Mata Indonesia, Sleman – Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (Dinas P3AP2KB) Kabupaten Sleman lakukan upaya pencegahan perilaku menyimpang bagi remaja lewat kegiatan Gerakan Bersama Perlindungan Anak (Geber Penak) Tahun 2024 di Museum Candi Prambanan, Prambanan, Sleman pada Jumat (20/12/2024).
Diikuti oleh 270 peserta dari unsur pelajar SMP/SMA di Kapanewon Prambanan, Kalasan, Berbah dan forum anak, kegiatan ini dibalut dengan kegiatan talkshow bertajuk perilaku menyimpang bagi remaja dengan fokus salah satu penyebab yaitu masalah kesehatan mental
Susmiarto, Sekretaris Daerah Kabupaten Sleman mengatakan bahwa program Geber Penak ini merupakan upaya-upaya dari pemerintah untuk menjadikan Sleman sebagai wilayah ramah anak.
“Upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Sleman seperti Geber Penak ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan baik fisik dan mental yang menyasar anak-anak dan remaja di wilayah Kabupaten Sleman,” kata Susmiarto.
Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Sleman menggalakkan beberapa program untuk mewujudkan Kabupaten Sleman yang sehat lahir batin, maju, unggul, dan berprestasi.
“Berbagai program sudah dilaksanakan seperti pencegahan stunting, bina keluarga balita, bina keluarga remaja, hingga bina keluarga lansia dengan tujuannya adalah menjadikan Sleman rumah bersama,” kata Susmiarto.
Temuan Dinas P3AP2KB dari masing-masing 50 sampel peserta didik di 6 sekolah setingkat SMP dan SMA yang tersebar di Kapanewon Berbah, Mlati, Moyudan, Tempel, dan Moyudan, ada bermacam kenakalan remaja yang berhasil diidentifikasi dan ditindaklanjuti. Jenis kenakalannya antara lain merokok, minum minuman beralkohol, kekerasan di jalan, balap liar, vandalisme, perundungan, sampai pornografi dan judi online.
Temuan tersebut ditindaklanjuti dengan langkah kuratif dan rehabilitatif melalui pendampingan guru BK, pendampingan psikolog dari puskesmas, sampai membawa siswa ke Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja.
Temuan itu juga mendapatkan kesimpulan bahwa salah satu penyebab kenakalan remaja adalah tidak adanya komunikasi yang berkualitas antara orangtua dengan anaknya. Hal ini diamini Wildan Solichin, Kepala Dinas P3AP2KB yang mengatakan bahwa perilaku menyimpang pada remaja memerlukan perhatian dari segala pihak baik dari pihak sekolah maupun orang tua.
“Perlu adanya bimbingan dan pendekatan terhadap orang tua terkait perlunya membangun parenting yang efektif dan berkualitas,” tutup Wildan.
Mustikaningtyas, Ketua Tim Kerja Ketahanan Keluarga dan Pencegahan Stunting dari BKKBN DIY mengatakan remaja sering berada dalam emosi yang tidak stabil, hal ini dikarenakan remaja dalam masa transisi dari anak–anak menuju dewasa.
“Remaja sering mengalami beberapa tekanan mental seperti tekanan sosial, akademik, dan emosional. Hal ini jika tidak ditangani dengan baik akan menjadi faktor remaja untuk melakukan kegiatan menyimpang,” kata Tyas.
Kesehatan mental yang diderita remaja didominasi oleh faktor cemas dan depresi. Cemas dan depresi akan berbeda penampakkannya ketika dialami oleh remaja dibandingkan dengan orangtua.
Tyas mengatakan remaja yang mengalami cemas dan depresi akan menampakkan perilaku tidak nyaman atau sensitif.
“Perilaku tidak nyaman atau sensitif yang dialami bisa terjadi didominasi oleh hormon remaja tersebut,” kata Tyas.
Kondisi ini perlu mendapat perlakuan khusus seperti membangun mental remaja yang tangguh. “Contohnya ketika dimarahi orang tua, remaja cenderung berani menjawab. Untuk kondisi seperti ini sebaiknya remaja dianjurkan untuk menenangkan diri terlebih dahulu kemudian memberikan respon yang lebih baik lagi,” kata Tyas.
Tyas juga menyarankan remaja harus mempunyai keterampilan fisik. WHO merekomendasikan minimal 3 hari dalam seminggu dengan durasi 1 jam melakukan aktivitas fisik untuk menaikkan denyut jantung.
“Hindari atau kurangi perilaku mager, hendaknya melakukan olahraga seperti lari, gym, atau pilates yang memacu denyut jantung,” kata Tyas.
Terakhir, Tyas merekomendasikan remaja untuk menguasai keterampilan bersosialisasi dan aktif mengikuti kegiatan keagamaan sesuai agama yang dianut.
“Dengan begitu diharapkan remaja mempunyai mental yang tangguh untuk mencegah perilaku yang menyimpang karena kesehatan mental,” tutup Tyas.