MATA INDONESIA, JAKARTA – Kim Seon Ho akhirnya mengakui terkait tudingan memaksa mantan kekasihnya untuk melakukan aborsi. Seorang perempuan dengan nama samaran A, secara anonim mengungkap kasus pemaksaan aborsi di situs Nate Pann.
Melakukan aborsi bukanlah keputusan yang mudah, pasti banyak alasan dan pertimbangan kenapa hal itu harus dilakukan. Banyak dampak buruk yang dialami wanita, apalagi jika tidak mengetahui bahaya aborsi dan dilakukan dengan sembarangan.
Yang paling penting sebelum memutuskan untuk melakukan aborsi, adalah mengetahui risikonya.
Apalagi jika aborsi dilakukan tanpa bantuan tenaga medis yang profesional bisa berakibat buruk pada kondisi kesehatan fisik perempuan, psikologis, bahkan yang terburuk bisa mengakibatkan kematian.
Berikut beberapa bahaya dari aborsi jika dilakukan:
- Pendarahan di Vagina
Pendarahan hebat sebagai efek aborsi serius umumnya disertai dengan demam tinggi dan gumpalan jaringan janin dari rahim. Baik aborsi spontan, medis, maupun ilegal (dengan obat aborsi yang didapat secara ilegal atau cara “alternatif” lainnya) sama-sama bisa menyebabkan perdarahan hebat.
- Infeksi
Kadang aborsi juga dapat menimbulkan komplikasi serius. Salah satu komplikasi paling umum yakni infeksi. Hal ini dapat disebabkan oleh aborsi yang tidak tuntas atau ada paparan bakteri melalui vagina.
- Mengalami Sepsis
Sepsis atau keracunan darah, adalah komplikasi infeksi atau luka yang bisa berpotensi mengancam nyawa. Dalam beberapa kasus aborsi, infeksi tetap berada di rahim. Namun, dalam kasus yang lebih parah, infeksi bakteri bisa masuk ke aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
- Kerusakan Rahim
Kerusakan rahim termasuk kerusakan leher rahim, perlubangan (perforasi) rahim, dan luka robek pada rahim (laserasi). Namun sebagian besar kerusakan ini bisa tidak terdiagnosis dan tidak terobati kecuali dokter melakukan visualisasi laparoskopi.
Risiko perforasi rahim meningkat pada wanita yang sebelumnya telah melahirkan dan bagi mereka yang menerima anestesi umum pada saat aborsi. Risiko kerusakan serviks akan lebih besar pada remaja yang melakukan aborsi sendiri pada trimester kedua, dan ketika praktisi aborsi gagal memasukkan laminaria untuk dilatasi serviks.
- Kematian
Anestesi yang gagal, dan kehamilan ektopik yang tidak terdiagnosis merupakan beberapa contoh penyebab utama dari kematian ibu yang terkait aborsi dalam seminggu setelahnya. Studi tahun 1997 di Finlandia melaporkan bahwa perempuan yang aborsi berisiko empat kali lipat untuk meninggal dari pada wanita yang melanjutkan kehamilan mereka sampai cukup umur.
Reporter : Firda Padila