Godaan Ini Siap Menghadang Kamu yang Sedang Giat Diet

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Kamu lagi diet? Yuhuuu, hati-hati ya, karena godaan akan semakin ganas loh saat seseoran sedang menjalani diet.

Banyak orang yang sudah gagal dalam diet karena tak tahan dengan berbagai godaan yang menghadang. Godaan itu tentu saja bukan hanya soal makanan, tapi ada faktor lainnya yang tak kalah jahatnya.

Godaan tersebut adalah faktor internal dalam diri dan faktor eksternal dari lingkungan luar. Mengenai faktor internal, banyak orang menganggap mengubah kebiasaan sehari-hari, misalnya makan dua atau tiga kali, adalah hal yang sulit.

Faktor eksternal, seperti kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar juga turut membuat seseorang gagal total menjalani diet. Misalnya, mendapat cibiran atau ejekan.

Ada juga faktor lainnya, seperti diet yang tak dibarengi olahraga rutin. Padahal, banyak pakar kesehatan menyebut olahraga 30 menit sehari adalah hal yang harus dipenuhi setiap orang, apalagi yang sedang ingin menurunkan berat badan.

Selanjutnya, faktor kebiasaan tidur kurang dari 8 jam sehari akan menyebabkan produksi hormon kortisol meningkat. Peningkatan hormon ini akan mendorong peningkatnya nafsu makan, yang pada akhirnya justru akan menaikkan berat badan kamu.

Kesalahan pola diet juga turut menyebabkan gagalnya kamu meraih tubuh ideal. Kamu harus tahu, pola diet yang berhasil pada orang lain, belum tentu berhasil di dirimu. Maka, cobalah meneliti lebih dulu, mana pola diet yang cocok untuk kamu jalani.

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini