Waduh, Penyakit Ketawa Joker Ternyata Terjadi di Indonesia

Baca Juga

MINEWS.ID, JAKARTA – Kalau kalian yang udah nonton Film Joker, bisa jadi penasaran dengan pseudobulbar affect (PBA), penyakit yang diidap Arthur Fleck alias Joker. Ia terkadang suka tertawa, padahal sebenarnya lagi sedih atau gugup. Dan ternyata penyakit ini memang benar ada dan di Indonesia sudah ada beberapa yang menjadi pengidapnya.

Gita, seorang mahasiswi universitas swasta di Jakarta Selatan kepada MINEWS, mengaku dirinya terkadang tak bisa menahan tawa pada saat-saat tertentu. Dan waktunya cukup lama, 40-60 menit. ”Biasanya terjadinya malam sebelum tidur. Entah kenapa saya tertawa terbahak-bahak,” keluhnya.

Teman-teman kostnya sempat mengira dia kesurupan karena tawanya tak bisa berhenti. ”Saat tertawa saya tidak sadar sama sekali. Setelah itu badan saya cape sekali,” katanya.

Tak hanya di malam hari. Pernah saat dia sedang jalan di sebuah mall, entah kenapa tiba-tiba dia tertawa terbahak-bahak. ”Beberapa teman yang sudah tahu penyakit saya, kadang suka memeluk dan kemudian menyuruh duduk,” katanya.

Pengidap PBA memang suka mengeluarkan ekspresi yang berbeda dengan perasaannya yang sebenarnya. Ini karena ada sistem saraf mereka yang rusak. Atau lebih tepatnya, ada kerusakan pada korteks prefrontal. Ini adalah area otak yang mengontrol emosi. Karena sistem kontrolnya terganggu, maka mereka bisa tiba-tiba tertawa atau menangis dalam kondisi yang tidak sepatutnya.

Bahkan seperti dikutip dari Mayo Clinic, mereka bisa tertawa dan menangis sampai beberapa menit. Kebanyakan penderita PBA menampilkan ekspresi menangis yang tidak terkontrol dibanding tertawa seperti yang dialami Arthur si Joker.

Tapi baik itu menangis atau tertawa, intinya mereka enggak bisa mengontrol ekspresi mereka sepenuhnya. Akibatnya, para pengidap PBA sering minder atau malu.

Penderita PBA itu ternyata jumlahnya tidak sedikit. Data yang mengejutkan ini datang dari Amerika Serikat. Dikutip dari pbainfo.org, pengidap PBA di negara itu jumlahnya bisa mencapai dua juta orang. Sedangkan yang punya gejala mirip PBA jumlahnya lebih gede lagi, yaitu sampai enam juta orang.

Siapa aja, sih, mereka yang biasanya punya gejala PBA? mereka yaitu adalah orang-orang yang mengalami trauma otak, pernah terkena stroke, alzheimer, demensia, dan parkinson.

Selain itu, masih ada juga penderita amyotrophic lateral sclerosis (ALS). Yaitu kondisi sistem saraf saat sel-sel tertentu di dalam otak dan sumsum tulang mati secara pelan-pelan. Lalu ada juga penderita multiple sclerosis (MS) yaitu gangguan saraf pada otak, mata, dan tulang belakang.

Gita mengaku dirinya baru tahu penyakit yang dideritanya ini setelah menonton film Joker. ”Saya mungkin harus konsultasi ke dokter. Selama ini keluarga tidak tahu penyakit saya ini. Karena saya baru mengalami penyakit ini sekitar tiga bulan yang lalu,” ujarnya.

Pada penderita PBA, dokter biasanya meresepkan anti-depresan untuk mengendalikan gejala PBA, tetapi hal itu tidak selalu bekerja dengan baik. Pada 2010, Badan Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat (FDA) menyetujui pemberian dextromethorphan atau quinidine (Nuedexta) sebagai bagian dari terapi obat lini pertama untuk PBA.

Menurut penelitian, kedua obat ini dapat membantu mengontrol ledakan tertawa dan menangis pada orang dengan sklerosis ganda dan Amyotrophic lateral sclerosis (ALS). Hidup bersama PBA Hidup dengan kondisi PBA tentu tidak mudah. Namun, ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk mengurangi kecemasan akibat PBA.

Berita Terbaru

Di Era Pemerintahan Presiden Prabowo, Korban Judol Diberikan Perawatan Intensif di RSCM

Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat mengumumankan adanya inisiatif baru dalam upaya menangani dampak sosial dan psikologis...
- Advertisement -

Baca berita yang ini