MATA INDONESIA, YERUSALEM – Tak ada orang setangguh dan senekad Hanady Al-Halawani. Wanita Palestina ini berulang kali dilarang Pemerintah Israel memasuki kompleks Masjid Al-Aqsa.
Nyaris sudah 63 kali, Hanady Al-Halawani ditangkap pasukan keamanan Israel. Baru-baru ini, pengadilan Israel memperpanjang larangan perjalanan terhadap aktivis Palestina berusia 40 tahun tersebut. Dia tidak diizinkan bepergian ke luar negeri hingga 19 Januari 2022 tahun depan. Hanady mendedikasikan diri sebagai salah satu penjaga setia Masjid al-Aqsha. Hanady dikenal sebagai murabithah atau salah satu penjaga Masjid al-Aqsha. Meski berdomisili tak jauh dari kawasan Masjid al-Aqsha, dia tidak bisa mengakses jalan tersebut karena aturan Israel.
Teror
Kehidupan Hanady Al-Halawani tak mudah. Dia dan keluarganya kerap menghadapi teror pasukan keamanan Israel. ”Israel menangkap saya hingga 63 kali. Mereka telah membobol rumah saya dalam banyak kesempatan. Mereka melakukan ini ketika anak-anak saya mencoba belajar. Pasukan Israel menyita buku-buku mereka,” katanya kepada Middle East Monitor.
Ia pun kerap mengalami pelecehan verbal oleh pasukan Israel. Bahkan ia pun pernah menerima pelecehan fisik. Kendati harus menghadapi perilaku-perilaku yang merendahkannya, Hanadi tak pernah jera memperjuangkan nasib rakyat Palestina.
Dia memiliki puluhan ribu pengikut di media sosial. Hanadi Al-Halawani secara teratur mengunggah hal-hal terkait Yerusalem dan Masjid Al-Aqsa. Geliat aktivismenya membuat Hanadi kerap menerima undangan untuk memberikan ceramah di luar negeri. Namun Israel melarangnya bepergian.
”Mereka juga mencegah saya meninggalkan rumah saya sendiri dan menyeberang ke Tepi Barat karena saya berpartisipasi dalam kegiatan di universitas-universitas Palestina yang juga bekerja untuk mengungkap kejahatan Israel,” katanya.
Hanady mengenal bangsanya melalui sejarah dari generasi ke generasi. Sejak peristiwa Nakba 1948, warga Palestina justru menjadi pengungsi akibat semua proyek Zionis Israel yang menargetkan penguasaan terhadap kompleks Masjid al-Aqsha. Dari peristiwa itu, Hanady bertekad untuk menjadi penjaga setia al-Aqsha.
Banyak cara yang dilakukan para murabithah untuk menjaga Masjid al-Aqsha. Ada yang menyalurkan fungsi diplomatik, perlawanan, kesehatan, ibadah, hingga pendidikan dalam membentengi al-Aqsha.
Pendidikan di al-Aqsha
Sejak 2011 silam, Hanady memilih jalur pendidikan. Dia bekerja di sebuah organisasi Gerakan Islam Masjid al-Aqsha untuk menyalurkan bakti dan pengabdiannya. Organisasi yang menaungi Hanady itu fokus pada program pendidikan.
Pada awalnya, program pendidikan di Masjid al-Aqsha hanya 50 siswa perempuan. Pada 2015, pesertanya bertambah hingga mencapai 650 orang siswa laki-laki dan perempuan. Hanady Al-Halawani menyebut, selama hampir satu dekade Masjid al-Aqsha telah menjadi bagian kegiatan sentral dari kehidupannya.
Muslimah satu ini bahkan rela menghabiskan hari Jumatnya untuk membawa anak-anak Palestina menghabiskan waktu dalam pendidikan di Masjid al-Aqsha. Dengan segala keterbatasan menerobos akses ke masjid tersebut, Hanady tak pantang menyerah dalam memperjuangkan idealismenya.
Bagaikan mimpi buruk yang tak kunjung usai, penduduk Israel melarang gerakan Islam dan menutup program-program di dalam Masjid al-Aqsha pada 2015. Mereka bahkan tanpa malu menangkap dan menganiaya seluruh aktivis Masjid al-Aqsa. Hanady Al-Halawani mengaku kerap mendapatkan kekerasan fisik akibat menyandang status sebagai murabithah.
Penyiksaan dan kesewenang-wenangan Israel tak hanya kepada Hanady. Pemerintah Israel melarang suami dan anak sulungnya untuk bepergian ke luar negeri. Pasukan Israel juga beberapa kali melakukan pengerebegan rumah Hanady tanpa alasan pasti.
Reporter : Firda Padila