Waduh! Fans Minta Amber Heard Digantikan Emilia Clarke di Aquaman 2

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Setelah kalah dari persidangannya dengan sang mantan suami, Johnny Depp, sosok Amber Heard sukses membuat geram publik. Termasuk banyak warganet yang meminta Warner Bros untuk mengganti Amber di film Aquaman 2.

Terbaru, nama aktris Emilia Clarke pun jadi sorotan. Tak sedikit netizen blak-blakan meminta pemain Me Before You itu menggantikan Amber Heard di film Aquaman 2.

Munculnya nama Emilia Clarke sebagai sosok yang pantas menggantikan Amber bukan tanpa alasan. Pasalnya, Emilia sendiri pernah berakting dengan sang bintang Aquaman, Jason Mamoa di serial Game of Throne.

Tak cuma, Emilia dan Jason Mamoa pun pernah beradegan panas dan cocok jika kembali berperan sebagai suami istri.

Lebih lanjut, sosok Amber Heard kini membuat jengah publik. Apalagi sejak ibu satu anak itu terbukti bersalah dan kalah di persidangan dengan sang mantan suami, Johnny Depp atas kasus KDRT.

Sementara itu, keberadaan Amber Heard di film Aquaman and the Lost Kingdon pun masih simpang siur. Pihak Warner Bros belum mengambil keputusan, apakah Amber akan lanjut berperan sebagai Mera, atau bakal didepak layaknya Johnny Depp dari film Fantastic Beast.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini