Douwes Dekker, Tokoh Belanda yang Memilih Memperjuangkan Hak Pribumi

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Dr. Ernest Francois Eugene Douwes Dekker atau yang akrab disapa Douwes Dekker merupakan tokoh keturunan Belanda yang lebih memilih memihak ke pribumi Indonesia, ketimbang pada kolonialisme yang dijalankan negaranya.

Dowes Dekker juga diberi nama sebagai Danudirja Setiabudi oleh masyarakat pribumi. Pada tahun 1902 ia bekerja sebagai seorang wartawan di Koran De Locomotief, karena keahliannya membuat laporan mengenai peperangan.

Selama jadi wartawan, Douwes sering mengangkat kasus kelaprangan di wilayah Indramayu. Tulisan-tulisannya tak segan mengkritik colonial, meskipun dirinya bekerja di media asing.

Saat Douwes Dekker menjadi staf di majalah Bataviaasch Nieuwsblad pada 1907, karya jurnalistiknya condong membela bangsa piumi dan semakin banyak mengkritik pemerintah. Salah satu yang terkenal adalah ‘Hoe kan Holland het spoedigst zijn kolonien verliezen’ yang berarti ‘Bagaimana caranya Belanda dapat kehilangan koloni-koloninya’.

Tidak hanya itu, kediaman Douwes Dekker juga menjadi tempat berkumpulnya para kaum pergerakan, seperti Sutomo dan Cipto Mangunkusumo.

Banyak yang beranggapan berkat bantuan Douwes Dekker, organisasi Budi Utomo sebagai organisasi nasional pertama ketika itu dapat berdiri. Akibat tingkahnya yang lebih condong ke pribumi membaut ia menjadi target dari intelijen pemerintahan kolonial Belanda.

Melihat adanya diskriminasi oleh pemerintahan Belanda kala itu, Douwes Dekker mengeluarkan ide mengenai sebuah pemerintahan Hindia Belanda yang dijalankan oleh para penduduk pribumi asli.

Idenya itu disampaikan kepada partai Indische Bond yang saat itu anggotanya dari kaum pribumi asli. Pengajuan dirinya disambut hangat oleh petinggi partai kala itu. Akibatnya, pada 25 Desember 1912, Douwes Dekker bersama Suwardi Suryaningrat dan dr. Cipto Mangunkusumo mendirikan partai politik nasionalis pertama Indische Partij.

Dalam waktu yang tidak terlalu lama, partai ini dapat menghimpun anggota mencapai 5000 orang dan menjadi popular di kalangan pribumi asli.

Pemerintah kolonial yang mengetui pergerakan partai ini, pada tahun 1913, Indische Partij dibubarkan secara sepihak karena menganggu kedaulatan pemerintahan.

Tidak hanya itu, para pendiri yaitu Douwes Dekker, Suwardi Suryadininggrat dan dr. Cipto Mangunkusumo yang dikenal dengan ‘tiga serangkai’ akhirnya diasingkan.

Douwes Dekker kemudian diasingkan ke Eropa. Selama di Eropa, ia tinggal bersama keluarganya dan melanjutkan pendidikannya dengan mengambil program doktor di Universitas Zurich, Swiss dalam bidang ekonomi.

Setelah bebas, ia kemudian kembali ke Hindia Belanda (Indonesia). Di Indonesia, Douwes Dekker kemudian kembali aktif di dunia jurnalistik. Tulisan-tulisannya kemudian banyak menyindir kaum kolonial.

atas masukan dari sahabatnya yaitu Suwardi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantara), Douwes Dekker kemudian terjun di dunia pendidikan dan mendirikan Ksatrian Instituut di Bandung.

Douwes Dekker juga terlibat penting dalam perjuangan persiapan kemerdekaan Indonesia. Buktinya, Akibat jasa Douwes dalam memperjuangkan hak-hak pribumi, ia diangkat menjadi menteri negara di cabinet Sjahrir III.

Ia juga sempat menjadi delegasi negosiasi dengan Belanda dan pengajar di Akademi Ilmu Politik dan kepala seksi penulisan sejarah yang berada di bawah Kementrian Penerangan waktu itu.

Tanggal 21 Desember 1848 ketika agresi militer Belanda terhadap Indonesia, Douwes Dekker ditangkap dan kemudian di interogasi Belanda di Jakarta. Ia berjanji tidak akan ikut campur lagi dalam dunia politik di Indonesia. Hal ini juga didukung karena tubuhnya yang sudah renta.

Ia memilih aktif kembali di dunia pendidikan di Ksatriaan Instituut yang pernah ia dirikan. Ia sibuk membuat dan merevisi buku-buku sejarah yang pernah ditulisnya. Selain itu, ia menyusun autobiografi dirinya untuk bisa dibaca oleh banyak orang. (Maropindra Bagas/R)

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini