5 Drone Paling Mematikan dan Ditakuti Militer di Dunia

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Perang modern memang jauh dari cara-cara ksatria. Sekarang, banyak negara yang memilih melumpuhkan musuhnya dengan drone.

Beberapa negara pun memiliki beberapa alasan untuk memilih Unmanned Aerial Vehicles (UAV) untuk melakukan pekerjaan kotor mereka. Tetap saja, alasan utamanya adalah drone dapat membunuh secara langsung, tanpa harus mengorbankan pasukan mereka.

Sementara yang lain beralasan drone hanya sebagai fasilitas mencari informasi, kemudian jet tempur berawak bergerak menghancurkan target.

Namun seiring perkembangan zaman, kemampuan drone sekarang nyaris sama dengan jet tempur. Bahkan kehadiran pesawat tanpa awak itu sudah menjadi momok bagi setiap negara di seluruh dunia.

Lalu drone dari negara mana saja yang paling menakutkan dan berbahaya di dunia? Simak ulasan berikut ini:

1.General Atomics MQ-1 Predator

MQ-1 Predator adalah drone pembunuh yang mampu bergerak cepat, diam-diam dan bisa dari jarak jauh. Predator muncul pada 1990-an sebagai pesawat tak berawak pengintaian, tapi cukup besar untuk membawa rudal.

Peningkatan bandwidth dan kecepatan komunikasi membuat platform rekonstruksi ke platform tempur menjadi masuk akal. Uji coba rudal pertama terjadi pada Februari 2001.

Kemampuan ‘prajurit’ AS ini memang mengesankan. Kecepatannya bisa mencapai sekitar 135 mph, dan dapat membawa dua rudal (atau hingga enam rudal kecil). Predator mulai membunuh pada Februari 2002 di Afghanistan.

Sejak saat itu Predator telah melakukan serangan di Afghanistan, Irak, Yaman, Somalia dan Pakistan.

2,General Atomics MQ-9 Reaper

Reaper adalah versi lebih besar dan lebih efektif dari Predator. Drone ini dapat melakukan misi pengawasan, penyerangan gabungan lebih efektif daripada sepupunya yang lebih kecil.

Reaper dapat melakukan perjalanan pada kecepatan 300 mph atau dua kali lebih cepat dari Predator. Dia bisa membawa empat rudal Hellfire (ditambah beberapa bom Paveway) dan bisa terbang tinggi selama lebih dari 14 jam.

Amerika Serikat mengoperasikan kira-kira 100 Reaper di beberapa instansi yang berbeda.

3.IAI Eitan

Dikembangkan dari IAI Heron, Eitan adalah drone milik Israrel yang mampu membawa persenjataan jauh lebih banyak. Memiliki kemampuan langit-langit 45.000 kaki, daya tahan yang sangat panjang (tujuh puluh jam), dan kemampuan untuk membawa berbagai muatan yang berbeda.

Drone ini diyakini memiliki kemampuan pengintaian tradisional, pengawasan dan misi serangan, tapi mungkin lebih banyak lagi dari sekadar itu.

4.Elbit Hermes 900

Hermes 900 adalah pengembangan dari Elbit Hermes 450, sebuah pesawat tak berawak bersenjata Israel yang telah digunakan sejak pertengahan dekade terakhir.

Drone ini kira-kira sekelas dengan ukuran General Atomics Predator. Tetapi Hermes 900 dapat terbang lebih tinggi dan lebih lama hingga 50 persen. Kemampuan terbang tinggi drone Israel memang sangat penting karena dia banyak beroperasi di daerah tempat rudal bahu bertebaran di banyak tempat sehingga akan sangat mengancam drone yang terbang rendah.

Hermes 900 memainkan peran penting dalam konflik Gaza beberapa waktu lalu, atau saat terjadinya operasi di Lebanon, Wilayah Pendudukan dan mungkin Sinai.

5.Raytheon TLAM Blok IV Tomahawk

Beberapa rudal bisa disebut sebagai drone bunuh diri. Tomahawk salah satunya.

Rudal ini memulai karirnya pada awal tahun 1980, dengan kisaran panjang, varian khusus untuk pengiriman nuklir, serangan darat dan misi anti-kapal.

Tomahawk berkembang sejak Perang Dingin menjadi pesawat yang sangat canggih. Drone ini menyerang target atas perintah operator jarak jauh.

Angkatan Laut AS secara efektif membangun kembali rudal tersebut dengan kemampuan lebih. Rudal bisa dipandu oleh F/A-18 untuk menghantam target.

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini