Mata Indonesia, Yogyakarta – Pemda DIY melalui Gubernurnya, Sri Sultan HB X akhirnya mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) DIY Nomor 5 Tahun 2024 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol atau Miras. Ingub itu disahkan pada Rabu 30 Oktober 2024 yang juga menyasar larangan penjualan miras secara online.
Perjalanan hingga Ingub ini tak serta merta disahkan, kemunculannya bisa dibilang dari sejumlah rentetan kejadian yang terjadi di DIY. Memang puncaknya adalah penusukan seorang santri yang terjadi di wilayah Prawirotaman Kota Jogja oleh pelaku yang membawa sajam. Bahkan penganiayaan berujung penusukan itu diduga kuat dari pelaku yang menenggak miras sebelumnya.
Namun sejak lama desakan agar pemerintah mengendalikan peredaran miras di Jogja sudah terjadi sejak September 2024 lalu. Hal itu berawal dari penolakan warga terhadap salah satu bar yang izinnya adalah restoran yang justru menyediakan berbagai jenis minuman beralkohol.
Tepatnya di Sariharjo, Ngaglik, Sleman, puluhan warga bersikeras menolak adanya bar atau tempat hiburan malam bernama Angle’s Wing (AW). Keberadaan tempat tersebut dituding mengganggun ketertiban umum. Bahkan demo dari warga juga dilakukan untuk mendesak pemerintah Sleman mengambil tindakan.
Desakan Warga Sleman Menutup Bar
Pada 30 September 2024, bar termasuk penjualan miras di lokasi tersebut ditutup sementara. Warga bahkan merayakan kemenangannya dengan berfoto bersama di bar tersebut.
“Jadi ijinnya PT Sastro Ing Kahuripan adalah restoran dan bar yang sudah berijin. Tapi kan sekarang jadi Angel’s Wing menggunakan PT Asia Gemilang yang belum ada ijinnya,” ujar Koordinator Kelompok Substansi Pelayanan Terpadu Satu Pintu II Dinas PMPTSP Sleman, Dyah Sulistyastuti Senin 30 September 2024.
Penutupan bar tersebut adalah sekelumit dari desakan warga di Bumi Sembada yang berhasil. Isu miras di Jogja memang sempat mereda, namun desakan dari warga tak berhenti di Sariharjo saja.
Media sosial lalu ramai dengan sejumlah desakan warga yang menolak peredaran miras. Dusun Gondangan, Kalurahan Sardonoharjo, Kapanewon Ngaglik, Sleman memasang puluhan spanduk yang menolak adanya miras di wilayah mereka.
Penusukan Santri
Memasuki akhir Oktober kasus penganiayaan terhadap dua santri terjadi. Tepatnya pada 23 Oktober 2024, dua santri menjadi korban penganiayaan, satu orang berinsial SF, justru mengalami luka parah karena benda tajam yang menghunus perutnya.
Kapolresta Jogja, Kombes Pol Aditya Surya Darma menyebutkan bahwa penyerangan terhadap santri itu diduga karena ada unsur balas dendam. Pasalnya pelaku mengincar orang yang pernah melakukan penganiayaan pada 22 Oktober di Luku Cafe yang ada di sekitar Prawirotaman, Gondomanan, Kota Jogja.
Sehingga pada 23 Oktober pelaku bersama teman-temannya menunggu orang yang dimaksud di lokasi yang sama. Namun dua santri yang berniat makan sate di sekitar lokasi menjadi korban penganiayaan.
“Ada orang yang memprovokasi menyiapkan tempat kemudian membelikan minuman agar teman-temannya nanti menuju ke tempat itu, minum setelah mabuk langsung membuat keributan,” ujar Aditya.
Desakan Berantas Miras di Kantor Gubernur DIY
Seakan menjadi pemantik dari kasus penusukan tersebut, gerakan warga menolak miras pun tersulut lagi. Tepatnya di Kantor Gubernur DIY, massa yang mengatasnamakan Forum Ukhuwah Islamiyyah (FUI) DIY menggelar demo dengan berjalan dari Titik Nol Kilometer untuk meminta pemerintah menangani peredaran miras yang tak terkontrol di Jogja.
“Kami ingin tahu siapa yang sebenarnya ingin membesarkan bisnis miras ini. Ini bukan masalah HAM yang harus diperjuangkan,” ujar Ketua AM FUI DIY.
Demo itu pun juga memberikan pengaruh terhadap sejumlah pejabat yang ada di DIY. Bahkan tokoh agama ikut berkomentar keras terhadap kasus penganiayan yang sebelumnya ramai jadi sorotan.
Penetapan Ingub DIY
Puncaknya adalah penetapan Instruksi Gubernur terhadap penjualan dan peredaran miras di DIY. Tepat pada 30-31 Oktober petugas gabungan Polda DIY, Polresta Jogja dan juga Satpol PP Kota Jogja melakukan razia besar.
Direskrimsus Polda DIY Kombes Pol Idham Mahdi mengatakan sedikitnya ada 2.178 botol miras ilegal yang disita. Semuanya belum memiliki izin, termasuk juga menutup sementara toko penjualan miras yang tak memiliki izin.
Penyitaan itu pun beranekaragam. Mulai dari minuman beralkohol golongan A hingga C yang tak memiliki izin untuk diedarkan di Kota Pelajar.
“Dan terhadap toko yang tidak memiliki izin penjualan miras dilakukan pemasangan police line,” ucapnya.
Ditegaskan Idham, pengamanan terkait miras ini masih akan terus berlanjut. Sebagai bentuk upaya untuk mengatur peradaran miras yang tak berizin.
“Pengamanan berbagai merk dan ukuran minuman keras ini masih akan terus berlanjut. Hal ini merupakan bagian dari pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat di wilayah hukum Polda DIY,” tegasnya.