Mata Indonesia, Yogyakarta – Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta berupaya melakukan pemerataan dalam menangani kesenjangan pendapatan dan kekayaan atau rasio gini.
Sekda Pemkot Jogja, Aman Yuriadijaya menjelaskan bahwa ada pengaruh rasio gini pada pertumbuhan ekonomi karena rasio gini sebetulnya terletak pada pemerataan.
Aman memberikan contoh bedanya pertumbuhan ekonomi dan rasio gini. Bila dalam kelompok ada lima orang dengan satu orang mengalami kenaikan berat badan 100 kilogram, sementara anggota lain dari kelompok itu mengalami kenaikan bervariasi 5-10 kilogram.
“Maka ketika dirata-rata pertumbuhan kelompok meningkat. Tapi juga ada kesenjangan yang meningkat. Sehingga kata kuncinya adalah pemerataan,” ucapnya, Senin 23 Januari 2023.
Aman menyebut bahwa secara prinsip, kenaikan kekayaan berjalan sesuai dengan kapasitasnya sehingga sulit merata pada satu kelompok.
“Pada saat pertumbuhan ekonomi, potensi kesenjangan itu mungkin terjadi. Maka secara prinsip, yang kami lakukan aspek pemerataan. Judulnya mendasarkan seluruh program kegiatan pada data,” ujarnya.
Sementara Badan Pusat Statistik DIY membeberkan, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk DIY yang diukur dengan menggunakan indikator rasio gini sebesar 0,459 pada September 2022.
Angka ini meningkat 0,020 poin, dibandingkan dengan rasio gini Maret 2022 yang besarnya 0,439. Meningkat 0,023 poin dibandingkan dengan rasio gini September 2021 yang sebesar 0,436.
Rasio gini di daerah perkotaan pada September 2022 tercatat sebesar 0,468, meningkat dibanding rasio gini Maret 2022 yang sebesar 0,446. Selain itu, mengalami peningkatan jika dibandingkan rasio gini September 2021 yang sebesar 0,443.
“Rasio gini di daerah perdesaan pada September 2022 tercatat sebesar 0,342. Kondisi ini juga menunjukkan adanya kenaikan jika dibandingkan dengan rasio gini Maret 2022 yang besarnya 0,332 dan rasio gini September 2021 yang sebesar 0,325,” dikutip dari rilis BPS DIY.
Berdasarkan ukuran ketimpangan Bank Dunia, distribusi pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah 15,54 persen. Jika dirinci menurut wilayah, di daerah perkotaan angkanya tercatat sebesar 14,91 persen. Adapun untuk daerah perdesaan, angkanya tercatat sebesar 20,42 persen.
Di sisi lai, tingkat warga miskin di DIY masih cukup tinggi. Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana mengatakan terdapat 30 ribu keluarga miskin ekstrem di Kota Pelajar.
Ia mengusulkan untuk mengentaskan kemiskinan itu, pemerintah mengalokasikan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) naik dari Rp200 ribu menjadi Rp500 ribu.
“Jadi kalau BPNT itu hanya Rp200 ribu, kami rasa kurang dengan kondisi jumlah keluarga miskin saat ini. Jadinya (naik) di kisaran Rp500 ribu,” ujar dia.(Abrar)