Derita Sayuti Melik, Pengetik Naskah Proklamasi yang Berujung Penjara

Baca Juga

MATA INDONESIA,  JAKARTA –Siapa yang tidak kenal Sayuti Melik? Ia adalah tokoh yang berperan besar dalam perumusan kemerdekaan Indonesia. Sayuti Melik atau yang bernama lengkap Muhammad  Ibnu Sayuti ini merupakan tokoh yang mengetik sekaligus mengusulkan nama Soekarno-Hatta menandatangani naskah proklamasi.

Andil besar dirinya dalam persiapan kemerdekaan dibalas buruk oleh pemerintah pada masa-masa awal kemerdekaan. Sayuti kala itu ditangkap oleh rezim penguasa atas tuduhan pernah terlibat dalam peristiwa 3 Juli 1946 atau kelompok Persatuan Perjuangan terhadap Pemerintah Indonesia atas percobaan kudeta.

Meskipun akhirnya Mahkamah Tentara menyatakan Sayuti tidak bersalah, tapi dirinya malah ditangkap Belanda dan diasingkan ke Ambarawa sampai pada saat Konferensi Meja Bundar tahun 1950.

Saat merumuskan kemerdekaan, peran Sayuti di sana tidak hanya sebagai pengetik naskah Proklamasi, ia juga menjadi wakil dari golongan pemuda yang menyajikan penyusunan naskah bersama dengan Sukarni.

Naskah teks proklamasi yang awalnya masih ditulis tangan, kemudian diketik oleh Sayuti Melik. Ia mengubah beberapa teks proklamasi, misalnya ‘Wakil-wakil bangsa Indonesia’ menjadi ‘Atas nama bangsa  Indonesia.’

“Saya berani mengubah ejaan itu adalah karena saya dulu pernah sekolah guru, jadi kalau soal ejaan bahasa Indonesia saya merasa lebih mengetahui daripada Bung Karno,” kata Sayuti Melik.

Sebelum kemerdekaan, pada 1926 Sayuti dituduh membantu PKI yang menjadikan dirinya berkali-kali ditahan dan diasingkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Namun, pasca kemerdekaan justru Sayuti Melik berbalik arah, ia menjadi orang yang berani menentang gagasan mengenai Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis) yang diajukan oleh Presiden Soekarno.

Tulisan-tulisan Sayuti pasca kemerdekaan banyak yang berbau kritikan mengenai PKI yang ia anggap sebagai penjilat penguasa. Tulisan Sayuti sampai dilarang beredar oleh rezim karena sangat lantang memberikan kritikan.

Sayuti seakan berubah dari orang yang awalnya tertarik pada aliran komunisme saat Indonesia belum merdeka, menjadi orang yang paling melawan setelah Indonesia merdeka.

Akibatnya, Sayuti menjadi orang yang diabaikan pemerintahan Soekarno, meskipun dirinya memiliki andil besar dan menjadi orang dekat Soekarno sebelum kemerdekaan.

Pada saat orde baru, nama Sayuti Melik kembali naik saat ia bergabung bersama partai Golkar yang kala itu menjadi partai penguasa. Pada 1971 dan 1977 ia duduk menjadi anggota dewan di MPR/DPR kala itu.

Selain itu, Sayuti pernah menerima Bintang Mahaputra Tingkat V 1961 dan Bintang Mahaputra Adipradana II pada 1973.

Sayuti kecil adalah anak dari seorang kepala desa di Kabupaten Sleman. Ia lahir pada 22 November 1908dari pasangan Partoprawito dan Sumilah. Semangat perjuangan darinya tumbuh ketika belajar di sekolah guru pada tahun 1920.

Dari sana Sayuti menjadi seorang penulis hingga mendirikan penerbitan bernama Koran Pesat. Tulisan-tulisannya selalu ditujukan untuk mengkritik pemerintah Hindia-Belanda. Tak sedikit dirinya keluar masuk penjara karena gagasan yang di sampaikan.

Belum lagi ketika pemerintahan Jepang menduduki Indonesia, koran Sayuti dan istrinya itu dibredel bahka kemudian dipenjarakan oleh tentara Jepang. (Maropindra Bagas/R)

 

 

 

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Tuntutan Kenaikan UMK 7-8 Persen Ditolak, Serikat Pekerja Kulon Progo Kecewa

Mata Indonesia, Kulon Progo - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, resmi mengumumkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2025 pada Rabu, 18 Desember 2024. Penetapan ini mengacu pada Keputusan Gubernur DIY Nomor 483/KEP/2024 dan Nomor 484/KEP/2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini