MATA INDONESIA, JAKARTA – Mi adalah adonan tipis dan panjang yang telah digulung, dikeringkan, dan dimasak dalam air mendidih. Kata “mi” ini sendiri berasal dari dialek Hokkian dari kata “mian”.
Pada hakikatnya, mi tidak hanya dimiliki benua Asia semata seperti Cina yang dikenal dengan bakminya. Sekitar 2000 tahun yang lalu, mi sudah ada di beberapa negara, seperti Arab, Italia, dan sebagainya.
Namun menurut penemuan para arkeolog, ditemukan bahwa mi sebenarnya berasal dari negara Cina. Pada Oktober 2005, keberadaannya cukup memberikan keyakinan untuk mengakhiri argumen tentang siapa dapat mengklaim sebagai negara penemu mi untuk pertama kalinya.
Fosil mi tertua ditemukan dan diperkirakan berusia 4.000 tahun di Sungai Kuning, Qinghai, Tiongkok. Diketahui saat zaman Dinasti Han Timur, keberadaan mi sudah ada antara tahun 25 dan 220 Masehi.
Pada masa Dinasti Han Timur, mi kuah atau tangbing menjadi makanan utama. Khususnya dalam berbagai acara di istana dan acara menjelang musim panas. Pada zaman ini juga, dikenal teknik pembuatan adonan dengan cara mencampurkan tepung dan air.
Tak hanya dengan cara tersebut, ada juga teknik pengolahan mi, yaitu botuo. Yakni cara mencampur adonan tepung dengan daging dan dicetak sepanjang jempol. Ada juga teknik lain yaitu shuiyin, dengan cara ditarik.
Pada masa Dinasti Tang, pada tahun 618 sampai tahun 907, mi merupakan makanan yang cukup populer. Mi biasanya dijadikan makanan utama saat tahun baru imlek.
Selain itu, ada juga changshou mian atau shengri tangbing yaitu mi yang di makan saat hari ulang tahun sebagai simbol panjang umur. Masyarakat Tang pada saat itu berharap jika memakan mi pada saat perayaan ulang tahun umur mereka bisa panjang seperti bentuk mi yang panjang.
Di Jepang, mie dimasukkan ke dalam upacara minum teh Jepang, dan pembuatan mie dianggap bentuk seni. Mie menjadi lebih penting di Jepang setelah Perang Dunia II.
Pada saat itu, kekurangan pangan merajalela dan makanan kering seperti mi menjadi satu-satunya item makanan yang tersedia. Di hampir setiap budaya Asia, mie berhubungan dengan kesejahteraan dan kehidupan yang panjang dan dapat dianggap sebagai kenikmatan makanan Asia.
Pada masa Dinasti Song, antara tahun 960 sampai tahun 1279, mi kuah ini bukan hanya menjadi makanan di istana saja, tapi juga sudah tersebar dan menjadi populer di kalangan rakyat.
Karena itulah, banyak muncul kedai dan rumah makan yang menjual mi kuah sebagai makanan utamanya. Seiring dengan datangnya orang-orang Tiongkok ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia, mi semakin tersebar dan menjadi terkenal.
Di Indonesia sendiri, mi bisa menjadi makanan pengganti nasi, Orang-orang Indonesia juga membuat berbagai macam olahan mi, termasuk juga kwetiau dan bihun.
Reporter: Khansa, Anggita, Tiara dan Hani