Anak Usia 10 Tahun Indonesia Banyak Tak Bisa Membaca, Kemendikbud Angkat Suara

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Kondisi ketidakmampuan anak pada usia 10 tahun dalam membaca dan memahami cerita sederhana masih terjadi di Indonesia. Mengatasi hal itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Totok Suprayitno mengatakan perlu asesmen untuk melihat sejauh mana tingkat learning poverty.

Selama ini, Kemendikbud, katanya, telah melakukan proses asesmen sejak awal, yaitu sejak siswa duduk di kelas 2. Sehingga proses penilaian sudah dapat diselesaikan ketika siswa duduk di kelas 4.

“Yang penting kita pertama harus mengakui kalau memang faktanya seperti itu,” katanya usai kunjungan kerja Bank Indonesia ke Kemendikbud di Jakarta, Selasa 19 November 2019.

Selain itu, Kemendikbud pertama-tama perlu menerima dan mengakui jika data dari Bank Dunia menunjukkan hal seperti itu. Menurut dia, asesmen atau penilaian secara jujur dilakukan untuk dapat memperbaikinya.

“Learning poverty itu kan ketika anak usia kelas 4, karena dikhawatirkan kalau enggak bisa baca simple text, nanti proses berikutnya untuk belajar akan terhambat. Nah, kita cek sejak kelas 2,” katanya.

Sejak kelas 2, siswa dinilai dengan melihat kemampuan membacanya untuk dapat ditindaklanjuti jika hasilnya tidak mencapai standar yang ditargetkan. Seandainya ketahuan kelas 2 ada potensi tidak bisa membaca, ini masih ada perbaikan selama satu atau dua tahun sehingga pada umur 10 sudah memiliki kemampuan yang cukup untuk membaca.

Terkait data Bank Dunia yang menunjukkan bahwa sebanyak 53 persen dari seluruh anak di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah mengalami learning poverty. Namun Toto menyanggah hal itu dengan mengatakan angkanya tidak setinggi itu.

“Secara spesifik kita belum melakukan studi mendalam mengenai itu. Tapi, di daerah-daerah remote itu ada saja. Tapi tidak separah yang digambarkan tadi, 53 persen,” katanya.

Sayangnya ia tidak dapat menyebutkan angka pasti dari kajian Assesment Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) tentang seberapa jauh anak-anak di Indonesia yang mengalami learning poverty.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Produksi Sampah di Jogja masih Didominasi Bahan Organik, DLH Jogja Minta Masyarakat Terapkan Biopori

Mata Indonesia, Yogyakarta - Ketua Tim Penanganan Sampah, DLH Kota Jogja, Mareta Hexa Sevana, menyoroti dominasi sampah organik dalam produksi sampah di wilayahnya yang mencapai lebih dari 50 persen. Mareta menekankan pentingnya perhatian terhadap masalah ini, terutama dari rumah tangga di Kota Yogyakarta.
- Advertisement -

Baca berita yang ini