MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Badai Eta dan Iota memporak-porandakan sebuah negara di Amerika Tengah bernama Honduras. Rumah, infrastruktur, tanaman hancur, dan ratusan orang tewas akibat badai yang menerjang.
Tak ada yang dapat diharapkan, sementara hidup masih terus berjalan. Bantuan pemerintah Honduras pun tak pernah sampai kepada para korban yang terpaksa harus tinggal di bawah jembatan.
Seorang anak bahkan harus rela meninggalkan ibunya seorang diri, demi kehidupan yang lebih baik di kemudian hari. Tak ada pilihan selain harus hijrah. Dan Amerika Serikat dengan pesonanya menjadi tujuan utama seorang Yey Rivera.
“Kami tinggal di bawah jembatan dengan rumah-rumah yang terbuat dari lembaran plastik,” kata salah satu rombongan, Yey Rivera melalui sambungan telepon, melansir Reuters, 11 Desember 2020.
Pemuda berusia 24 tahun itu mengungkapkan, badai menghancurkan rumahnya dan bantuan pemerintah tidak pernah tiba. Alasan inilah yang membuatnya memutuskan bergabung dengan rombongan.
Rivera juga berharap bisa mendapatkan pekerjaan dan kehidupan layak di negeri Paman Sam. Sehingga ia dapat mengirimkan uang kepada sang ibu yang memutuskan untuk tetap bertahan.
“Yang paling menyakitkan saya adalah meninggalkan ibu saya sendirian di bawah jembatan. Tapi saya harus kuat, demi dapat membantunya,” sambungnya.
Sayang, impiannya dan ratusan warga Honduras lainnya harus menemui hambatan. Otoritas Honduras mendirikan pos pemeriksaan demi menghentikan kelompok warga yang bertujuan bergabung dengan rombongan.
Para rombongan diminta untuk kembali ke rumah sebagai gantinya, termasuk meminta bus memutar balik, plus 50 orang dari distrik barat Ocotepeque. Hambatan berikutnya adalah otoritas Amerika Tengah yang berusaha membubarkan atusan warga Honduras yang berangkat lebih dulu.
Sementara pihak migrasi Guatemala sebelumnya telah memberi peringatan bahwa mereka yang ingin memasuki negara tersebut diwajibkan membawa paspor dan keterangan negatif tes virus corona. Pada Oktober, ribuan rombongan yang berangkat melalui Amerika Tengah dibubarkan oleh pasukan Keamanan Guatemala.
Pada Kamis (10/12), sekelompok kecil dari warga Honduras telah mencapai kota perbatasan Guatemala, Corinto.
“Kami ingin mereka membuka perbatasan; kami hanya meminta untuk lewat. Karena badai Eta dan Iota, banyak dari kami yang kini tidak memiliki apa-apa,” kata Luis Hernandez.
Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih, Joe Biden telah berjanji menjalankan kebijakan migrasi yang manusiawi. Biden bahkan menganggarkan dana senilai 4 miliar USD untuk mengatasi faktor-faktor yang mendasari migrasi dari Amerika Tengah. Dan eksodus warga Honduras menjadi tantangan awal bagi pemerintahan Biden.