Oleh: Sari Dewi Anggraini
Pesatnya perkembangan teknologi dan internet telah memberikan banyak manfaat bagi masyarakat, mulai dari kemudahan akses informasi hingga layanan online yang mempermudah kehidupan sehari-hari. Namun, di balik kemudahan tersebut, terdapat ancaman yang semakin mengkhawatirkan, yakni judi online. Akses yang semakin mudah melalui ponsel pintar membuat masyarakat, termasuk anak-anak, rentan terpapar dampak negatifnya. Oleh karena itu, bijak dalam menggunakan media sosial menjadi kunci untuk menghindari jeratan judi online.
Judi online kini memanfaatkan berbagai cara untuk menarik perhatian pengguna media sosial. Menurut Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, konten viral hingga meme sering kali digunakan sebagai alat untuk menyisipkan ajakan bermain judi. “Ruang digital kita diwarnai oleh konten negatif, termasuk promosi judi online. Langkah kolaboratif sangat penting untuk merebut ruang ini dari pengaruh buruk,” ungkapnya.
Iklan judi online sering kali disamarkan dalam bentuk hiburan, meme, atau video viral. Dengan iming-iming bonus besar dan peluang menang yang mudah, konten ini dirancang untuk menggoda pengguna, khususnya generasi muda yang aktif di media sosial. Bahkan, beberapa situs judi online menyamar sebagai gim yang tampaknya tidak berbahaya, tetapi sebenarnya menyisipkan elemen taruhan di dalamnya. Hal ini, seperti disampaikan oleh Meutya, menjadi ancaman serius yang membutuhkan perhatian bersama.
Selain risiko finansial, judi online juga membawa ancaman terhadap keamanan data pribadi. Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono, mengungkapkan bahwa pada kuartal III 2024, deposit masyarakat untuk judi online mencapai Rp 43 triliun, meningkat dari Rp 34 triliun pada 2023. “Sebagian besar dana ini dialihkan ke mata uang kripto, sehingga transaksi menjadi semakin sulit dilacak,” jelas Danang.
Ia juga menambahkan bahwa data pribadi para pemain, seperti nomor telepon, email, dan rekening bank, sering kali disalahgunakan oleh sindikat judi online. Hal ini mempertegas pentingnya literasi digital agar masyarakat lebih waspada terhadap potensi bahaya tersebut.
Judi online tidak hanya menyasar orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Berdasarkan data PPATK, lebih dari 80 ribu anak di bawah usia 10 tahun telah terpapar konten judi online melalui gim di perangkat mereka. Kemkomdigi menghimbau para orang tua untuk lebih aktif mengawasi aktivitas digital anak-anaknya. “Dengan kesadaran dan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat, kita bisa melindungi anak-anak dari bahaya judi online,” tegas Meutya Hafid.
Pengawasan digital oleh orang tua menjadi kunci untuk memastikan anak-anak tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang aman dan sehat. Selain itu, pendidikan mengenai literasi digital harus ditingkatkan, sehingga anak-anak memahami risiko dari konten negatif yang mereka temui di dunia maya.
Menghadapi tantangan ini, literasi finansial digital menjadi salah satu solusi utama. Dengan memahami penggunaan layanan keuangan secara online, masyarakat dapat mengenali praktik-praktik berbahaya seperti judi online. Selain itu, membatasi akses ke platform digital tertentu juga dapat membantu mencegah paparan konten negatif.
Kemkomdigi juga mengajak masyarakat untuk mengubah pola pikir konsumtif menjadi lebih produktif. Mengalihkan fokus dari konsumsi berlebihan ke investasi, serta menjauhi utang konsumtif, dapat menjadi langkah preventif untuk menghindari godaan judi online. “Langkah-langkah ini penting agar masyarakat dapat terhindar dari dampak buruk perkembangan teknologi digital,” tambah Meutya.
Dalam upayanya memberantas judi online, Kemkomdigi telah melakukan berbagai tindakan tegas. Hingga Desember 2024, pemerintah berhasil memblokir lebih dari 5,3 juta konten terkait judi online. Salah satu contoh nyata adalah pemblokiran akun Instagram seperti @mimin_storyy, @awcogans, dan @meme.kocakk25 yang mempromosikan situs judi online.
Meutya Hafid menegaskan bahwa pemerintah terus berupaya untuk menghapus praktik-praktik ini dari ruang digital. Namun, upaya tersebut memerlukan dukungan masyarakat. Kesadaran kolektif untuk melaporkan konten negatif dan berhati-hati dalam berinteraksi di media sosial sangat diperlukan.
Peran orang tua juga menjadi kunci penting dalam mencegah anak-anak terpapar konten judi online. Berdasarkan data yang dirilis oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), lebih dari 80 ribu anak di bawah usia 10 tahun telah terpapar judi online melalui berbagai permainan di gawai mereka. Untuk itu, orang tua perlu lebih aktif mengawasi aktivitas digital anak-anak, memastikan mereka menggunakan teknologi dengan cara yang aman dan sehat. Menteri Meutya menekankan bahwa pengawasan digital harus menjadi prioritas agar generasi muda terhindar dari pengaruh buruk judi online.
Judi online adalah ancaman yang nyata di era digital. Dengan berbagai strategi yang digunakan, mulai dari iklan terselubung hingga penyalahgunaan data pribadi, judi online terus mencoba menjerat masyarakat. Untuk melawan ancaman ini, peran aktif pemerintah, masyarakat, dan orang tua sangat dibutuhkan.
Bijak dalam menggunakan media sosial, meningkatkan literasi digital, serta mendukung langkah-langkah tegas pemerintah adalah kunci untuk melindungi diri dan keluarga dari dampak negatif judi online. Dengan kerja sama semua pihak, ruang digital dapat menjadi tempat yang lebih aman dan positif bagi generasi masa depan.
*) Kontributor SingkawangPos