Mata Indonesia, Gunungkidul – Jumlah kasus kematian sapi yang diduga terinfeksi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Kabupaten Gunungkidul terus bertambah. Hingga Senin, 30 Desember 2024 kemarin, dilaporkan puluhan sapi mati, dengan 15 ekor berasal dari Kalurahan Pampang, Kapanewon Paliyan.
Sementara sisanya tersebar di berbagai wilayah lainnya. Situasi ini memicu kekhawatiran para peternak yang berharap adanya kompensasi dari pemerintah.
Sebelumnya diketahui kasus PMK kembali terjadi sejak Jumat pekan lalu di Gunungkidul. Wilayah ini memang sering mengalami kondisi ternak yang sakit bahkan tewas akibat penyakit tersebut.
Lurah Pampang, Saeful Hamid, mengonfirmasi bahwa 15 sapi di wilayahnya telah mati akibat dugaan PMK, dan sejumlah lainnya menunjukkan gejala serupa. Kasus ini telah dilaporkan ke Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) untuk segera ditindaklanjuti. DPKH sendiri telah mengambil langkah dengan memulai program vaksinasi pada sapi yang terpapar PMK.
“Hari ini, vaksinasi terhadap ternak yang terdampak sudah dilakukan,” ujar Saeful, dikonfirmasi Selasa 31 Desember 2024.
Kerugian ekonomi yang ditanggung para peternak cukup besar, mengingat sapi-sapi ini dianggap sebagai “tabungan hidup” untuk keperluan mendesak.
“Kami sangat berharap pemerintah memberikan ganti rugi, berapa pun besarannya, untuk meringankan beban peternak,” tambahnya.
Upaya Pemerintah: Vaksinasi dan Pencegahan Penyebaran
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul, Wibawanti, menyatakan bahwa pihaknya telah mempercepat pelaksanaan vaksinasi untuk mengendalikan penyebaran PMK. Sebanyak 375 dosis vaksin telah disiapkan untuk wilayah terdampak.
“Fokus utama kami adalah pencegahan. Selain vaksinasi, kami juga membagikan desinfektan kepada peternak dan memberikan edukasi tentang pentingnya menjaga kebersihan kandang,” jelas Wibawanti.
Kendati demikian, tantangan utama yang dihadapi adalah rendahnya kesadaran peternak terhadap vaksinasi. Dengan meningkatnya kasus, diharapkan semakin banyak peternak yang bersedia berpartisipasi dalam program ini.
Pentingnya Biosecurity untuk Mencegah PMK
Wibawanti juga menggarisbawahi pentingnya penerapan biosecurity untuk menekan penyebaran PMK. Langkah-langkah sederhana seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah masuk ke kandang sangat dianjurkan.
“Hindari berpindah dari satu kandang ke kandang lain tanpa membersihkan diri. Kebersihan kandang juga harus dijaga setiap hari,” tambahnya.
Dinas Peternakan berencana mengajukan tambahan desinfektan kepada Pemerintah Provinsi dan BPBD jika persediaan yang ada dari APBD tidak mencukupi. Sementara itu, kerja sama dari peternak sangat diperlukan untuk menjaga kebersihan kandang dan meningkatkan pengawasan terhadap hewan ternak.
Terpisah, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Bantul, Joko Waluyo, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan antisipasi sejak dua pekan terakhir, setelah kabar PMK merebak di Gunungkidul.
“Kami sudah mulai antisipasi sejak dua minggu lalu dengan memperketat pengawasan lalu lintas ternak, terutama dari wilayah Gunungkidul,” ujar dia.
DKPP Bantul melakukan pengawasan ketat terutama di pasar-pasar hewan di Bantul, khususnya di Pasar Hewan Imogiri. Selain pengawasan di pasar hewan, DKPP Bantul juga memantau kondisi kesehatan ternak di sentra-sentra peternakan yang ada di Bantul untuk mendeteksi dini gejala PMK.
Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa PMK masih menjadi ancaman di Indonesia. Kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah sangat diperlukan untuk menekan angka kematian sapi dan mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut.