Diboikot, Drama ‘Snowdrop’ Jisoo BLACKPINK Dituding ‘Ejek’ Sejarah Korea

Baca Juga

MATA INDONESIA, SEOUL – Drama ‘Snowdrop’ yang dibintangi Ji Soo BLACKPINK dan Jung Hae In menjadi perbincangan publik usai drama SBS ‘Joseon Exorcist’ dibatalkan penayangannya. Netizen Korea alias K-Netz memboikot drama yang bakal tayangan di JTBC itu.

Nampaknya, nasionalisme Korea sedang meningkat. Isu tentang drama yang diduga “bersedia mengubah sejarah” dan “menjual negara Anda sendiri untuk mendapatkan uang” sedang gencar diperbincangankan di komunitas online.

Menurut sinopsis ‘Snowdrop’, drama ini berlatar pada tahun bersejarah 1987. Cerita dimulai ketika seorang pemuda berlumuran darah (Jung Hae In) masuk ke asrama di sebuah universitas wanita.

Seorang siswa perawat muda (Jisoo BLACKPINK) menemukan pria yang terluka itu dan menyembunyikannya dari pihak berwenang, percaya bahwa dia adalah seorang mahasiswa pengunjuk rasa. Keduanya jatuh cinta, tetapi seiring berjalannya cerita, wanita tersebut mengetahui bahwa pria tersebut adalah mata-mata terlatih.

Di sinopsis tidak menyebutkan mata-mata dari mana yang mereka maksud. Mata-mata tersebut kemudian diperintahkan untuk membunuh wanita yang menyembunyikannya dari pihak berwenang.

Drama ini dibintangi oleh Jung Hae In sebagai terduga “mahasiswa pengunjuk rasa” Lim Soo Ho (yang kemudian berubah menjadi mata-mata), Jisoo sebagai mahasiswa perawat muda Eun Young Cho, serta Kim Hye Yoon sebagai mahasiswa Kye Bun Ok , Jang Seung Jo dan Jung Yoo Jin sebagai agen Badan Intelijen Nasional, dan banyak lagi.

Dilansir dari AllKpop, Jumat 26 Maret 2021, banyak netizen yang menunjukkan bahwa nama keluarga pria “Lim” yang digunakan untuk karakter Jung Hae In dan nama “Young Cho” yang digunakan untuk karakter Jisoo sama-sama diambil dari tokoh kehidupan nyata yang menjadi pengunjuk rasa mahasiswa saat itu.

Pada dasarnya, netizen menganggap seluruh sinopsis serial drama ini bermasalah, atau sebagai “mengejek” dan “merendahkan” sejarah Korea. Mereka menilai kisah ‘Snow Drop’ berlatar tahun 1987, tahun yang sangat penting dalam sejarah Korea Selatan yang sebenarnya.

Tahun itu ditandai dengan protes yang tak terhitung jumlahnya yang dipimpin oleh mahasiswa yang menuntut pemilihan demokratis yang adil. Banyak mahasiswa mengalami penindasan oleh Badan Intelijen Nasional (sangat dikendalikan oleh kediktatoran pada saat itu) dan mengorbankan hidup mereka.

Pada bulan Juni 1987, Korea Selatan mengadakan pemilihan presiden secara demokratis pertamanya. Protes mahasiswa tahun 1987 diketahui telah membuka jalan bagi demokrasi Korea Selatan.

Namun, di sisi gelap cerita ini, banyak mahasiswa pengunjuk rasa yang ditangkap, disiksa, dan dibunuh oleh Intelijen Nasional. Seringkali, Intelijen Nasional menuduh para siswa bahwa mereka memukul, memenjarakan, dan membunuh sebagai “mata-mata”, padahal mereka kebanyakan tidak bersalah.

Secara historis, akurat bahwa ada beberapa “mata-mata” yang dikenal di era ini yang “menyamar” sebagai mahasiswa pengunjuk rasa, seperti dalam cerita ‘Snowdrop’.

Netizen menggunakan pembuatan film yang masih ditemukan online dari ‘Snow Drop’ (di atas) untuk menuduh drama “meromantisasi” penyiksaan dan pembunuhan para pengunjuk rasa mahasiswa. Banyak juga yang menemukan tidak hanya latar belakang karakter utama pria yang bermasalah, tetapi fakta bahwa pemeran utama pria kedua adalah anggota National Intelligence Service, juga kontroversial.

Selain itu, banyak netizen termasuk alumni Universitas Wanita Ewha yang mengkritik keras penulis naskah Yoo Hyun Mi, yang menulis cerita ‘Snowdrop’. Penulis naskah dikatakan telah lulus dari Universitas Wanita Ewha pada tahun 1988, yang berarti dia adalah seorang mahasiswa selama tahun sejarah 1987.

Pemirsa drama saat ini berpendapat bahwa kisah ‘Snowrop’ “memfitnah gerakan demokrasi Korea”, dan “merupakan penghinaan bagi para pengunjuk rasa mahasiswa yang sebenarnya”. Banyak dari mereka masih menjalani pengadilan hukum, berjuang untuk membuktikan bahwa mereka tidak bersalah dalam keterlibatan selama menjadi mahasiswa.

Akibatnya, sebuah gerakan online menggunakan banyak tindakan untuk mengirimkan keluhan ke JTBC, perusahaan produksi yang berafiliasi dengan ‘Snowdrop’, dll.

Hmm… Jadi gimana ya gaes? Kita tunggu informasi selanjutnya saja ya..

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat jadi Tonggak Pemerataan Pendidikan

Oleh: Didin Waluyo)* Komitmen pemerintahan Prabowo Subianto dalam mewujudkan akses pendidikanyang lebih merata terlihat semakin nyata. Pemerintah akhirnya menetapkanDesember 2025 sebagai titik awal pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat.  Langkah ini dipandang sebagai dorongan baru untuk menegaskan bahwapendidikan tidak boleh menjadi hak istimewa bagi segelintir kelompok saja.Pembangunan ini juga menjadi sinyal kuat bahwa negara mulai menempatkankualitas dan aksesibilitas pendidikan sebagai prioritas utama.  Pembangunan infrastruktur ini masuk dalam pembangunan tahap II yang dilakukandi 104 lokasi di seluruh Indonesia. Dengan memulai proyek pada akhir 2025, pemerintah ingin memastikan bahwa percepatan pembangunan dapat segeradirasakan oleh masyarakat luas. Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengatakan, Pembangunan Sekolah Rakyat Adalah bentuk nyata komitmen pemerintah untuk membangunsumber daya manusia yang unggul. Ia menjelaskan bahwa Pembangunan tahap II dilakukan guna memperluas akses Pendidikan berkualitas bagi anak-anak darikeluarga kurang mampu.  Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian PU, total anggaran yang dialokasikan untuk percepatan pembangunan Sekolah Rakyat ini sebsar Rp20 triliun, yang mana biaya pembangunan diperkirakan Rp200 miliar per sekolah. Sementara itu 104 lokasi yang tersebar antara lain, 27 lokasi di Sumatera, 40 lokasidi Jawa, 12 lokasi di Kalimantan,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini