Drama ‘Snowdrop’ Tetap Tayang Sesuai Jadwal

Baca Juga

MATA INDONESIA, SEOUL – Kabar baik bagi para penonton setia drama ‘Snowdrop’ nih. Pengadilan baru aja memutuskan untuk tetap menayangkan drama ‘Snowdrop’.

Mengutip dari Newsis, Pengadilan Distrik Barat Seoul telah menolak perintah yang diajukan oleh sekelompok pemuda sipil (World Citizen’s Declaration / WCD) terkait penghentian penayangan drama ‘Snowdrop’. Namun pengadilan telah ketok palu untuk menolak permohonan perintah penghentian penayangan drama JTBC tersebut pada 29 Desember 2021.

“Bahkan jika drama itu didasarkan pada pandangan sejarah yang terdistorsi, seperti klaim WCD. Sulit untuk mengatakan bahwa orang-orang yang mengalaminya akan menerima secara membabi buta,” kata Hakim.

Pengadilan juga berkata bahwa WCD tak bisa mengajukan permohonan atas nama umum sesuka hati. Sehingga penayangan drama ‘Snowdrop’ tetap berlangsung sesuai jadwal.

Sebelumnya, drama yang diperankan oleh Jisoo BLACKPINK ini dapat petisi boikot drama ini untuk menghentikan penayangannya. Kabarnya kini petisi telah ditandatangani sebanyak 25 ribu orang.

Sementara itu, stasiun TV yang menyiarkan drama ‘Snowdrop’, JTBC, akhirnya memutuskan untuk menayangkan tiga episode sekaligus. Hal ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa drama tersebut tak sesuai dengan isi petisi yang tersebar.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini