MATA INDONESIA, JAKARTA – Baru dua bulan menikah Marlina Octoria sudah mengugat cerai suami sirinya, Masyardin Malik. Menurut pengakuan Marlina, dirinya menggugat cerai ayah dari Taqy Malik ini lantaran merasa trauma setelah suaminya meminta melakukan hubungan seks yang tidak wajar.
Hubungan seks yang tidak wajar itu tidak hanya sekali saja dilakukan, Marlina mengaku bahwa ia telah melayani suaminya secara paksa sebanyak 6 kali yang berakibat rusaknya organ vital Marlina.
Diungkapkannya, Masyardin Malik memaksa melakukan hubungan seks yang menyimpang itu dengan mengatakan kepada Marlina jika di dalam Islam sebagian ulama berpendapat ada yang mengharamkan dan ada yang menghalalkan. Marlina merasa terbodohi akan hal tersebut karena sepengetahuannya, agama Islam melarang melakukan seks menyimpang, seks anal misalnya.
Dalam konteks ini, bagaimana sebenarnya Islam melihat penyimpangan seksual?
Dalam sebuah ikatan pernikahan, berhubungan seksual bukan hanya sebuah pemenuhan hak dan kewajiban bagi suami dan istri, tetapi juga dapat dinilai sebagai ibadah jika dilakukan dengan aturan dan anjuran yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, yakni dilakukan secara ma’ruf yang berarti setara, adil, dan demokratis.
Islam mengajarkan untuk bersikap baik dalam berhubungan dengan pasangan dan melarang segala bentuk perlakukan yang tidak baik yang dilakukan oleh suami kepada istri, maupun sebaliknya. Imam Syairazi menjelaskan dalam kitabnya yang berbunyi:
“Dan wajib bagi suami mempergauli istri dengan baik serta menjauhkan bahaya, karena firman Allah Swt: dan pergauilah istri-istrimu dengan cara yang baik.” (A. Syarirazi, 1878: 481).
Allah juga menegaskan dalam surat An-Nisa’ ayat 19 untuk melakukan hubungan suami istri sesuai dengan aturan:
“Dan bergaulah dengan mereka secara patut.”
Melihat hal tersebut, melakukan penyimpangan seksual dalam berhubungan suami istri adalah hal yang dilarang dalam Islam, karena aktivitas seksual dilakukan dengan cara tidak wajar. Dapat dilihat dari tindakan perlakuan hubungan seksual yang biasanya dilakukan melalui dubur.
Imam Syafi’i berpendapat bahwa melakukan hubungan seksual tidak diperbolehkan jika hal tersebut dapat membahayakan istri. Hal ini sejalan dengan penyimpangan hubungan seksual yang dilakukan melalui dubur, pasalnya dubur adalah tempat kotoran dan najis sehingga dapat mendatangkan bahaya dan berbagai macam penyakit.
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan fatwa bahwa berhubungan seks melalui dubur hukumnya adalah haram. Fatwa tersebut terdapat dalam Fatwa MUI nomor 57 Tahun 2014 tentang Lesbian, Gay, Sodomi, dan Pencabulan yang dikeluarkan pada 31 Desember 2014 lalu.
Ketentuan hukum yang dikeluarakan MUI mengenai hal ini diantaranya yaitu:
- Sodomi hukumnya haram dan merupakan perbuatan keji yang mendatangkan dosa besar (fahisyah).
- Pelaku sodomi dikenanan hukuman ta’zir yang tingkat hukumannya maksimal hukuman mati.
- Dalam hal korban dari kejahatan (jarimah) homoseksual, sodomi dan pencabulan anak-anak, pelakunya dikenakan pemberatan hukuman mati.
Larangan melakukan penyimpangan seksual dalam berhubungan suami istri juga ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadist yang berbunyi:
لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى رَجُلٍ أَتَى رَجُلًا أَوْ امْرَأَةً فِي الدُّبُرِ
Artinya:
“Allah tidak berkenan melihat laki-laki yang mendatangi (berhubungan seksual) kepada laki-laki atau mendatangi perempuan melalui anus atau dubur.” (HR At Tirmidzi).
Berdasarkan hal-hal di atas, jelas dikatakan bahwa Islam melarang dengan tegas perilaku penyimpangan seksual. Aktifitas seksual memiliki aturan dengan tidak membebaskan kedua belah pihak berbuat bebas terhadap pasangannya, sesuatu yang diperlukan untuk mewujudkan hubungan yang dilandaskan pada rasa kasih sayang dan saling menghormati.
Reporter: Sheila Permatasari