam bahasa Arab.

Pada tahun 1258, dunia dikejutkan dengan jatuhnya Kota Baghdad. Mengutip The Muslim World: The Mongol Empire, kota yang menjadi pusat peradaban Islam itu hancur setelah sebelumnya didera permasalahan-permasalahan yang tidak kunjung selesai. Selain menjadi ajang intrik para pejabat dan ulama-ulama yang berujung pada tata kelola kota yang kurang efektif, Kota Baghdad juga mengalami pelemahan kekuasaan akibat terpisah-pisahnya negeri Islam yang menjadi bawahannya.

Bangsa Gurun

Terlepas dari dua latar belakang tersebut, terdapat penyebab lain yang membuat kota ini menemui masa suramnya, yakni serbuan bangsa Mongol.

Bangsa Mongol merupakan bangsa yang mendiami hutan Siberia dan Mongolia luar di antara gurun pasir Gobi dan danau Baikal. Mereka berasal dari pegunungan (Mongolia) yang membentang dari Asia Tengah sampai Siberia Utara, Tibet Selatan, dan Manchuria Barat serta Turkistan Timur. Sebagian besar ahli sejarah menyatakan, bangsa ini namanya Mongol lantaran nama tempat asal mereka di Mongolia.

Bangsa Mongol hidup secara nomaden, dengan mengembara dan tinggal di perkemahan. Mereka hidup sederhana dengan memburu binatang, mengembala domba, dan memakai kulit binatang untuk menutupi aurat, serta budaya perampokan sudah menjadi perilaku biasa bagi mereka. Bangsa Mongol juga orang-orang yang tidak beradab. Namun mereka pemberani, pejuang, sabar, ahli perang, tahan sakit, dan tekanan dari musuh dengan fisik yang kuat. Mereka juga sangat patuh kepada pemimpin atau kepala suku.

Kondisi geografis menyebabkan sifat bangsa Mongol bercampur dengan sifat baik dan buruk. Pada umumnya, orang-orang Mongol menyembah matahari saat terbit, makan daging semua binatang, dan bahkan sesama manusia.

Bangsa Mongol menunjukkan eksistensinya pada dunia setelah Jengis Khan menjadi pemimpinnya. Dalam waktu 30 tahun, Jengis Khan berupaya keras membangun pasukan tempur yang besar dengan cara menyatukan Mongol dan suku bangsa lainnya.

Setelah memperkuat posisinya, ambisi sebagai penakluk dan pemimpin besar mulai dia rasakan. Jengis Khan pun mulai melakukan penyerangan ke berbagai wilayah, di antaranya yang terkenal adalah Tiongkok, Rusia, dan Barat-Laut Persia. Dia memperoleh kemenangan yang gemilang dalam penyerangan tersebut karena strategi perang, teknis, kepandaian, dan kecerdasannya.

Hulagu Khan

Sepeninggal Jengis Khan, daerah kekuasaannya yang begitu luas terbagi kepada empat anaknya, yakni Juchi, Chaghtai, Ogotai, dan Tuli. Juchi membawahi sebagian besar daerah wilayah barat termasuk kawasan Rusia. Chaghtai mendapat  kekuasaan bagian utara dan timur laut Sungai Oxus, wilayah ini terkenal dengan nama Transoxiana. Ogotai membawahi bagian timur. Lalu yang membawahi kawasan Mongolia adalah Tuli Khan.

Pada tahun 1232, Tuli Khan meninggal dunia. Ketiga anaknya yaitu Mongke Khan, Kubilai Khan dan Hulagu Khan mendapat warisan tahta dengan adil.

Pada tahun 1255, Hulagu menaklukan wilayah kaum muslimin di Timur Tengah. Ia terkenal kejam dan selalu menghancurkan wilayah yang taklukannya.

Hulagu menaklukkan wilayah muslim Lurs (di daerah Iran), kemudian menumpas sekte Hashashin, menaklukkan kekhalifahan Abbasiyyah di Baghdad, menaklukkan Kekhalifahan Ayyubiyyah di Syria dan terakhir menundukkan Kekhalifahan Mameluk di Mesir.

Berbagai pemberontakan yang terjadi pada masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah karena pergeseran politik, mengakibatkan keadaan Kota Baghdad menjadi semakin tidak terkendali keamanannya. Pemerintahan pusat yang tidak efektif menyebabkan kontrol atas wilayah bawahan menjadi tidak tertib yang berujung pada terlepasnya satu per satu wilayah Abbasiyah.

Lukisan ketika Pasukan Mongol menginterogasi keluarga Kekhalifahan Abbasiyah
Lukisan ketika Pasukan Mongol menginterogasi keluarga Kekhalifahan Abbasiyah

Melihat kondisi itu, Hulagu Khan menjadikan ini sebagai momentum penting untuk memperluas wilayahnya. Pada tahun 1258, Hulagu Khan memimpin sekitar 200 ribu pasukan Mongol untuk mengepung Kota Baghdad.

Reporter: Safira Ginanisa/Indah Suci Raudlah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Tindakan OPM Semakin Keji, Negara Tegaskan Tidak Akan Kalah Lawan Pemberontak

Organisasi Papua Merdeka (OPM) banyak melancarkan aksi kekejaman yang semakin keji. Maka dari itu, negara harus tegas untuk tidak...
- Advertisement -

Baca berita yang ini