Penyebab dan Penanganan Terhadap Penderita Epilepsi

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Epilepsi adalah gangguan kronis yang menyebabkan kejang berulang tanpa alasan. Kejang sendiri adalah aliran tiba-tiba aktivitas listrik di otak.

Terdapat dua jenis utama kejang, yakni kejang umum yang mempengaruhi seluruh otak dan kejang fokal atau parsial, yang hanya mempengaruhi satu bagian otak.

Kejang ringan lebih sulit dikenali. Itu bisa berlangsung beberapa detik di mana penderitanya mengalami kurang kesadaran. Sementara kejang yang lebih kuat dapat menyebabkan kejang dan kedutan otot yang tidak terkendali, dan dapat berlangsung beberapa detik hingga beberapa menit.

Selama kejang kuat berlangsung, beberapa orang menjadi bingung atau kehilangan kesadaran. Setelah itu, penderita mungkin tidak mengingat tentang kejadian tersebut. Ada beberapa alasan seseorang mungkin mengalami kejang, di antaranya:

  • demam tinggi
  • trauma kepala
  • gula darah sangat rendah
  • efek dari alkohol

Epilepsi adalah gangguan neurologis yang cukup umum, yang menjangkit sebanyak 65 juta orang di seluruh dunia. Di Amerika Serikat (AS), epilepsi menjangkit sekitar 3 juta orang. Siapa pun dapat mengidap epilepsi, tetapi kondisi ini lebih sering terjadi pada anak kecil dan orang tua, serta menjangkit sedikit lebih banyak pada pria daripada pada perempuan.

Penyebab Epilepsi

Sebagian orang dengan kondisi epilepsi tidak memiliki penyebab yang dapat diidentifikasi. Namun untuk sebagian lainnya, kondisi tersebut dapat ditelusuri dari berbagai faktor, di antaranya:

  • Pengaruh genetik

Beberapa jenis epilepsi yang dikategorikan berdasarkan jenis kejang pada penderita alami atau bagian otak yang terpengaruh, diturunkan dari keluarga. Dalam kasus ini, kemungkinan ada pengaruh genetik.

Para peneliti telah melakukan penggabungan beberapa jenis epilepsi dengan gen tertentu. Bagi kebanyakan orang, gen menjadi bagian dari penyebab epilepsi. Gen tertentu dapat membuat seseorang lebih sensitif terhadap kondisi lingkungan yang memicu kejang.

  • Trauma kepala

Trauma kepala akibat kecelakaan mobil atau cedera traumatis lainnya dapat menyebabkan epilepsi.

  • Kelainan otak

Kelainan di otak, termasuk tumor otak atau vascular malformations seperti arteriovenous malformations (AVMs) dan cavernous malformations, dapat menyebabkan epilepsi. Stroke adalah penyebab utama epilepsi pada orang dewasa yang berusia di atas 35 tahun.

  • Infeksi

Meningitis, HIV, virus radang otak, dan beberapa infeksi parasit dapat menyebabkan epilepsi.

  • Cedera sebelum lahir

Sebelum lahir, bayi sensitif terhadap kerusakan otak yang bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti misalnya infeksi pada ibu, gizi buruk atau kekurangan oksigen. Kerusakan otak ini dapat mengakibatkan epilepsi.

  • Gangguan perkembangan

Epilepsi terkadang dapat dikaitkan dengan gangguan perkembangan, seperti autisme.

Cara Penanganan Epilepsi

Saat ini tidak ada obat untuk sebagian besar jenis epilepsi.Biasanya dokter akan meresepkan obat antiepilepsi (AED) untuk membantu mencegah kejang. Jika obat ini tidak bekerja, beberapa pilihan lainnya termasuk operasi, stimulasi saraf vagus, atau diet khusus, dapat dilakukan.

Tujuan dokter sebenarnya hanya untuk mencegah kejang lebih lanjut dan mencegah efek samping dari epilepsi sehingga orang dengan kondisi tersebut dapat menjalani kehidupan yang aktif dan produktif.

Berikut penjelasan lebih lanjut:

  • AED

Menurut American Epilepsy Society, AED membantu mengendalikan kejang pada sekitar 60-70 persen kasus epilepsi. Jenis kejang yang dimiliki seseorang akan menentukan obat spesifik mana yang akan diresepkan oleh dokter.

Obat-obatan umum untuk mengobati epilepsi meliputi; valproic acid, carbamazepine, lamotrigine, dan levetiracetam.

Penting untuk dicatat bahwa beberapa obat dapat mencegah kejang pada satu orang tetapi tidak pada orang lain. Juga, bahkan ketika seseorang menemukan obat yang tepat, mungkin diperlukan beberapa waktu untuk menemukan dosis yang ideal.

  • Operasi

Jika setidaknya dua obat tidak efektif dalam mengendalikan kejang, dokter dapat mempertimbangkan untuk merekomendasikan operasi epilepsi. Sebuah studi pada 2013 dari Swedia, menemukan bahwa 62 persen orang dewasa dan 50 persen anak-anak dengan epilepsi tidak mengalami kejang selama sekitar 7 tahun setelah operasi epilepsi.

Menurut Institut Nasional Gangguan Neurologis dan Stroke, terdapat beberapa opsi bedah diantaranya:

  • Lobectomy: Pada prosedur ini, ahli bedah akan mengangkat bagian otak tempat kejang dimulai. Ini adalah jenis operasi epilepsi tertua.
  • Multiple subpial transection: Pada prosedur ini, ahli bedah akan membuat beberapa pemotongan untuk membatasi kejang pada satu bagian otak.
  • Corpus callosotomy: Seorang ahli bedah akan memotong koneksi saraf antara dua bagian otak. Hal ini untuk mencegah kejang menyebar dari satu sisi otak ke sisi lain.
  • Hemispherectomy: Dalam kasus ekstrim, ahli bedah akan memotong belahan otak, yang merupakan setengah dari korteks serebral otak.

Bagi sebagian orang, menjalani operasi dapat mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan kejang mereka. Namun, terus minum obat anti kejang selama beberapa tahun setelah prosedur ini berlangsung juga penting.

  • Diet

Diet dapat berperan dalam mengurangi kejang. Sebuah tinjauan penelitian tahun 2014 yang muncul di Journal Neurology menunjukkan bahwa diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat dapat bermanfaat bagi anak-anak dan orang dewasa dengan kondisi epilepsi.

Lima dari studi dalam tinjauan menggunakan diet ketogenik, sementara lima lainnya menggunakan diet Atkins yang dimodifikasi. Makanan khas dalam diet ini termasuk telur, bacon, alpukat, keju, kacang-kacangan, ikan, dan buah-buahan dan sayuran tertentu.

Tinjauan tersebut menemukan bahwa 32 persen peserta studi yang mengikuti diet ketogenik dan 29 persen dari mereka yang mengikuti diet Atkins yang dimodifikasi mengalami setidaknya penurunan 50 persen dalam keteraturan kejang. Namun, banyak peserta yang kesulitan mempertahankan pola makan tersebut.

Reporter: Sheila Permatasari

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

DBD dan Leptospirosis Ancam Warga Jogja di Musim Hujan, Dinkes Tekankan Hal Ini

Mata Indonesia, Yogyakarta - Menjelang musim hujan yang tiba pada Oktober 2024, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Jogja mengimbau masyarakat agar waspada terhadap peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Leptospirosis. Hingga saat ini, sudah tercatat ratusan kasus DBD tersebar di hampir seluruh kelurahan di Jogja.
- Advertisement -

Baca berita yang ini