Diperlakukan Seperti Binatang, Kisah Perjuangan Scott Kim Membelot dari Korut

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Lebih dari 25 juta orang di Korea Utara (korut) melalui kehidupan yang sangat dikendalikan pemerintah. Mereka harus mengikuti aturan yang sangat ketat membuat banyak orang termasuk anak-anak mencoba melarikan diri untuk kebebasan hidup.

Kebanyakan dari mereka melarikan diri ke Cina dengan harapan bisa mencapai wilayah ke Korea Selatan.

Dalam satu dekade terakhir, mereka yang berhasil melarikan diri mulai muncul satu per satu ke muka publik membagikan kisahnya lepas dari belenggu kekejaman negara itu.

Korea Utara adalah negara paling tertutup di dunia, namun berkat orang-orang pemberani yang mempertaruhkan nyawa dan menanggung penyiksaan, dunia akhirnya bisa mengetahui lebih dekat kehidupan keras yang mereka jalani.

Salah satu pembelot Korea Utara yang saat ini menjalani kehidupan jauh lebih baik adalah Scott Kim.

Scott Kim melarikan diri dari Korea Utara di usia 17 tahun pada 2001. Saat itu, dia dan ibunya hanya berniat menyeberang ke perbatasan Cina agar bisa makan makanan yang layak. Hidup selama krisis kelaparan di Korea Utara pada akhir tahun 90-an membuat Kim menghabiskan sebagian besar masa kecilnya dengan kesulitan mendapat makanan.

Kim menghabiskan enam tahun yang panjang dan berbahaya keluar-masuk Cina dan Korea Utara sebelum tiba di Korea Selatan. Saat ini, Kim memiliki berbisnis suku cadang mobil dan kereta api.

Dijelaskan Kim melalui laman Business Insider, sebagian besar warga Korea Utara membelot dengan melintasi perbatasan Korea Utara ke Cina melalui Sungai Yalu. Kemudian, mereka harus melintasi bentangan luas Cina menuju perbatasan selatan dengan Laos atau Vietnam. Dari sana, mereka menyeberang ke Thailand atau Kamboja dan pergi ke kedutaan Korea Selatan untuk meminta bantuan atau suaka.

Perjalanan itu menghabiskan biaya hingga Rp 70 juta yang harus dibayarkan kepada ‘perantara’ di setiap negara untuk mengatur pelarian tersebut.

Sayangnya, satu tahun setelah melarikan diri dari Korea Utara, tetangga Kim melaporkan statusnya ke polisi, yang membawa dia dan ibunya kembali ke Korea Utara. Kim dibawa ke pusat penahanan, di mana pihak berwenang menentukan ke mana selanjutnya akan mengirim seorang pembelot.

Saat Kim mencapai pusat penahanan di Korea Utara, dia kehilangan semua hak sebagai manusia. Para tahanan diperlakukan seperti binatang, mereka harus merangkak di lantai untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Petugas memukuli mereka dengan sarung tangan dan tongkat saat mereka merangkak.

Kim sempat kabur dan pergi kembali ke Cina. Ketika Kim berada di sana, dia mencari ibunya, dan tertangkap untuk kedua kalinya setelah seorang tetangga melaporkannya lagi ke polisi.

Dia dikirim kembali ke Korea Utara, ke kamp dekat kampung halamannya. Dari sana, dia dikirim kerja paksa, seperti harus menebang pohon di gunung selama berbulan-bulan.

Suatu hari, Kim berusaha melarikan diri ketika dia menyadari bahwa semua rekan kerjanya berada di puncak gunung saat dia sedang menebang pohon di lembah.

Dia lari secepat mungkin sampai menemukan kereta api yang bisa membawanya ke utara untuk menyeberangi perbatasan dengan Cina. Setelah beberapa waktu di Cina, dia ditangkap untuk ketiga kalinya dan dikirim ke kamp tahanan politik yang merupakan tempat terburuk bagi tahanan karena hukuman di sana tidak ada habisnya.

Untuk keempat kalinya dia melarikan diri dengan menyuap petugas melalui seorang perantara yang membantunya melintasi perbatasan dengan Cina untuk terakhir kalinya.

Di Cina, Kim kembali bekerja untuk melunasi utangnya kepada broker. Suatu hari, dia mendapat telepon dari seorang wanita Korea Utara yang memberitahunya bahwa sang ibu sedang sekarat karena kanker dan memintanya pulang. Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun, keduanya bertemu.

“Ketika saya membuka pintu rumah ibu saya, saya membeku, dan tidak bisa berkata apa-apa karena ibu saya terlihat sangat berbeda,” kata Kim, seperti dikutip We are the Mighty.

“Tidak ada lemak yang terlihat di tubuhnya. Saya lalu keluar rumah dan menangis lama sekali. Begitu kembali, saya segera memeluk ibu saya dan kami menangis bersama.”

Beberapa hari kemudian, seorang teman ibunya menawari ibunya kesempatan untuk melarikan diri ke Korea Selatan melalui Laos dan Kamboja. Seorang perantara lalu membawa Kim masuk ke dalam kelompok pembelot untuk pergi. Ibunya tetap tinggal di Korea Utara karena sulit berjalan.

Perjalanan panjang pun dimulai. Pada malam sebelum Kim dan kelompok pembelotnya melintasi perbatasan ke Laos, dia menerima telepon yang memberitahukan bahwa ibunya telah meninggal.

Pada tahun 2007, enam tahun setelah dia pertama kali melarikan diri, Kim akhirnya berhasil sampai ke Korea Selatan dan membangun kehidupan yang layak hingga saat ini.(Safira Ginanisa)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Perjuangkan Kesejahteraan Buruh dan Petani, Dani Eko Wiyono Siap Maju Calon Bupati Sleman Melalui Jalur Independen

Mata Indonesia, Sleman - Alumni aktivis 98 sekaligus aktivis yang selalu menyuarakan aspirasi buruh/pekerja Daerah Istimewa Yogyakarta, Dani Eko Wiyono ST. MT ini bertekad maju bakal calon bupati Sleman dalam Pilkada Sleman nanti. Dani menilai, hingga saat ini, mayoritas kehidupan buruh masih sangat jauh dari kata sejahtera. Buruh masih dianggap hanya sebagai tulang punggung ekonomi bangsa tanpa diperjuangkan nasib hidupnya.
- Advertisement -

Baca berita yang ini