Polda Sumut Berhasil Gagalkan Peredaran 30,8 Kg Sabu, 10 Kg Ganja dan 1.996 Ekstasi

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Peredaran narkotika jaringan internasional berhasil digagalkan oleh Polda Sumatera Utara (Sumut) serta menyita sejumlah barang bukti berupa 30,8 kilogram sabu-sabu, 10 kilogram ganja, dan 1.996 butir pil ekstasi.

Direktur Reserse Narkoba Polda Sumut, Kombes Pol Wisnu Adji, mengatakan barang bukti narkotika itu disita dari jaringan Malaysia-Indonesia.

“Pengungkapan ini kami lakukan dari Juni hingga Juli 2022 atau selama 37 hari. Di mana dari 14 tersangka ada 6 kasus,” katanya, Rabu 13 Juli 2022.

Wisnu memerinci barang bukti narkotika itu didapat dari pengungkapan kasus pada Minggu 5 Juni 2022 dengan tersangka Raban dan Saini di Medan Sunggal.

Saat itu polisi menyita 1,8 kilogram sabu-sabu dari tangan tersangka. Kemudian, petugas melakukan pengembangan dan kembali menyita 4 kilogram sabu-sabu dari tersangka Deri.

“Dilakukan pengembangan lagi pada Kamis 30 JUni 2022 di Jalan Medan-Aceh terhadap pelaku S, A, dan HU. Kami mengamankan barang bukti 10 kilogram sabu-sabu,” ujarnya.

Selanjutnya, polisi melakukan pengembangan bermodalkan informasi dari para tersangka. Polisi pun menangkap AM dan S di Kabupaten Asahan.

“Sabu-sabu itu mereka peroleh dari seorang pria bernama Abing alias Lao Ban alias Abu di Malaysia. Rencananya sabu-sabu itu akan dijemput di Aceh dan dibawa ke Riau,” katanya.

Kemudian, pada Kamis 7 Juli 2022 polisi menangkap RC, DES, dan NAS di jalan tol Pekanbaru-Dumai. Polisi menemukan barang bukti sabu-sabu seberat 13 kilogram dan 1.996 butir pil ekstasi.

“Barang tersebut merupakan titipan pelaku MC alias Olang dan CW alias Angkhe yang diperoleh dari Abing di Malaysia,” ujarnya.

Sementara, untuk barang bukti 10 kilogram ganja kering diamankan polisi di Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumut. Polisi juga turut meringkus tersangka yakni MB.

“Para tersangka dijerat Pasal 114 Ayat (2) dan Pasal 111 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman pidana mati atau seumur hidup,” katanya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Hilirisasi Buka Lapangan Pekerjaan dan Arah Ekonomi

Oleh: Winna Nartya *) Dalam perdebatan publik, hilirisasi kerap direduksi menjadi larangan ekspor bahan mentahatau pembangunan smelter. Padahal, substansi kebijakan ini jauh melampaui industri berat. Staf Khusus Menteri Investasi dan Hilirisasi, Sona Maesana, menekankan bahwa hilirisasiadalah soal penciptaan nilai tambah yang berkelanjutan, kemandirian ekonomi, danpembukaan lapangan kerja, serta penentuan arah masa depan bangsa. Ia melihat, daripengalamannya di dunia usaha dan kini di ranah kebijakan, bahwa hilirisasi hanya akanbertahan bila ekosistem investasinya sehat dan ada keberpihakan pada pelaku lokal. Karenaitu, ia menilai sekadar mendirikan pabrik tidak cukup; pertanyaan kuncinya adalah siapa yang menikmati nilai tambahnya dan bagaimana rantai pasoknya melibatkan anak bangsa secaraaktif. Dalam pandangannya, hilirisasi mesti membuka pekerjaan lokal, mengikutsertakan UKM, dan menaikkan kelas pengusaha Indonesia melalui kemitraan yang nyata. Di ranah kebijakan, Sona Maesana menjelaskan pemerintah mendorong integrasi antarapelaku lokal dan asing, memberi insentif bagi investor yang membina industri lokal, sertamenata regulasi yang transparan agar tumpang tindih perizinan berkurang. Ia juga menilaikecepatan dan kepastian perizinan lebih penting daripada angka komitmen investasi di ataskertas, karena tanpa eksekusi yang jelas, angka hanyalah janji. Sebagai jembatan antarabahasa investor dan bahasa pemerintah, ia mendorong cara pandang baru: bukan sekadar“menjual proyek”, melainkan menumbuhkan kepercayaan jangka panjang. Ia pun mengingatkan bahwa hilirisasi tidak berhenti pada mineral dan logam; sektor digital, pertanian, farmasi, hingga ekonomi kreatif perlu masuk orbit hilirisasi melalui keterhubunganstartup kesehatan dengan BUMN farmasi, petani dengan pembeli industri lewat platform lokal, serta skema yang mengkomersialisasikan inovasi kampus.  Di tingkat kelembagaan, peta jalan hilirisasi diperkuat oleh kolaborasi antarpemerintah, industri, dan kampus. Himpunan Kawasan Industri (HKI) menandatangani nota kesepahamandengan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, yang disaksikan Presiden Prabowo Subianto. Ketua Umum HKI, Akhmad Ma’ruf Maulana, menyampaikan bahwa kerja sama ini merupakan perwujudan AstaCita untuk mendorong kemandirian ekonomi, memperkuat keberlanjutan, dan mempercepatinovasi teknologi sebagai pilar pertumbuhan. Ia menegaskan peran HKI sebagai penghubungsektor industri, pendidikan, dan pemerintah untuk melahirkan daya saing berbasispengetahuan dan inovasi. Ruang lingkupnya meliputi penyelarasan kurikulum dengankebutuhan industri, kolaborasi riset untuk mempercepat hilirisasi dan menarik investasi, sertapeningkatan daya saing melalui pembentukan SDM industri yang unggul. Contoh konkret hilirisasi yang langsung menyentuh pasar tenaga kerja tampak di Aceh. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Cut Huzaimah, menyerukan penghentianekspor karet mentah karena pabrik pengolahan di Aceh Barat, yaitu PT Potensi Bumi Sakti, siap beroperasi menampung seluruh produksi lokal. Ia menilai pengolahan di dalam daerahpenting untuk mendorong hilirisasi, membuka lapangan kerja, dan menaikkan kesejahteraan. Pabrik yang berdiri di lahan 25 hektare itu memiliki kemampuan mengolah 2.500 ton karetkering per bulan, dan pemerintah daerah menilai stabilitas serta keamanan investasi harusdijaga agar manfaatnya langsung dirasakan rakyat Aceh. Di klaster pangan–petrokimia, hilirisasi juga dikuatkan melalui kemitraan strategis. DirekturUtama PT Pupuk Indonesia (Persero), Rahmad Pribadi, menjelaskan bahwa perusahaanmemperluas kerja sama dengan Petronas Chemicals Group Berhad untuk memperkuatketahanan pangan regional sekaligus mendorong hilirisasi pupuk dan petrokimia di Indonesia. Kolaborasi ini mencakup penjajakan sinergi pasokan urea dan amonia, transfer pengetahuan teknis dan operasional, serta penguatan tata kelola Kesehatan, Keselamatan, danLingkungan (Health, Safety, and Environment/HSE).  Jika ditautkan, tiga simpul di atas, yakni kebijakan investasi yang berpihak pada pelaku lokal, penguatan link–match kampus–industri, dan proyek pengolahan komoditas serta petrokimia, menggambarkan logika hilirisasi yang lengkap. Lapangan kerja tidak hanya muncul di pabrikutama, melainkan juga pada efek pengganda: logistik bahan baku, jasa pemeliharaan mesin, kemasan, transportasi, layanan digital rantai pasok, hingga jasa keuangan dan asuransi. Dengan kurikulum yang diselaraskan, talenta lokal tidak sekadar menjadi tenaga operasional, melainkan juga teknisi, analis proses, dan manajer rantai pasok....
- Advertisement -

Baca berita yang ini