Ditanya Lebih Cinta Pasangan yang Baru atau yang Lama, Deddy Corbuzier Berikan Jawaban Bijak

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Deddy Corbuzier baru-baru ini melangsungkan pernikahan dengan kekasih hatinya Sabrina Chairunnisa.

Deddy dan Sabrina diketahui telah menjalin hubungan asmara selama 9 tahun dan berlanjut ke jenjang pernikahan pada 6 Juni 2022 lalu.

Sebelumnya, Deddy Corbuzier pernah menikah dengan Kalina Octaranny namun pernikahan mereka kandas.

Baru-baru ini, Deddy Corbuzier hadir dalam acara yang dipandu oleh Hotman Paris. Dalamacara tersebut, Hotman memberikan pertanyaan terkait rasa cinta yang dimiliki oleh Deddy.

“Dulu waktu istri sebelumnya, apa kau lebih cinta sama yang sekarang atau yang lama?” tanya Hotman.

Mendengar pertanyaan tersebut, Deddy pun langusng menjawab pertanyaan yang ditanyakan oleh Hotman tanpa harus berpikir terlebih dahulu.

“Oh pertanyaan yang bagus,” ujar Deddy.

“Kalau ditanya tentang cinta, saya mencintai dua-duanya pada saat yang berbeda,” sambungnya.

Cuplikan perbincangan antara Deddy Corbuzier dan Hotman Paris diunggah kembali oleh akun @lagi.viral pada laman media sosial Instagram.

Unggahan tersebut langsung dipenuhi oleh komentar netizen yang menilai jawaban dari Deddy sangat bijak.

“Jawaban yang bijak dan aman,” tulis netizen.

“Jawaban yang cerdas,” tambah netizen.

“Sebenarnya itu pertanyaan jebakan,” ujar netizen.

“Bijak banget Om Ded jawabannya,” sambung netizen.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini