Ini Jenis Hukuman Bagi Koruptor di 7 Negara, Salah Satunya Ada yang Dipenggal!

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Hari Anti Korupsi Sedunia diperingati setiap tanggal 9 Desember. Peringatan ini dimulai setelah Konvensi PBB Melawan Korupsi pada tanggal 31 Oktober 2003 untuk meningkatkan kesadaran anti korupsi.

Berbicara mengenai korupsi, setiap harinya ada saja pejabat yang terbukti melakukan tindakan korupsi atau suap. Bahkan bisa dibilang, korupsi di Indonesia sudah menjadi budaya.

Di Indonesia sendiri tindak pidana korupsi diatur dalam Undaang-Undang No. 20 Tahun 2001. Meski korupsi sudah menjamur, namun hukuman yang diterapkan Indonesia untuk para koruptor tidaklah sebanding dengan kejahatan yang telah dilakukan.

Maksimal hanya 20 tahun penjara, itu pun sedikit sekali yang diterapkan hingga akhir. Banyak juga yang hanya didakwa dua atau tiga tahun saja. Selain itu, atas nama kelakuan baik dan berbagai remisi, hukuman yang tadinya 15 tahun bisa berakhir dengan 4 tahun saja.

Di penjara pun hidupnya tidak melulu menderita. Ada yang ruang penjaranya seperti hotel, atau narapidana itu sendiri masih bisa pelesiran seperti Gayus Tambunan. Dengan hukuman yang tak menimbulkan efek jera, tak heran korupsi di Indonesia sulit untuk diberantas.

Itu di Indonesia, lain halnya hukuman di negara lain. Seperti apa ya? Yuk simak hukuman untuk para koruptor di berbagai negara berikut:

1. China

Sejak Xi Jinping menjadi Presiden China pada tahun 2013, negara ini memberlakukan hukuman mati untuk para koruptor tanpa terkecuali. Nggak peduli apakah dia petugas biasa ataupun pejabat tinggi negara.

Semenjak saat itu, sudah ribuan orang yang menjalani eksekusi mati dengan berbagai hukuman, dari yang ditembak di tempat khusus hingga ditembak di depan publik.

Mantan Menteri Perkertaapian, Liu Zhijun, adalah yang termasuk dieksekusi mati karena kasus korupsi dan suap. Ada pula Zhou Yhongkang, mantan pejabat tinggi negara yang mendekam di penjara untuk menghabiskan sisa hidupnya.

2. Korea Utara

Banyak negara yang sudah menerapkan hukuman mati bagi terpidana korupsi, termasuk Korea Utara. Namun di negara ini, caranya bisa dibilang cukup mengerikan.

Di tahun 2013 lalu, Kim Jong Un melakukan eksekusi pada pamannya sendiri, Jang Song Taek yang terbukti korupsi hingga merencanakan kudeta. Setelah tewas ditembak, tubuh Jang Song-Thaek dijadikan makanan untuk anjing kelaparan dan dipertontonkan di depan seluruh pejabat negara.

Namun di Korea Utara sendiri, hukuman mati masih terkesan ambigu. Nggak cuma bagi terpidana korupsi saja, tapi tidur di saat rapat berlangsung atau membantah perintah-perintah Kim Jong Un juga bisa membuuat seseorang berakhir di meja eksekusi.

3. Korea Selatan

Lain halnya dengan Korea Utara, di Negara Gingseng ini hukuman yang diberlakukan bagi koruptor adalah hukuman penjara dan sanksi sosial, yaitu dikucilkan dari masyarakat dan keluarga.

Hukuman sosial tersebut terkadang memang jauh lebih berat daripada hukuman legal. Misalnya kasus dari Mantan Presiden Korea Selatan, Roh Moo Hyun yang terseret kasus korupsi. Tak tahan dengan rasa malu, ia memilih untuk bunuh diri dengan menerjunkan dirinya dari atas bukit.

4. Jepang

Menurut hukum yang berlaku, hukuman bagi seseorang yang terbukti korupsi akan diganjar dengan hukuman maksimal 7 tahun penjara. Jepang juga tidak punya undang-undang khusus korupsi.

Namun terlepas dari hukum, budaya malu dan hara-kiri di kalangan masyarakat Jepang sepertinya lebih ampuh untuk mengatasi masalah korupsi ini. Setelah seseorang telah terbukti melakukan korupsi, pengacara akan membujuknya untuk mengundurkan diri dari jabatan dan mengembalikan semua yang sudah diambil.

Namun banyak koruptor Jepang yang memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuuh diri karena adanya budaya malu tersebut. Beda jauh sama Indonesia, orang yang sudah korupsi saja dengan tidak tahu malunya masih bisa berlibur ke luar negeri. Duh.

5. Jerman

Di negara-negara maju di Eropa, seperti di Jerman, juga tidak terlepas dari kasus korupsi. Transparansi di Jerman begitu tonggi, namun kasus-kasus korupsi yang berupa suap juga masih kerap terjadi.

Jerman tidak punya lembaga khusus untuk menangani korupsi seperti KPK. Seseorang yang terbukti korupsi akan mendapat hukuman seumur hidup dan wajib untuk mengembalikan seluruh uang yang sudah dikorupsi.

6. Amerika Serikat

Sama seperti di Jerman, Amerika Serikat sendiri juga tidak memiliki lembaga khusus untuk menangani kasus korupsi. Selain itu negara ini juga tidak percaya akan hukuman mati karena alasan hak asasi.

Di Negara Paman Sam, koruptor akan diganjar hukuman penjara minimal 5 tahun dan denda USD 2 juta. Namun pada beberapa kasus tertentu, ada juga anccaman untuk melakukan deportasi ke negara lain bagi para koruptor.

7. Arab Saudi

Dari enam negara sebelumnya, seperti hukuman yang diterapkan di negara inilah yang paling sadis. Arab Saudi juga menerapkan hukuman mati, namun caranya lebih mengerikan.

Hukum yang berlaku di Arab Saudi berdasarkan syariat Islam. Jika bagi pencuri saja hukuman yang berlaku adalah potong tangan, maka untuk tindakan criminal yang lebih parah seperti korupsi sanksinya juga akan jauh lebih berat.

Untuk koruptor, hukuman mati yang diberlakukan adalah qisas, alias dipancung atau dipenggal. Kurang manusiawi memang, namun hukuman ini terbukti ampuh untuk meminimalisir tindakan korupsi di Arab Saudi. (Dinda)

Berita Terbaru

Hilirisasi Buka Lapangan Pekerjaan dan Arah Ekonomi

Oleh: Winna Nartya *) Dalam perdebatan publik, hilirisasi kerap direduksi menjadi larangan ekspor bahan mentahatau pembangunan smelter. Padahal, substansi kebijakan ini jauh melampaui industri berat. Staf Khusus Menteri Investasi dan Hilirisasi, Sona Maesana, menekankan bahwa hilirisasiadalah soal penciptaan nilai tambah yang berkelanjutan, kemandirian ekonomi, danpembukaan lapangan kerja, serta penentuan arah masa depan bangsa. Ia melihat, daripengalamannya di dunia usaha dan kini di ranah kebijakan, bahwa hilirisasi hanya akanbertahan bila ekosistem investasinya sehat dan ada keberpihakan pada pelaku lokal. Karenaitu, ia menilai sekadar mendirikan pabrik tidak cukup; pertanyaan kuncinya adalah siapa yang menikmati nilai tambahnya dan bagaimana rantai pasoknya melibatkan anak bangsa secaraaktif. Dalam pandangannya, hilirisasi mesti membuka pekerjaan lokal, mengikutsertakan UKM, dan menaikkan kelas pengusaha Indonesia melalui kemitraan yang nyata. Di ranah kebijakan, Sona Maesana menjelaskan pemerintah mendorong integrasi antarapelaku lokal dan asing, memberi insentif bagi investor yang membina industri lokal, sertamenata regulasi yang transparan agar tumpang tindih perizinan berkurang. Ia juga menilaikecepatan dan kepastian perizinan lebih penting daripada angka komitmen investasi di ataskertas, karena tanpa eksekusi yang jelas, angka hanyalah janji. Sebagai jembatan antarabahasa investor dan bahasa pemerintah, ia mendorong cara pandang baru: bukan sekadar“menjual proyek”, melainkan menumbuhkan kepercayaan jangka panjang. Ia pun mengingatkan bahwa hilirisasi tidak berhenti pada mineral dan logam; sektor digital, pertanian, farmasi, hingga ekonomi kreatif perlu masuk orbit hilirisasi melalui keterhubunganstartup kesehatan dengan BUMN farmasi, petani dengan pembeli industri lewat platform lokal, serta skema yang mengkomersialisasikan inovasi kampus.  Di tingkat kelembagaan, peta jalan hilirisasi diperkuat oleh kolaborasi antarpemerintah, industri, dan kampus. Himpunan Kawasan Industri (HKI) menandatangani nota kesepahamandengan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, yang disaksikan Presiden Prabowo Subianto. Ketua Umum HKI, Akhmad Ma’ruf Maulana, menyampaikan bahwa kerja sama ini merupakan perwujudan AstaCita untuk mendorong kemandirian ekonomi, memperkuat keberlanjutan, dan mempercepatinovasi teknologi sebagai pilar pertumbuhan. Ia menegaskan peran HKI sebagai penghubungsektor industri, pendidikan, dan pemerintah untuk melahirkan daya saing berbasispengetahuan dan inovasi. Ruang lingkupnya meliputi penyelarasan kurikulum dengankebutuhan industri, kolaborasi riset untuk mempercepat hilirisasi dan menarik investasi, sertapeningkatan daya saing melalui pembentukan SDM industri yang unggul. Contoh konkret hilirisasi yang langsung menyentuh pasar tenaga kerja tampak di Aceh. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Cut Huzaimah, menyerukan penghentianekspor karet mentah karena pabrik pengolahan di Aceh Barat, yaitu PT Potensi Bumi Sakti, siap beroperasi menampung seluruh produksi lokal. Ia menilai pengolahan di dalam daerahpenting untuk mendorong hilirisasi, membuka lapangan kerja, dan menaikkan kesejahteraan. Pabrik yang berdiri di lahan 25 hektare itu memiliki kemampuan mengolah 2.500 ton karetkering per bulan, dan pemerintah daerah menilai stabilitas serta keamanan investasi harusdijaga agar manfaatnya langsung dirasakan rakyat Aceh. Di klaster pangan–petrokimia, hilirisasi juga dikuatkan melalui kemitraan strategis. DirekturUtama PT Pupuk Indonesia (Persero), Rahmad Pribadi, menjelaskan bahwa perusahaanmemperluas kerja sama dengan Petronas Chemicals Group Berhad untuk memperkuatketahanan pangan regional sekaligus mendorong hilirisasi pupuk dan petrokimia di Indonesia. Kolaborasi ini mencakup penjajakan sinergi pasokan urea dan amonia, transfer pengetahuan teknis dan operasional, serta penguatan tata kelola Kesehatan, Keselamatan, danLingkungan (Health, Safety, and Environment/HSE).  Jika ditautkan, tiga simpul di atas, yakni kebijakan investasi yang berpihak pada pelaku lokal, penguatan link–match kampus–industri, dan proyek pengolahan komoditas serta petrokimia, menggambarkan logika hilirisasi yang lengkap. Lapangan kerja tidak hanya muncul di pabrikutama, melainkan juga pada efek pengganda: logistik bahan baku, jasa pemeliharaan mesin, kemasan, transportasi, layanan digital rantai pasok, hingga jasa keuangan dan asuransi. Dengan kurikulum yang diselaraskan, talenta lokal tidak sekadar menjadi tenaga operasional, melainkan juga teknisi, analis proses, dan manajer rantai pasok....
- Advertisement -

Baca berita yang ini