Tiang Agustus

Baca Juga

MATA INDONESIA, Agustus. Adakah yang peduli saat ini? Uang, makan, popok, mobil, atau perhiasan. Siapa yang peduli dengan Agustus? Kecuali menyambut antusias awal bulan dengan gajian. Sebatas itu saja.

Ketua RT dengan gagahnya mengajak warga untuk beramai-ramai memasang bendera dan segala pernak-pernik Agustusan. Tiang-tiang mulai ditegakkan. Bendera mulai dipasang. Gapura dicat. Jalanan di gambari dengan hal-hal menyangkut Agustus, Kemerdekaan, atau NKRI Harga Mati. Tapi tetap saja, orang-orang hanya berlalu. Entah untuk berangkat kerja, sekedar jalan-jalan atau menjemur hasil pertanian mereka. Walau begitu bendera di sepanjang jalan itu terus melambai diterpa angin.

Arti kemerdekaan bagi sebagian orang yang berada di masa lalu adalah bebasnya jeratan dari cengkeraman penjajahan. Namun bagi kaum muda milenial, apa sebenarnya arti kemerdekaan itu? Apakah tak lebih dari hormat pada bendera, menyanyikan Indonesia Raya, berpanas panasan sampai terasa mau pingsan?

Berutungnya para pelajar, akademisi, ataupun pejabat daerah yang masih bisa menikmati berpanas-panas ditengah lapangan menunggu bendera dinaikkan. Hati mereka pasti masih terseliputi rasa haru akan makna kemerdekaan kan? Minimal kemerdekan bangsa dari penjajah dulu lah, kemerdekaan hal lain itu persoalan lain.

Yang jelas orang-orang yang masih diwadahi untuk ‘wajib’ ikut upacara kemerdekaan adalah orang yang lebih beruntung dibandingkan orang-orang lain macam pekerja, pedagang, atau bahkan pengangguran yang tak punya ‘kewajiban’ itu.

Peringatan kemerdekaan itu akhirnya tiba lagi. Jika dilihat terus dari tahun-tahun sebelumnya, rasanya kegiatan memperingati kemerdekaan tak akan bisa setara dengan pelaku kemerdekaan itu sendiri. Memang tak sepadan membandingkan perjuangan anak bangsa masa kini dengan mereka yang terlibat langsung dalam peperangan maupun konferensi maupun perundingan dengan pihak kolonial.

Terlebih tahun ini. Tahun pertama kali Indonesia mengalami dampak pandemic dalam sepanjang era kemerdekaan. Tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya tentu kegiatan fisik untuk meramaikan kemerdekaan masih semarak. Tapi dengan diberlakukannya PSBB dan Physical Distancing kini nampaknya kegiatan itu tak akan bisa dilakukan. Lalu apa yang pantas dilakukan untuk menyemarakkan kemerdekaan ini?

Tapi eh tapi, apakah kegiatan macam tarik tambang, balap karung, panjat pinang, dan semacamya itu benar-benar bisa membuat orang-orang memahami arti kemerdekaan? Adakah perbedaan Agustus disetiap tahun selama 75 tahun ini? Pasti. Dan yang pasti Agustus tahun ini adalah hal yang sama sekali baru.

Perayaan kemerdekaan bangsa tanpa upacara mengharu biru atau kemeriahan karnaval walau atribut kemerdekaan masih mentereng. Tapi apakah hati yang bergetar setiap kali 17 Agustus itu akan masih sama di tahun ini?

Sama seperti tahun lalu, menjelang berlangsungnya 17 Agustus aku selalu merenungi tentang nasionalisme dalam diri. Memupuk lagi rasa haru yang mungkin saja akan memunculkan rasa rela berkorban dan semangat perjuangan untuk membela kemanusiaan. Aku rasa inilah yang perlu dilakukan tahun ini. Mungkin tidak ada kegiatan fisik untuk memperingati kemerdekaan bangsa, tapi kita masih bisa melakukan hal yang jauh lebih bermakna.

Menulis, menulislah. Karena kaum terpelajar terdahulu melakukan pergerakan perlawanan dengan cara menulis. Mereka mencurahkan segala pikiran pada kertas-kertas dan mesin tiknya untuk ajang propaganda mengajak segala kaum untuk tergerak hatinya melakukan perlawanan. Juga mengabarkan pada dunia bahwa bangsa ini tak sepenuhnya kalah dan terinjak-injak. Sama seperti yang dikatakan Nyai Ontosoroh, ‘dengan melawan, kita tak sepenuhnya kalah’. Kita pun dapat melakukan kegiatan menulis untuk melawan ‘penjajahan’ yang masih berlangsung di negeri ini.

Membaca sejarah atau menonton film kemerdekaan juga dapat digunakan untuk mengisi hari peringatan kemerdekaan nanti. Karena kita hidup dengan didasari dari sejarah, tentunya kita pun harus mengetahui sejarah dari bangsa sendiri yang tak lain juga bisa dikatakan sebagai bagian dari sejarah diri sendiri pula. Ingatlah pada sebuah pepatah,

Dengan membaca aku bisa mengenal dunia. Dengan menulis aku bisa dikenal dunia.

Pada akhirnya jika ditarik garis, arti dari kemerdekaan tentunya adalah mengenai kebebasan. Yang mungkin saja anak-anak kecil mengenal kemerdekaan hanya sebatas merdeka 17 Agustus 1945 dari penjajah Belanda dan Jepang. Dan jika disodori teks pembukaan UUD 1945 yang mengatakan “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”, mereka hanya hapal namun tak paham.

Tak percaya jika bangsa ini masih belum sepenuhnya merdeka? Lihatlah para pemimpin negeri yang dengan entengnya menggunkan uang pajak dari rakyat untuk kesenangan sendiri. Lihatlah bagaimana pemilik modal adalah pemilik semua kebijakan. Lihatlah pembungkaman informasi. Semua ini adalah tugas kita untuk memerdekakan bangsa ini seutuhnya.

Penulis: Itsna Khoirika
Twitter: @SayurPlayer

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pemerintah Berikan Paket Stimulus Demi Jaga Daya Beli Masyarakat TerdampakPenyesuaian PPN 1%

Oleh : Rivka Mayangsari*) Perekonomian global dan domestik yang terus menghadapi ketidakpastian menuntut kebijakan yang cerdas dan tepat sasaran untuk menjaga daya...
- Advertisement -

Baca berita yang ini