MATA INDONESIA, JAKARTA –Thariq bin Ziyad kobarkan semangat untuk 7000 pasukan Muslim dalam misi pembebasan Spanyol dari penindasan dan kezaliman rezim penguasa. Sosoknya juga sebagai pembuka jalur bagi Muslim menakhlukkan daratan Benua Biru, Eropa.
Kala itu, Spanyol berada di bawah kepemimpinan Raja Roderick. Darinya penduduk di sana terbagi menjadi beberapa kasta, yang terendah diisi oleh para petani, pedagang, kaum miskin, dan buruh yang rata-rata hidup serba pas-pasan. Penindasan rakyat kala itu marak terjadi, perpajakan dipungut dengan harga yang tinggi, bahkan nyawa penduduk tidak lagi berharga karena keganasan pemimpinnya.
Melihat kondisi tersebut, Musa bin Nusair pemimpin Muslim di Afrika Utara kala itu memerintahkan Panglima Thariq bin Ziyad untuk menuntaskan misi pembebasan Spanyol dari kezaliman penguasa. Dari perintah itu, Thariq berangkat pada senin, 3 Mei 711 M dengan membawa 7.000 pasukan Muslimin menyeberang ke daratan Eropa untuk sebuah misi mulia rahmatan lil alamin.
Sesampainya di pantai wilayah Spanyol, ia mengumpulkan seluruh pasukannya di bukit karang yang dikenal dengan nama ‘Gibraltar’ atau ‘Jabal Thariq’. Thariq bin Ziyad berdiri di depan pasukannya dan mengeluarkan ucapan yang mencengangkan seluruh pasukannya.
Ia tiba-tiba memerintahkan untuk membakar seluruh kapal hingga memusnahkan segala yang ada di dalamnya, termasuk persediaan makanan.
Hal ini lantas mengagetkan ribuan pasukan Muslimin kala itu. Mereka memikirkan bagaimana nasib dan cara untuk bisa kembali pulang.
“Apa maksud Anda? Kalau kapal-kapal itu dibakar, bagaimana nanti kita bisa pulang?” tanya pasukannya.
Dengan lantang Thariq menjawab. “…Kita datang ke sini bukan untuk kembali. Kita hanya memiliki dua pilihan : Menaklukkan negeri ini lalu tinggal di sini atau kita semua binasa!”
Lantas pasukannya paham. Mereka menyambut panggilan jihad tersebut dengan semangat berkobar. Thariq memotivasi dengan cara itu biar pasukannya tidak lagi melihat kebelakang, kalau butuh apa-apa, semuanya ada di tangan musuh.
Mendengar pasukan Thariq telah mendarat, Raja Roderick mempersiapkan 100.000 tentara dengan persenjataan lengkap. Ia langsung memimpin pasukannya itu.
Pada hari Minggu, 28 Ramadhan 92 H atau 19 Juli 711 M, kedua pasukan bertemu. Pertempuran itu dikenal dengan nama Pertempuran Syudzunah atau Pertempuran Guadalete.
Kaum Muslimin kala itu mendapat bantuan dari Musa bin Nusair dengan mengutus 5.000 tentara sehingga kaum Muslimin memiliki 12.000 pasukan. Strategi pertama Thariq adalah mengutus tentara khususnya untuk menyusup ke dalam barisan Roderick. Mereka menyebarkan kabar bahwa pasukan Muslimin datang bukan untuk menjajah, tapi hanya untuk menghentikan kezaliman Roderick. Peperangan akan berhenti jika Roderick mati terbunuh.
Mendengar kabar ini sebagian tentara Roderick meyakini dan menarik diri dari peperangan. Karena sebenarnya mereka juga merasakan kezaliman yang dilakukan rajanya kala itu. Thariq memanfaatkan situasi yang membuat pasukan musuh kacau hingga berhasil membunuh Roderick dengan tangannya sendiri.
Benar saja, terbunuhnya Roderick membuat peperangan juga terhenti. Dengan mudah, kaum Muslimin menembus benteng Istana Roderick tanpa mendapatkan perlawanan.
Kemenangan ini membawa kabar yang baik bagi Musa bin Nusair. Ini adalah awal kaum muslimin membebaskan Eropa dari belenggu kaum kafir.
Setahun kemudian, Thariq dan pasukannya melanjutkan pembebasan ke wilayah-wilayah di Eropa. ia membagi pasukannya untuk menaklukkan Cordova, Granada, dan Malaga. Mereka juga menaklukkan Toledo, ibukota Spanyol saat itu. Semua ditaklukkan tanpa perlawanan.
Sementara di lain sisi, Musa bin Nusair juga bertolak ke Eropa dengan membawa 10.000 tambahan pasukan Muslimin. Dalam perjalanan, ia juga menaklukkan Merida, Sionia, dan Sevilla.
Hanya dalam waktu 2 tahun, kedua pasukan bergabung dan berhasil menguasai seluruh daratan Spanyol.
Kunci kemenangan kaum Muslimin bisa menakhlukkan daratan Eropa karena ketakwaan dan jiwa kesatria yang tertanam di tubuh pasukan Thariq.
Saat menginjakkan kaki pertama di Spanyol, ia memotivasi kaum Muslimin untuk bisa yakin akan kemenangan yang dijanjikan untuk mereka. Akhirnya, meskipun hanya 12.000 pasukan, tapi mereka bisa melawan 100.000 musuh Allah.
Ini kalimat motivasi yang disampaikan Thariq kepada pasukannya saat baru tiba di daratan Spanyol.
“…Wahai seluruh pasukan, kalau sudah begini ke mana lagi kalian akan lari? Di belakang kalian ada laut dan di depan kalian ada musuh. Demi Allah swt., satu-satunya milik kalian saat ini hanyalah kejujuran dan kesabaran. Hanya itu yang dapat kalian andalkan.
Musuh dengan jumlah pasukan yang besar dan persenjataan yang lengkap telah siap menyongsong kalian. Sementara senjata kalian hanyalah pedang. Kalian akan terbantu jika kalian berhasil merebut senjata dan perlengkapan musuh kalian.
Karena itu, secepatnya kalian harus bisa melumpuhkan mereka. Sebab kalau tidak, kalian akan menemukan kesulitan besar. Itulah sebabnya kalian harus lebih dahulu menyerang mereka agar kekuatan mereka lumpuh. Dengan demikian semangat juang kita akan bangkit.
Musuh kalian itu sudah bertekad bulat akan mempertahankan negeri mereka sampai titik darah penghabisan. Kenapa kita juga tidak bertekad bulat untuk menyerang mereka hingga mati syahid? Saya sama sekali tidak bermaksud menakut-nakuti kalian. Tetapi marilah kita galang rasa saling percaya di antara kita dan kita galang keberanian yang merupakan salah satu modal utama perjuangan kita.
Kita harus bahu membahu. Sesungguhnya saya tahu kalian telah membulatkan tekad serta semangat sebagai pejuang-pejuang agama dan bangsa.
Untuk itu kelak kalian akan menikmati kesenangan hidup, di samping itu kalian juga memperoleh balasan pahala yang agung dari Allah swt. Hal itu karena kalian telah mau menegakkan kalimat-Nya dan membela agama-Nya.
Percayalah, sesungguhnya Allah swt. Adalah penolong utama kalian. Dan sayalah orang pertama yang akan memenuhi seruan ini di hadapan kalian. Saya akan hadapi sendiri Raja Roderick yang sombong itu.
Mudah-mudahan saya bisa membunuhnya. Namun, jika ada kesempatan, kalian boleh saja membunuhnya mendahului saya. Sebab dengan membunuh penguasa zalim itu, negeri ini dengan mudah kita kuasai. Saya yakin, para pasukannya akan ketakutan. Dengan demikian, negeri ini akan ada di bawah bendera Islam.” (Maropindra Bagas/R)
Sdh lama kisah ini sy cari… Luar biasa… Hari ini bisa saya membacanya