Bung Karno Sempat Menolak Makan Saat Merayu Rakyat Aceh Membeli Pesawat

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Presiden pertama Soekarno menyebut Aceh sebagai daerah modal perjuangan bangsa Indonesia. Ketika Indonesia belum memiliki pesawat, Presiden Soekarno datang ke Aceh untuk menggalang dana pembelian pesawat pada 16 Juni 1948.

Kisah rakyat Aceh urunan untuk membeli pesawat yang diberinama Seulawah ini menjadi cikal bakal berdirinya maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia.

Nama Seulawah berarti Gunung Emas. Seulawah merupakan salah satu gunung berapi di Aceh yang masih aktif. Soekarno memberi nama Seulawah untuk pesawat jenis Dakota C-47 yang dibeli dari hasil sumbangan itu. Pesawat yang diregistrasi dengan nomor RI-001 tersebut adalah pesawat pertama milik Pemerintah Indonesia.

Riwayat dramatis Seulawah RI-001  bermula pada 16 Juni 1948 bertempat di Hotel Atjeh, Koetaradja, (sekarang Banda Aceh). Dalam jamuan makan malam, Presiden Soekarno angkat bicara; “Saya tidak makan malam ini, kalau dana untuk itu belum terkumpul”.

Peserta pertemuan yang terdiri dari para saudagar dan tokoh masyarakat Aceh saling melirik. Lalu salah seorang dari mereka bangun. Seorang pria muda berusia sekitar 30 tahun. Dia saudagar. Namanya M Djoened Joesoef. “Saya bersedia,” kata Djoened Joesoef yang juga Ketua Gasida.

Selanjutnya menyusul kesediaan saudagar lainnya. Alhasil malam itu terkumpul komitmen dana yang cukup besar. Presiden Soekarno puas. Ia lalu mengajak hadirin beranjak ke meja makan.

Adegan jamuan makan malam itu merupakan bagian penting dari episode keikhlasan rakyat Aceh mengumpulkan dana untuk pembelian pesawat terbang. Penulis sejarah Tgk AK Jakobi mencatatkan peristiwa itu dalam bukunya; ‘Aceh Daerah Modal’ (Yayasan Seulawah RI-001, 1992).

Ketika Soekarno mengakhiri kunjungannya di Aceh pada 20 Juni 1948, dana yang terkumpul untuk pembelian pesawat itu berjumlah 120.000 dolar Singapura dan 20 Kg emas.

Pengumpulannya oleh Gabungan Saudagar Aceh (GASIDA) Cabang Aceh Tengah. Koordinatornya adalah Toke Hasan Bandung, Abdul Wahab Sudjud, Aman Jernih, Aman Yusuf, Abd Wahab Aman Syech Benu, dan Abdul Wahab Nurdin.

Tidak hanya satu, dana yang terkumpul akhirnya mampu membeli dua pesawat.

Pesawat Dakota Seulawah ini memiliki panjang badan 19,66 meter dan rentang sayap 28.96 meter, ditenagai dua mesin Pratt & Whitney berbobot 8.030 kg.

Masing-masing pesawat namanya Seulawah I dan Seulawah II. Pesawat-pesawat ini awalnya mengambil rute luar negeri, yaitu Rangoon (Myanmar) dan India.

Pesawat Seulawah RI-001 baru tiba di Tanah Air pada penghujung Oktober 1948. Pada akhir November, pesawat RI-001 menyebarkan pamflet berisi ucapan terima kasih Pemerintah Republik Indonesia kepada rakyat Aceh.

Kemudian pesawat itu untuk mengangkut para pemimpin nasional yang datang berkunjung dan mengangkut bahan logistik perjuangan dari Yogyakarta ke berbagai daerah. Pesawat ini juga untuk hubungan ke luar negeri. Seperti mengangkut dokumen, obat-obatan, dan biaya perwakilan Republik di luar negeri.

Pesawat ini menjadi cikal bakal pesawat Garuda pertama yang komersil. Setelah kembali dari Rangoon sekitar akhir Juli 1949 dan masih beroperasi setahun kemudian. Seulawah RI-001 akhirnya tidak lagi beroperasi secara aktif karena Dakota tergolong pesawat generasi tua.

Meski sudah tak lagi mengudara, “spirit” Seulawah RI-001 berusaha tetap terjaga dengan pendirian Monumen Pesawat Seulawah di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh pada 30 Juli 1984. Panglima TNI Jenderal Leonardus Benyamin Moerdani meresmikan monumen ini.

Pesawat ini sangat besar jasanya dalam perjuangan awal pembentukan negara Indonesia, dan merupakan sejarah berdirinya perusahaan penerbangan niaga pertama, Indonesia Airways.

Reporter : Alyaa

 

 

 

 

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Resmi Jadi Kader NasDem, Sutrisna Wibawa bakal Bersaing Ketat dengan Bupati Gunungkidul

Mata Indonesia, Yogyakarta - Mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sutrisna Wibawa, telah resmi bergabung sebagai kader Partai Nasional Demokrat (NasDem). Hal ini jelas memperkuat dinamika politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gunungkidul 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini