Oleh: Feronika Jasin )*
Setelah dilakukan penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1 persen, pemerintah telah mempersiapkan sejumlah langkah strategis untuk meredam dampak ekonomi terhadap masyarakat. Kebijakan ini diambil sebagai bagian dari upaya untuk menyehatkan sektor fiskal negara, namun diperkirakan akan memberikan beban tambahan bagi konsumen dan sektor-sektor tertentu.
Dalam menghadapi potensi dampak negatif dari penyesuaian PPN tersebut, pemerintah menyadari pentingnya memberikan stimulus guna menjaga daya beli masyarakat. Beberapa langkah yang direncanakan di antaranya adalah peningkatan anggaran untuk program-program sosial yang dapat langsung dirasakan oleh kalangan ekonomi menengah ke bawah. Dengan adanya stimulus tersebut, diharapkan beban yang ditanggung oleh konsumen dapat diminimalisasi, serta pertumbuhan ekonomi tetap terjaga.
Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengenai insentif perpajakan 2025, yang mayoritas akan dinikmati oleh rumah tangga dan pelaku usaha, termasuk UMKM, menunjukkan adanya upaya konkret pemerintah untuk menciptakan keseimbangan antara kebutuhan fiskal negara dengan keberlanjutan ekonomi masyarakat.
Pemerintah menyadari bahwa rumah tangga, terutama yang berada pada lapisan menengah ke bawah, adalah motor penggerak perekonomian nasional. Dampak pandemi COVID-19 dan ketidakpastian ekonomi global telah menggerus daya beli masyarakat, yang berdampak langsung pada konsumsi barang dan jasa. Dalam konteks ini, insentif perpajakan yang diarahkan untuk rumah tangga menjadi langkah yang sangat tepat. Dengan memberikan keringanan pajak atau pengembalian pajak, pemerintah memberi ruang bagi masyarakat untuk menyesuaikan anggaran rumah tangga mereka, sekaligus mendorong konsumsi yang pada gilirannya dapat mendukung pemulihan ekonomi.
Selain itu, perhatian khusus juga diberikan pada sektor-sektor yang diperkirakan akan lebih terdampak oleh penyesuaian PPN. Pemerintah sedang merumuskan skema insentif bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM), agar mereka tetap bisa bertahan dan beradaptasi dengan perubahan tarif pajak yang baru. Pemberian bantuan langsung tunai (BLT) yang tepat sasaran, serta subsidi untuk barang-barang kebutuhan pokok juga menjadi salah satu bagian dari stimulus yang akan segera digulirkan.
Sebagai bagian dari kebijakan fiskal yang lebih luas, pemerintah juga mempertimbangkan kemungkinan penyesuaian lainnya yang bisa mempengaruhi daya beli masyarakat. Salah satu opsi yang sedang dipertimbangkan adalah penguatan program pelatihan dan pendidikan keterampilan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga masyarakat bisa lebih berdaya saing dan siap menghadapi tantangan pasar kerja.
Peneliti Ekonomi Indonesia Development of Economics and Finance (INDEF), Ariyo Irhamna, mengatakan terkait dengan penyesuaian tarif PPN 1 persen membuka ruang diskusi mengenai dampak kebijakan tersebut terhadap perekonomian Indonesia. Meski tampak sederhana, penyesuaian tarif PPN 1 persen diperkirakan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara, bahkan mencapai puluhan triliun rupiah.
Dalam konteks keuangan negara, penyesuaian PPN dapat dipandang sebagai upaya pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan pajak. Dengan memperkirakan kenaikan ini dapat menambah pendapatan negara hingga puluhan triliun rupiah, pemerintah tentu berharap untuk mengatasi defisit anggaran yang masih menjadi tantangan utama dalam pembangunan nasional. Sumber penerimaan yang lebih besar dari PPN dapat digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan, mulai dari infrastruktur, pendidikan, hingga kesehatan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Di sisi lain, sejumlah kebijakan yang mempermudah akses terhadap pembiayaan juga menjadi fokus perhatian. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu menjelaskan mengenai keyakinannya bahwa pertumbuhan ekonomi 2025 akan tetap mencapai target APBN sebesar 5,2 persen meski ada penyesuaian tarif PPN, patut untuk dicermati.
Febrio menegaskan bahwa kebijakan penyesuaian PPN 1 persen tidak akan berdampak signifikan terhadap inflasi. Meskipun ini merupakan pandangan yang optimistis, tantangan dalam mewujudkan prediksi tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata. Terutama dalam konteks ekonomi Indonesia yang penuh dengan ketidakpastian global dan dinamika domestik yang kompleks.
Febrio yakin bahwa meski ada kebijakan penyesuaian PPN, target pertumbuhan ekonomi 2025 sebesar 5,2 persen masih bisa tercapai. Keyakinan ini bisa jadi didasarkan pada beberapa faktor yang mendukung perekonomian Indonesia, seperti permintaan domestik yang tetap tinggi, kebijakan stimulus yang pro-pengusaha, dan prospek positif dari sektor ekspor. Selain itu, ekonomi global yang diperkirakan membaik pasca-pandemi juga bisa memberikan dorongan bagi ekspor Indonesia.
Pemerintah juga terus berkomunikasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk lembaga keuangan dan asosiasi pengusaha, untuk memastikan bahwa langkah-langkah stimulus yang diambil dapat berjalan dengan efektif. Kolaborasi ini diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi dan memberikan ketenangan kepada masyarakat yang merasa khawatir akan dampak dari kebijakan tersebut.
Dengan adanya berbagai stimulus yang disiapkan, diharapkan masyarakat dapat merasa terbantu dalam menghadapi transisi ini. Sementara itu, pemerintah akan terus memantau perkembangan perekonomian dan menyesuaikan kebijakan fiskal agar dampaknya dapat dikelola dengan baik. Secara keseluruhan, meskipun penyesuaian PPN ini menjadi tantangan tersendiri, upaya yang dilakukan pemerintah diharapkan dapat mengurangi dampak negatif dan memfasilitasi masyarakat untuk tetap dapat beradaptasi dengan kondisi ekonomi yang baru.
)* Analis ekonomi Astara Indocity